JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar hukum tata negara, Refly Harun menilai pelaksanaan hak angket oleh DPR tidak tepat jika dilakukan terhadap KPK. Refly menyampaikan hal tersebut sebagai ahli yang diajukan KPK sebagai pihak terkait dalam sidang uji materi terkait pansus hak angket.
Menurut Refly, pelaksanaan hak angket DPR terhadap KPK merupakan pelanggaran terhadap batasan hak angket. Dengan adanya pelanggaran tersebut, maka pansus hak angket berpotensi menghasilkan rekomendasi yang tidak jelas.
Dia pun sempat mencontohkan pelaksanaan hak angket DPR terhadap Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada tahun 2009. Saat itu DPR menggunakan hak angket terkait kisruh daftar pemilih tetap (DPT).
"Hak ini pernah juga dilaksanakan terhadap KPU misalnya, tapi kita tahu ujungnya tidak jelas," ujar Refly saat memberikan keterangan ahli dalam sidang uji materi pasal 79 ayat (3) UU MD3 di Mahkamah Konstitusi, Jakarta Pusat, Rabu (25/10/2017).
(Baca: Ahli Pemerintah Sebut Pansus Angket KPK "Buah dari Pohon Beracun")
Refly menjelaskan, sesuai ketentuan pasal 79 ayat (3) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (UU MD3), hak angket hanya dapat ditujukan terhadap pemerintah dalam rangka check and balances.
Sementara, lanjut Refly, KPK bukan merupakan bagian dari pemerintah dan tidak memiliki kekuasaan dalam sistem pemerintahan.
Pasal 79 ayat (3) UU MD3 menyatakan hak angket sebagai hak DPR untuk melakukan penyelidikan terhadap pelaksanaan suatu undang-undang dan atau kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan hal penting, strategis, dan berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
Hak untuk melakukan penyelidikan tersebut dilakukan terhadap pelaksanaan suatu undang-undang yang dilaksanakan sendiri oleh Presiden, Wakil Presiden, menteri negara, Panglima TNI, Kapolri, Jaksa Agung, atau pimpinan lembaga pemerintah non kementerian.
"Dengan demikian hak angket ini adalah alat yang luar biasa bagi DPR agar dalam sistem pemerintahan presidensil, DPR dihormati oleh presiden. Karena kita tahu, tidak seperti dalam sistem parlementer dimana parlemen memiliki hak yang sangat kuat," kata Refly.
(Baca: Diancam Panggil Paksa oleh Pansus Angket, Ini Tanggapan KPK)
"Jadi bisa dibayangkan kalau hak angket ini sifatnya menjadi biasa karena digunakan terhadap lembaga yang tidak memiliki kekuasaan dalam sistem pemerintahan," ucapnya.
Pengujian materi pasal 79 ayat (3) UU MD3 terkait pembentukan pansus hak angket KPK diajukan oleh empat pemohon.
Keempat pemohon tersebut adalah Forum Kajian Hukum dan Konstitusi, Direktur LIRA Institute Horas Naiborhu, pegawai KPK dan koalisi masyarakat sipil yang tergabung dalam Tim Advokasi Selamatkan KPK dari Angket DPR.
Dalam sidang yang dipimpin oleh ketua MK Arief Hidayat itu hakim mendengarkan keterangan ahli presiden dan pihak terkait, yakni KPK. Hadir pula dalam sidang tersebut perwakilan pemerintahan, DPR dan KPK.