JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Umum Organisasi Kesejahteraan Rakyat (Orkestra) Poempida Hidayatulloh mengatakan, polemik dualisme di tubuh Partai Golkar dan kepemimpinan Setya Novanto yang tersandera kasus korupsi cukup berpengaruh terhadap elektabilitas Partai Golkar.
Berdasarkan survei yang dilakukan Orkestra dari tanggal 6-20 November 2017, elektabilitas Golkar berada di level 7,3 persen. Angka tersebut jauh di bawah perolehan partai berlambang beringin itu pada pemilu 2014 yang mencapai 14,75 persen.
"Yang menarik, temuan survei adalah jebloknya elektabilitas Golkar dari 14 persen Pileg 2014, saat ini turun jauh elektabilitas Golkar tinggal 7,3 persen," kata Poempida dalam konferensi pers hasil survei Orkestra, di Jakarta, Minggu (3/12/2017).
Menurut Direktur Eksekutif Polcomm Institute Heri Budianto, memperhatikan berbagai survei yang dilakukan sejumlah lembaga, sudah saatnya Setya Novanto mengibarkan bendera putih.
Baca juga : Politisi Golkar Sebut Setya Novanto Sudah Siap Mundur, tetapi...
"Karena kalau tidak segera melakukan Munaslub, sekarang survei manapun, tren Golkar itu turun," ucap Heri.
Heri lebih lanjut mengatakan, selesai dengan masalah dualisme kepemimpinan antara Agung Laksono dan Abu Rizal Bakrie, Golkar kembali harus menghadapi badai Setya Novanto.
"Dan Golkar harus segera diselamatkan. Kalau enggak, partai ini babak belur. Caranya apa? Ganti Ketum. Sebab, kalau betul-betul di bawah 10 persen, tamat Golkar," ucap Heri.
Heri memperkirakan akan ada 76 juta pemilih muda di pemilu 2019 mendatang, atau 40 persen dari total jumlah pemilih yang mencapai 190 juta orang. Para pemilih muda ini kebanyakan datang dari generasi milenial.
"Saya menyarankan Golkar segera ambil tokoh muda untuk menggantikan Pak Setya Novanto," kata dia lagi.
"Hari ini kita bicara orang muda. Presidennya saja tokoh muda. Masa parpol tokoh tua. Tokoh muda ini sesuai selera pasar karena politik itu pasar," pungkasnya.