JAKARTA, KOMPAS.com - Upaya satuan tugas terpadu Brimob Polri dan TNI untuk menyelamatkan para sandera di Kampung Banti, Kimbely, dan Longsoran di Mimika, Papua, membuahkan hasil.
Awalnya, negosiasi sebagai bentuk dari pendekatan lembut dilakukan namun ternyata tidak ampuh. Strategi pun berubah.
Operasi senyap pun dilakukan. Kopassus dan Tim Intai Kostrad mengingati lokasi penyekapan selama 5 hari. Sebanyak 13 personel Kopassus dan 10 personel Kostrad berada dalam tim ini.
Mereka mengendap dan memantau pergerakan kelompok kriminal bersenjata yang membaur dengan warga sipil.
(Baca juga : Polri Siap Hadapi Perlawanan Balik Kelompok Bersenjata di Papua)
Upaya tersebut mendapat perlawanan dari KKSB yang terus menghujani aparat dan warga dengan tembakan dari jarak jauh. Akhirnya, pasukan TNI dan Brimob bergerak menyerbu Kampung Kimbely dan Banti.
Kelompok separatis bersenjata itu lantas berhamburan menyelamatkan diri ke dalam hutan dan ke area ketinggian sambil terus menyerang aparat dengan tembakan bertubi-tubi.
(Baca juga : TNI-Polri Kembali Evakuasi 804 Sandera Kelompok Bersenjata di Papua)
Setelah kelompok tersebut menghilang dari pandangan, aparat gabungan TNI dan Polri lain bergegas menuju dua kampung itu untuk membebaskan sandera. Sebanyak 344 warga pendatang dibawa ke Timika untuk mendapat perlindungan.
"Masyarakat asli Papua masih bertahan di sana. Dari dialog antara TNI-Polri dengan pemuka setempat dibantu tokoh adat, pastur, akhirnya mereka mau dievakuasi," ujar Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen Pol Rikwanto.
Akhirnya, warga yang dievakuasi bertambah sekitar 800 orang. Mereka merupakan warga asli Kampung Banti dan Kimbely. Ratusan warga meminta dievakuasi karena menipisnya persediaan obat, makanan, hingga alasan keamanan.
Tim Berpencar
Rikwanto mengatakan, satgas terpadu memisahkan diri menjadi dua bagian, yakni untuk penanganan evakuasi sandera dan pengejaran KKSB.
Di Mimika, warga ditampung di Gedung Eme Neme Yauware milik Pemda Timika. Rikwanto memastikan warga akan dipenuhi kebutuhannya dengan baik oleh pemerintah setempat dan Dinas Sosial.
Namun, belum dapat diperkirakan sampai kapan mereka berada di tempat penampungan.
"Kita pendataan dulu, kemudian akan dibahas masalah pekerjaan, keluarga, dan tempat tinggal mana yang dianggap layak," kata Rikwanto.
Warga diharapkan tidak kembali ke kampungnya karena khawatir kembali disandera kelompok bersenjata.