Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Komnas HAM Tak Akan Tindak Lanjuti Dokumen AS soal Tragedi 1965

Kompas.com - 24/10/2017, 15:55 WIB
Moh. Nadlir

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisioner Komnas HAM Muhammad Nurkhoiron mengatakan, Komnas HAM tak bisa menggunakan 39 dokumen tentang peristiwa 30 September 1965 milik Pemerintah Amerika Serikat sebagai bukti untuk penyelesaian kasus tersebut.

Hal itu disampaikannya menanggapi permintaan Ketua Yayasan Penelitian Korban Pembunuhan 1965-1966, Bedjo Untung. /

Bedjo meminta Komnas HAM menindaklanjuti dokumen tersebut dan memasukkannya sebagai bukti tambahan.

"Lebih tepatnya dijadikan petunjuk. Petunjuk ada dokumen-dokumen baru yang perlu ditelusuri kembali. Misal polanya sistematis dan meluas," kata Nurkhoiron, di Kantor Komnas HAM, Jakarta Pusat, Selasa (24/10/2017).

"Misal keterlibatan Soeharto, itu petunjuk. Tapi untuk membuktikan Soeharto terlibat, kan harus ada surat perintahnya, bagaimana komandonya," lanjut dia.

Baca: Komnas HAM Diminta Gunakan Dokumen AS soal 1965 untuk Langkah Yudisial

Oleh karena itu, menurut dia, tidak tepat jika Komnas HAM diminta untuk menindaklanjuti dokumen setebal 30.000 halaman tersebut.

"Itu bukan Komnas HAM. Komnas HAM sudah selesai sebelum ada klasifikasi dokumen itu. Komnas HAM penyelidikannya sudah selesai dan disampaikan ke Kejaksaan Agung," kata Nurkhoiron.

Pada hari ini, Bedjo Untung mendatangi Komnas HAM dan menyampaikan permintaannya.

"Temuan ini saya mohon Komnas HAM segera tindak lanjuti minta dokumennya dan jadi bahan bukti. Saya harap Komnas HAM lakukan penyelidikan, jangan sampai hanya berhenti di Kejagung," kata Bedjo.

Menurut Bedjo, dokumen yang berasal dari National Security Archive (NSA), National Declassification Center (NDC), dan lembaga negara National Archives and Records Administration (NARA) Amerika Serikat itu bisa menjadi bukti kuat dasar pembantaian pada 1965-1966 adalah rekayasa.

Baca juga: Dibukanya Dokumen AS soal 1965 Dinilai Jadi Momentum Ungkap Kebenaran

"Rekayasa dari CIA kerja sama dengan TNI Angkatan Darat untuk menggulingkan Bung Karno dengan lebih dulu menghancurkan PKI. Ini bukti valid. Tuduhan orde baru ke PKI tidak betul," kata Bedjo. 

Sebelumnya, Direktur Amnesti Internasional Indonesia, Usman Hamid, meminta Komnas HAM untuk menggunakan arsip 1965 milik AS itu guna melengkapi dokumen kejahatan kemanusiaan 1965 yang telah dimiliki Komnas HAM.

"Komnas HAM kami imbau untuk mengambil langkah proaktif menggunakan arsip yang baru dibuka sebagai pelengkap informasi upaya pengusutan kejahatan kemanusiaan peristiwa 1965," kata Usman.

Usman mengatakan, dibukanya dokumen terkait tragedi 1965 milik AS itu penting untuk menambah bahan informasi bagi Indonesia, khususnya Komnas HAM dalam mengumpulkan fakta peristiwa tragedi 1965-1966.

"Yang penting dari dokumen itu adalah penggambaran pembunuhan itu terjadi. Siapa saja yang terlibat, hingga bagaimana pemerintah AS terlibat. Momentum baru sangat mungkin diciptakan kalau ada kemauan Pemerintah," kata dia.  

Kompas TV Jajaran TNI di seluruh wilayah menggelar nonton bareng film pengkhianatan G30S/PKI atas perintah panglima TNI, Jenderal Gatot Nurmantyo.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Cak Imin: Bansos Cepat Dirasakan Masyarakat, tapi Tak Memberdayakan

Cak Imin: Bansos Cepat Dirasakan Masyarakat, tapi Tak Memberdayakan

Nasional
Cak Imin: Percayalah, PKB kalau Berkuasa Tak Akan Lakukan Kriminalisasi...

Cak Imin: Percayalah, PKB kalau Berkuasa Tak Akan Lakukan Kriminalisasi...

Nasional
Gerindra Lirik Dedi Mulyadi untuk Maju Pilkada Jabar 2024

Gerindra Lirik Dedi Mulyadi untuk Maju Pilkada Jabar 2024

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati soal Susunan Kabinet, Masinton: Cuma Gimik

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati soal Susunan Kabinet, Masinton: Cuma Gimik

Nasional
Kementerian KP Perkuat Standar Kompetensi Pengelolaan Sidat dan Arwana

Kementerian KP Perkuat Standar Kompetensi Pengelolaan Sidat dan Arwana

Nasional
Bupati Sidoarjo Berulang Kali Terjerat Korupsi, Cak Imin Peringatkan Calon Kepala Daerah Tak Main-main

Bupati Sidoarjo Berulang Kali Terjerat Korupsi, Cak Imin Peringatkan Calon Kepala Daerah Tak Main-main

Nasional
Wapres Ajak Masyarakat Tetap Dukung Timnas U-23 demi Lolos Olimpiade

Wapres Ajak Masyarakat Tetap Dukung Timnas U-23 demi Lolos Olimpiade

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati terkait Susunan Kabinet

Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati terkait Susunan Kabinet

Nasional
Soal Dukungan PKB untuk Khofifah, Cak Imin: Kalau Daftar, Kita Sambut

Soal Dukungan PKB untuk Khofifah, Cak Imin: Kalau Daftar, Kita Sambut

Nasional
Jubir Sebut Luhut Hanya Beri Saran ke Prabowo soal Jangan Bawa Orang 'Toxic'

Jubir Sebut Luhut Hanya Beri Saran ke Prabowo soal Jangan Bawa Orang "Toxic"

Nasional
Muslimat NU Kirim Bantuan Kemanusiaan Rp 2 Miliar ke Palestina

Muslimat NU Kirim Bantuan Kemanusiaan Rp 2 Miliar ke Palestina

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang 'Toxic', Projo: Nasihat Bagus

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang "Toxic", Projo: Nasihat Bagus

Nasional
Buktikan Kinerja Unggul, Pertamina Hulu Energi Optimalkan Kapabilitas Perusahaan

Buktikan Kinerja Unggul, Pertamina Hulu Energi Optimalkan Kapabilitas Perusahaan

Nasional
Gerindra Sebut Jokowi Justru Dorong Prabowo untuk Bertemu Megawati

Gerindra Sebut Jokowi Justru Dorong Prabowo untuk Bertemu Megawati

Nasional
Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com