Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 18/01/2018, 23:58 WIB
Robertus Belarminus

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Umum Partai Hanura kubu Oesman Sapta Odang, I Gede Pasek Suardika mempertanyakan kubu Daryatmo yang mengklaim dukungan  dari Ketua Dewan Pembina Hanura Wiranto hanya berdasarkan pesan yang dikirim melalui aplikasi WhatsApp.

Partai Hanura kubu Daryatmo mengklaim bahwa Wiranto legawa dengan kepemimpinan baru di partai tersebut.

Pasek mengatakan, keputusan Dewan Pembina tidak mungkin disampaikan melalui pesan WhatsApp.

"'Oh enggak ini sudah dapat WhatsApp dari Dewan Pembina. Oh mohon maaf, ini organisasi resmi. WhatsApp itu bukanlah keputusan dewan pembina," ujar Pasek, dalam jumpa pers di Hotel Manhattan, Kuningan, Jakarta, Kamis (18/1/2018).

Elite Partai Hanura Kubu Oesman Sapta Odang menggelar konfrensi pers terkait situasi terkini partai tersebut. Hadir di antaranya Waketum Hanura I Gede Pasek Suardika, Sekjen Partai Hanura Harry Lontung Siregar, Ketua DPD Hanura DKI Muhammad Sangaji dan pengurus Hanura lainnya dalam konfrensi pers di Hotel Manhattan, Jakarta, Kamis (18/1/2018).Kompas.com/Robertus Belarminus Elite Partai Hanura Kubu Oesman Sapta Odang menggelar konfrensi pers terkait situasi terkini partai tersebut. Hadir di antaranya Waketum Hanura I Gede Pasek Suardika, Sekjen Partai Hanura Harry Lontung Siregar, Ketua DPD Hanura DKI Muhammad Sangaji dan pengurus Hanura lainnya dalam konfrensi pers di Hotel Manhattan, Jakarta, Kamis (18/1/2018).
Ia mengatakan, pemberhentian pejabat partai harus dalam bentuk surat dari Dewan Kehormatan yang menyampaikan keputusan Mahkamah Partai.

Baca juga: Soal Munaslub, Wiranto Bilang Pemilik Hanura Ingin Perubahan

"Kalau diberhentikan berarti ada surat Dewan Kehormatan, menyampaikan keputusan Mahkamah Partai, bahwa yang bersangkutan melakukan pelanggaran AD/ART," ujar Pasek.

"Kalau WhatsApp dipakai dasar Munaslub, bahaya. WhatsApp untuk silaturahim saja, atau kasih informasi," tambah Pasek.

Pasek mengatakan, Pasal 16 di AD/ART Hanura tentang kekosongan jabatan dan kepengurusan, menyatakan pemberhentian dan pengisian kekosongan jabatan ketua umum hanya dapat dilakukan melalui munas dan munaslub.

Baca juga: Lewat WhatsApp, Wiranto Legawa dan Dukung Kepemimpinan Baru Hanura

Dalam hal keadaan khusus, harus melalui rapat pimpinan partai tingkat pusat, dan mendapatkan keputusan Dewan Pembina.

Pasal 16 di AD/ART juga tidak berdiri sendiri, tetapi terdapat pasal 15 yang menjelaskan terkait dengan kekosongan jabatan dalam hal khusus. Misalnya, karena tiba-tiba ketua umum meninggal dunia, atau ketua umum berhalangan tetap, atau tiba-tiba mengundurkan diri, atau diberhentikan.

"Diberhentikan ini pun tidak boleh Sekjen memberhentikan itu, memberhentikan itu harus lewat dewan kehormatan diajukan dulu. Dewan kehormatan kemudian membentuk mahkamah partai, yang terdiri dari unsur dewan pembina, DPP, badan kehormatan, mereka bersidang, dicek, kalau ada tuduhan pelanggaran AD/ART, diuji di situ dulu," kata Pasek. 

