Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Syafruddin Temenggung Klaim yang Dilakukannya di BPPN Sesuai Aturan

Kompas.com - 21/12/2017, 18:06 WIB
Robertus Belarminus

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Tersangka kasus penerbitan Surat Keterangan Lunas (SKL) dalam Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) kepada Sjamsul Nursalim, Syafruddin Arsyad Temenggung, tetap pada keyakinan bahwa apa yang dilakukannya sesuai aturan.

Mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) itu mengatakan, SKL untuk Sjamsul selaku pemegang saham pengendali BDNI yang dikeluarkannya itu sudah melalui persetujuan Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK). 

"Saya jelaskan yang saya kerjakan di BPPN itu sudah sesuai dengan aturan semua, dan sudah diaudit BPK, dan semua sudah dikerjakan dengan sebaik-baiknya," kata Syafruddin, di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta, Kamis (21/12/2017).

Pada hari ini, seusai menjalani pemeriksaan sebagai tersangka, Syafruddin ditahan KPK.

Baca juga: KPK Tahan Mantan Kepala BPPN Syafruddin Temenggung

Syafruddin mengatakan, kebijakan yang dilakukannya merujuk keputusan KKSK nomor 01/K.KKSK/03/2004 Tanggal 17 Maret 2004, yang dinilainya menyetujui pemberian bukti penyelesaian kewajiban terhadap Sjamsul.

"Semua sudah ada persetujuan dari KKSK, dari semuanya. Saya hanya mengikuti aturan," ujar Syafruddin.

Syafruddin kemudian menunjukkan buku audit dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tahun 2006. Menurut dia, BPK berpendapat Sjamsul termasuk yang layak diberikan SKL.

"Saya sudah punya buku ini, jadi semua yang saya kerjakan di BPPN sudah seperti ini. Jadi ini sudah ada semua," ujar Syafruddin, sambil menunjukkan buku audit dari BPK berwarna kuning.

Baca juga: Ini Kesimpulan KPK Tanggapi Praperadilan Mantan Kepala BPPN

Soal temuan dugaan kerugian negara senilai Rp 4,58 triliun dalam audit BPK 2017, menurut Syafruddin, karena hak tagih utang petambak Rp 4,8 triliun, yang menjadi bagian pembayaran utang Sjamsul Nursalim ke BPPN, dijual Rp 220 miliar oleh Menteri Keuangan pada 2007.

Hal ini menyebabkan ada dugaan kerugian negara Rp 4,58 triliun.

Dia mengklaim, selama memimpin BPPN, tidak pernah menghapuskan utang petambak. 

"Kalaupun ada potensi kerugian negara, yang melaksanakan penjualan bukan kami, tetapi Menteri Keuangan dan PT PPA. Dan waktu penjualannya setelah BPPN tutup tahun 2004," ujar Syafruddin.

Syafruddin menganggap KPK salah menetapkannya sebagai tersangka dalam kasus ini. Dia juga membantah ada imbalan yang didapat dari menerbitkan SKL untuk Sjamsul.

Kompas TV Kontroversi Bebas Bersyarat Jaksa Urip (Bag 1)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Nasional
Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Nasional
Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Nasional
Ganjar Bubarkan TPN

Ganjar Bubarkan TPN

Nasional
BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

Nasional
TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

Nasional
Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong 'Presidential Club'

Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong "Presidential Club"

Nasional
Ide 'Presidential Club' Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

Ide "Presidential Club" Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

Nasional
Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

Nasional
Pro-Kontra 'Presidential Club', Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Pro-Kontra "Presidential Club", Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Nasional
Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Nasional
Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Nasional
SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

Nasional
Saksi Mengaku Pernah Ditagih Uang Pembelian Senjata oleh Ajudan SYL

Saksi Mengaku Pernah Ditagih Uang Pembelian Senjata oleh Ajudan SYL

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com