JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Menteri Dalam Negeri, Gamawan Fauzi, menyesalkan tidak adanya laporan mengenai penggelembungan anggaran (mark up) dalam proyek e-KTP.
Padahal, Gamawan telah meminta agar proyek tersebut diaudit.
Hal itu dikatakan Gamawan saat bersaksi di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (9/10/2017). Dia bersaksi untuk terdakwa Andi Agustinus alias Andi Narogong.
"Itu lah yang saya sesalkan sekarang, kenapa dulu tidak ada laporan mark up. Padahal, dua kali diaudit BPKP," ujar Gamawan kepada majelis hakim.
Baca: Sering Ditanya soal Uang E-KTP, Gamawan Selalu Kantongi Kuitansi
Menurut Gamawan, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) pernah dua kali melakukan audit proyek e-KTP.
Audit dilakukan terhadap dua hal, yakni harga perkiraan sendiri (HPS) dan audit mengenai proses tender atau pelelangan.
Selain itu, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pernah melakukan audit pemeriksaan dengan tujuan tertentu (PDTT). Menurut Gamawan, BPK melakukan post audit.
"Diperiksa BPK tiga kali enggak ada menyatakan ada KKN. Lalu ada laporan persaingan usaha persekongkolan, sampai menang inkrah tidak ada bukti persekongkolan," kata Gamawan.
Baca: Penjelasan Gamawan Fauzi soal Jalan-jalan ke Singapura
Gamawan mengatakan, jika sejak awal ia mengetahui adanya mark up dalam proyek e-KTP, ia pasti menghentikan proyek senilai Rp 5,9 triliun itu.
Dalam kasus ini, Andi Narogong didakwa telah merugikan negara sebesar Rp 2,3 triliun dalam proyek e-KTP.
Menurut jaksa, Andi diduga terlibat dalam pemberian suap terkait proses penganggaran proyek e-KTP di DPR RI, untuk tahun anggaran 2011-2013.
Selain itu, Andi berperan dalam mengarahkan dan memenangkan Konsorsium PNRI menjadi pelaksana proyek pengadaan e-KTP.
Andi diduga mengatur pengadaan dalam proyek e-KTP bersama-sama dengan Setya Novanto.