Baca juga: Kumpulkan DPD dan DPC, Oesman Sapta Ungkap Pembicaraannya dengan Wiranto

Keputusan dari hasil tersebut, lanjut dia, baru bisa dipakai menjadi dasar untuk mengganti ketua umum. Dengan demikian, tidak bisa ditafsirkan sendiri oleh satu pihak.

"Jadi satu hal lagi yang harus dipenuhi adalah mendapatkan keputusan Dewan Pembina. Sampai hari ini tidak ada itu keputusan Dewan Pembina, kok munaslub sudah dijalankan," ujar Pasek. 


Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Saat Jokowi Bertemu 2 Menteri PKB di Tengah Isu Hak Angket Kecurangan Pemilu...

Saat Jokowi Bertemu 2 Menteri PKB di Tengah Isu Hak Angket Kecurangan Pemilu...

Nasional
Sisa 4 Provinsi yang Belum Direkapitulasi, Sebelum KPU Tetapkan Hasil Pemilu 2024

Sisa 4 Provinsi yang Belum Direkapitulasi, Sebelum KPU Tetapkan Hasil Pemilu 2024

Nasional
Puncak Mudik Jatuh 5-7 Apriil 2024, 6 Ruas Tol Beroperasi Fungsional

Puncak Mudik Jatuh 5-7 Apriil 2024, 6 Ruas Tol Beroperasi Fungsional

Nasional
Respons Parpol KIM hingga Gibran Buntut Golkar Minta Jatah 5 Menteri

Respons Parpol KIM hingga Gibran Buntut Golkar Minta Jatah 5 Menteri

Nasional
Pemerintah Dianggap Kerdilkan Kondisi HAM di Indonesia Dalam Sidang Komite PBB

Pemerintah Dianggap Kerdilkan Kondisi HAM di Indonesia Dalam Sidang Komite PBB

Nasional
Ketua DPRD DKI, Masinton, dan Ade Armando Terancam Gagal Tembus DPR dari 'Dapil Neraka' Jakarta II

Ketua DPRD DKI, Masinton, dan Ade Armando Terancam Gagal Tembus DPR dari "Dapil Neraka" Jakarta II

Nasional
Dugaan Penggelembungan Suara PSI di Sorong Selatan: 0 di TPS Jadi 130 di Kecamatan

Dugaan Penggelembungan Suara PSI di Sorong Selatan: 0 di TPS Jadi 130 di Kecamatan

Nasional
Jokowi Panggil 2 Menteri PKB, Pengamat Duga untuk Tarik Dukungan PKB ke Pemerintahan Prabowo Kelak

Jokowi Panggil 2 Menteri PKB, Pengamat Duga untuk Tarik Dukungan PKB ke Pemerintahan Prabowo Kelak

Nasional
Minta Tiket Lebaran Tak Dinaikkan, Mendagri: Jangan Aji Mumpung

Minta Tiket Lebaran Tak Dinaikkan, Mendagri: Jangan Aji Mumpung

Nasional
Mendagri Minta Harga Tiket Transportasi Lebaran Tak Dinaikkan

Mendagri Minta Harga Tiket Transportasi Lebaran Tak Dinaikkan

Nasional
Mendagri Minta Pemda Salurkan THR dan Gaji Ke-13 Tepat Waktu

Mendagri Minta Pemda Salurkan THR dan Gaji Ke-13 Tepat Waktu

Nasional
Tanggal 21 Maret 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 21 Maret 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
AHY Siap Sediakan Lahan untuk 14 PSN Baru, Statusnya Harus 'Clean and Clear'

AHY Siap Sediakan Lahan untuk 14 PSN Baru, Statusnya Harus "Clean and Clear"

Nasional
Prabowo-Gibran Menang di Papua Barat Daya, Provinsi Terbaru Hasil Pemekaran

Prabowo-Gibran Menang di Papua Barat Daya, Provinsi Terbaru Hasil Pemekaran

Nasional
Baleg dan Pemerintah Sepakat RUU DKJ Dibawa Ke Paripurna, Hanya Fraksi PKS Menolak

Baleg dan Pemerintah Sepakat RUU DKJ Dibawa Ke Paripurna, Hanya Fraksi PKS Menolak

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com