Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Ganjar Pranowo
Gubernur Jateng

Gubernur Jawa Tengah

OTT KPK dan Ke-"ndablek"-an Publik

Kompas.com - 29/09/2017, 22:22 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorAmir Sodikin

ADA yang ditangkap di kantor, ada yang sedang rapat, bahkan ketika mandi. Ada yang ditangkap saat menerima uang, setelah transaksi, atau setelah penyuapnya pergi.

Terlepas dari perdebatan definisi, secara mudah semua kejadian penangkapan pejabat negara itu oleh KPK disebut operasi tangkap tangan (OTT).

Enambelas kali OTT pada 2016 adalah OTT terbanyak dalam setahun sepanjang sejarah KPK. Tapi tahun 2017 ini, KPK berpeluang memecahkan rekor. Hingga September, pelaksanaan OTT sudah menyamai jumlah tahun sebelumnya.

Setiap orang tentu boleh mengemukakan analisisnya. Tapi dari semua kemungkinan, saya berharap semoga maraknya OTT akhir-akhir ini bukan dipicu kontestasi dengan DPR yang sedang menggulirkan pansus hak angket KPK.

Pansus mulai bekerja Juni. Sejak itu rangkaian OTT gencar digelar KPK. Seolah-olah, tegangnya suasana Senayan diimbangi dengan penangkapan kepala daerah di mana-mana. Sekali lagi kita tidak boleh membaca begitu.

Baca juga: Pimpinan KPK: Baru Dua Minggu Kita Dari Sana, Dia Kena OTT

Sebab ada pansus atau tidak, ketika terjadi korupsi memang tidak boleh dibiarkan. KPK harus bertindak. Korupsi kecil atau besar, uang jutaan atau triliunan, dan tak peduli siapapun pelakunya, harus ditangkap.

Korupsi adalah kejahatan luar biasa yang penanganannya juga harus extraordinary. Itulah mengapa KPK dilengkapi dengan berbagai perangkat penegakan hukum dari pencegahan hingga penindakan.

Mereka bertugas menangkap pejabat publik yang telah merampok uang negara, uang rakyat. Menangkap mereka yang mengkhianati kepercayaan rakyat dan sumpahnya pada Tuhan.

Saya ingat tahun lalu. Tepatnya 12 Februari 2016 ketika Presiden Jokowi melantik tujuh gubernur dan wakil gubernur hasil pilkada serentak 2015.

Seperti biasa, para pejabat baru itu diambil sumpah atas nama agama dan kitab suci. Tapi, bunyi sumpahnya ternyata ada tambahan.

Selain menyatakan siap menjalankan tugas dengan berpegang teguh pada Pancasila dan UUD 1945, pejabat baru itu juga bersumpah akan menolak berbagai macam pemberian.

"Demi Allah saya bersumpah bahwa saya tidak akan menerima hadiah atau suatu pemberian berupa apa saja, dari siapa pun juga yang saya tahu atau patut dapat mengira bahwa dia mempunyai hal yang bersangkutan atau mungkin bersangkutan dengan jabatan atau pekerjaan saya," ucap para kepala daerah tersebut secara serentak.

Sumpah khusus terkait korupsi, gratifikasi, atau suap ini sebelumnya tidak pernah ada. Harapannya, tentu saja para kepala daerah itu akan mengingat bahwa pernah bersumpah demi kitab suci yang pertanggungjawabannya tidak hanya dunia, tapi juga akhirat.

Namun, ternyata sumpah itu tidak menjadi jaminan. Satu tahun empat bulan setelahnya, salah satu gubernur itu tertangkap OTT KPK.

Baiklah. Ternyata sumpah tidak korupsi pun bukan jaminan. Harus ada cara lain yang lebih teknis untuk mencegah korupsi. Jika tidak bisa menutup celah seluruhnya, minimal mempersulit.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Gerindra Pastikan Tetap Terbuka untuk Kritik

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Gerindra Pastikan Tetap Terbuka untuk Kritik

Nasional
Kabinet Prabowo: Antara Pemerintahan Kuat dan Efektif

Kabinet Prabowo: Antara Pemerintahan Kuat dan Efektif

Nasional
Gerindra Jelaskan Maksud Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Tak Mau Kerja Sama

Gerindra Jelaskan Maksud Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Tak Mau Kerja Sama

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

Nasional
Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Nasional
Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Nasional
Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Nasional
Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Nasional
Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Nasional
7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

Nasional
Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Nasional
Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Nasional
Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com