JAKARTA, KOMPAS.com - Indonesia Corruption Watch (ICW) mengusulkan agar anggaran dana hibah dan bantuan sosial di pemerintah daerah dimoratorium atau dihentikan sementara.
Menurut ICW, hal itu perlu dilakukan tahun ini karena memasuki tahun politik. Pada pertengahan tahun nanti, Pilkada Serentak 2018 akan digelar di 171 daerah.
"Dimoratorium saja," ujar Koordinator Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan ICW Tama Satya Langkun di Jakarta, Selasa (16/1/2018).
Menurut Tama, kekhawatiran Ombudsman akan terjadinya pelanggaran maladministrasi pengelolaan anggaran di daerah pada tahun politik sangat beralasan.
Petahana yang akan maju lagi pada pilkada dapat menggunakan sumber daya yang ada untuk menang. Salah satunya, yaitu anggaran daerah, terutama dana hibah dan bansos.
(Baca juga: Langkah Kemendagri agar Dana Hibah dan Bansos Tak Disalahgunakan Saat Pilkada)
Bukan hal baru, kata Tama, jika dana hibah dan bansos pemerintah daerah melonjak menjelang Pilkada. Dana tersebut kerap dimanfaatkan petahana untuk memuluskan jalannya terpilih lagi.
"Bansos dan hibah ini tidak seperti anggaran lainnya. Kalau anggaran lain kan rigid, ada kuasa pengguna anggaran, e-catalogue. Maka saat uang keluar, dia akan masuk ke mekanisme itu," kata Tama.
(Baca juga: ICW Curiga Mahar Politik Pilkada 2018 untuk Biayai Pemilu 2019)
Selain moratorium, ICW juga menilai bahwa pengawasan perlu diperketat. Untuk daerah yang kaya sumber daya alam, korupsi bisa terjadi hasil tawar menawar konsesi tambang atau perkebunan.
Sebelumnya, Ombudsman RI menilai tahun 2018 akan menjadi tahun yang rawan pelanggaran administrasi atau maladmistrasi, karena adanya gelaran pilkada.
"Karena fokus orang kepada perebutan kekuasaan utamanya itu di daerah-daeeah," ujar Anggota Ombudsman Laode Ida di Jakarta, Jumat (5/1/2018).
Menurut Laode Ida, anggaran daerah rawan disalahgunakan oleh kepala daerah atau birokrasi di daerah untuk kepentingan politiknya. Apalagi bila kepala daerah tersebut ikut maju kembali pada Pilkada 2018.