Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemerintah-DPR Sepakat Hapus "Pasal Guantanamo" dari RUU Antiterorisme

Kompas.com - 05/10/2017, 09:12 WIB
Nabilla Tashandra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sepakat menghapus Pasal 43 A dalam draf revisi Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.

Wakil Ketua Pansus RUU Antiterorisme, Supiadin Aries Saputra menyampaikan, "pasal Guantanamo" itu dihapus karena mempertimbangkan sejumlah hal, salah satunya berkaitan dengan hak asasi manusia.

"Ya melanggar HAM dong. Bagaimana orang tidak jelas bisa ditangkap, ditahan, dipenjarakan untuk waktu 60 hari. Dasar hukumnya apa?" kata Supiadin di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (4/10/2017).

Supiadin menambahkan, pada perjalanan pembahasan, pemerintah lah yang lebih dulu meminta pasal itu dihapus. Hal itu dilakukan pemerintah agar pasal itu tak menjadi masalah di kemudian hari.

"Belum sempat dibahas, mereka sudah drop. Jadi kami kan sudah sering berdiskusi soal itu," ujar Anggota Komisi I DPR itu.

(Baca juga: Pasal ?Guantanamo? di RUU Antiterorisme Penuh Kontroversi)

Sementara, untuk menindak terduga teroris, menurut Supiadin, sudah ada pasal penangkapan. Sehingga penangkapan harus disertai alat bukti.

"Di depan sudah ada pasal penangkapannya, harus didahului dua alat bukti permulaan yang cukup," ucap dia.

Adapun "pasal Guantanamo" sejak awal pembahasan dinilai sejumlah pihak sebagai salah satu pasal yang kontroversial dalam draf revisi UU Antiterorisme.

Disebut dengan istilah "Pasal Guantanamo", merujuk pada nama penjara milik Amerika Serikat di wilayah Kuba, di mana ratusan orang ditangkap dan disembunyikan karena diduga terkait jaringan teroris.

Pasal itu mengatur kewenangan penyidik maupun penuntut untuk menahan seseorang yang diduga terkait kelompok teroris selama enam bulan.

(Baca juga: Pimpinan Pansus RUU Antiterorisme Nilai "Pasal Guantanamo" Mestinya Tak Perlu Ada)

Beberapa pihak menilai, ada banyak celah untuk penyalahgunaan wewenang pada pasal tersebut, termasuk hakim Mahkamah Agung.

"Pasal 43 A ini harusnya dibuang saja karena tidak sesuai dengan kaidah hukum yang adil yakni terkait penahanan dan penangkapan," kata Hakim MA, Salman Luthan.

Menurut dia, dalam sistem demokrasi, seharusnya hukum diatur dengan prinsip demokrasi. Keberadaan Pasal 43 A dalam draf RUU Antiterorisme dianggapnya kembali ke era otoritarian.

Kompas TV Siapa Hambat Revisi UU Terorisme - Dua Arah (Bag 2)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Niat Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati soal Kabinet Dimentahkan PDI-P

Niat Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati soal Kabinet Dimentahkan PDI-P

Nasional
SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

Nasional
'Presidential Club', 'Cancel Culture', dan Pengalaman Global

"Presidential Club", "Cancel Culture", dan Pengalaman Global

Nasional
Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili di Kasus Gratifikasi dan TPPU

Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili di Kasus Gratifikasi dan TPPU

Nasional
Respons Partai Pendukung Prabowo Usai Luhut Pesan Tak Bawa Orang 'Toxic' ke Dalam Pemerintahan

Respons Partai Pendukung Prabowo Usai Luhut Pesan Tak Bawa Orang "Toxic" ke Dalam Pemerintahan

Nasional
Bongkar Dugaan Pemerasan oleh SYL, KPK Hadirkan Pejabat Rumah Tangga Kementan

Bongkar Dugaan Pemerasan oleh SYL, KPK Hadirkan Pejabat Rumah Tangga Kementan

Nasional
Soal Maju Pilkada DKI 2024, Anies: Semua Panggilan Tugas Selalu Dipertimbangkan Serius

Soal Maju Pilkada DKI 2024, Anies: Semua Panggilan Tugas Selalu Dipertimbangkan Serius

Nasional
Kloter Pertama Jemaah Haji Indonesia Dijadwalkan Berangkat 12 Mei 2024

Kloter Pertama Jemaah Haji Indonesia Dijadwalkan Berangkat 12 Mei 2024

Nasional
Saat Jokowi Sebut Tak Masalah Minta Saran Terkait Kabinet Prabowo-Gibran...

Saat Jokowi Sebut Tak Masalah Minta Saran Terkait Kabinet Prabowo-Gibran...

Nasional
'Presidential Club' Ide Prabowo: Dianggap Cemerlang, tapi Diprediksi Sulit Satukan Jokowi-Megawati

"Presidential Club" Ide Prabowo: Dianggap Cemerlang, tapi Diprediksi Sulit Satukan Jokowi-Megawati

Nasional
[POPULER NASIONAL] Masinton Sebut Gibran Gimik | Projo Nilai PDI-P Baperan dan Tak Dewasa Berpolitik

[POPULER NASIONAL] Masinton Sebut Gibran Gimik | Projo Nilai PDI-P Baperan dan Tak Dewasa Berpolitik

Nasional
Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com