Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kontras Khawatir Isu PKI dan Komunisme Dijadikan Alat Politik

Kompas.com - 20/09/2017, 19:14 WIB
Estu Suryowati

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Pengepungan kantor Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) di kawasan Menteng, Jakarta Pusat akhir pekan lalu menjadi perhatian banyak pihak.

Maraknya informasi palsu atau hoaks mengenai gerakan terkait Partai Komunis Indonesia, ternyata mampu memobilisasi massa secara cepat, bahkan disertai aksi kekerasan.

Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Yati Andriyani mengatakan, nyatanya aksi pengepungan kantor YLBHI menunjukkan bahwa isu tersebut masih sangat sensitif di masyarakat.

Yati mengatakan, isu PKI ini sama sensitifnya dengan isu SARA dan sangat potensial untuk menggerakkan massa. Oleh karena itu, ia pun khawatir bila isu PKI ini menjadi alat untuk mencapai kepentingan politis.

"Kita belajar sekali dari Pilkada DKI Jakarta, isu agama menjadi satu cara yang paling ampuh untuk meraup dukungan politik. Jangan sampai isu komunisme ini juga terus dijadikan hantu, dijadikan cara, alat untuk meraup kepentingan politis baik di pilkada serentak atau Pemilu 2019," kata Yati, usai diskusi di Hotel Aryaduta, Jakarta, Rabu (20/9/2017).

(Baca juga: Eks Gitaris Banda Neira Galang Donasi untuk Perbaikan Kantor YLBHI)

Lebih lanjut Yati mengatakan, Tragedi 1965/1966 hingga saat ini masih menyisakan banyak persoalan di masyarakat. Ada stigmatisasi dan diskriminasi yang tidak hanya terjadi pada satu lapisan masyarakat, melainkan di banyak lapisan.

"Itulah sebetulnya mengapa penting bagi negara ini, untuk membuka ruang-ruang luka bangsa ini untuk diobati," ucap Yati.

Saat dikonfirmasi apakah isu PKI yang dimunculkan akhir-akhir ini berkaitan dengan kontestasi politik menuju 2019, Yati mengatakan banyak dugaan ataupun skenario yang berkembang dari penyerangan kantor YLBHI akhir pekan lalu.

"Tapi yang mau saya bilang, isu PKI, komunisme, itu isu sangat sensitif dan sangat gampang dan mudah digunakan untuk tujuan politik tertentu. Dan tujuan-tujuan politik itu bisa saja terkait 2019," ujar Yati.

Sebelumnya, ratusan orang mengepung kantor YLBHI di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, pada Minggu (17/9/2017) malam hingga Senin (18/9/2017) dini hari. Massa yang berkumpul juga melakukan tindakan anarkhis seperti melempar botol beling dan batu.

(baca: Kronologi Pengepungan Kantor YLBHI)

Sejauh ini, polisi telah mengamankan 12 orang terkait aksi pengepungan kantor YLBHI. Sebanyak tujuh orang diantaranya ditetapkan sebagai tersangka.

(Baca: Polisi Tetapkan 7 Tersangka Terkait Pengepungan Kantor YLBHI)

Kompas TV YLBHI meyakini penyerbuan kantor LBH Jakarta dilakukan secara terorganisasi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Jokowi Soroti Banyak Program Pemerintah Pusat dan Daerah yang Tak Sinkron

Jokowi Soroti Banyak Program Pemerintah Pusat dan Daerah yang Tak Sinkron

Nasional
KPK Tak Hadir, Sidang Gugatan Status Tersangka Gus Muhdlor Ditunda

KPK Tak Hadir, Sidang Gugatan Status Tersangka Gus Muhdlor Ditunda

Nasional
Sebut Prabowo Tak Miliki Hambatan Psikologis Bertemu PKS, Gerindra: Soal Teknis Saja

Sebut Prabowo Tak Miliki Hambatan Psikologis Bertemu PKS, Gerindra: Soal Teknis Saja

Nasional
Saat Jokowi Pura-pura Jadi Wartawan lalu Hindari Sesi 'Doorstop' Media...

Saat Jokowi Pura-pura Jadi Wartawan lalu Hindari Sesi "Doorstop" Media...

Nasional
Dampak UU DKJ, Usia Kendaraan di Jakarta Bakal Dibatasi

Dampak UU DKJ, Usia Kendaraan di Jakarta Bakal Dibatasi

Nasional
Eks Bawahan SYL Mengaku Beri Tip untuk Anggota Paspampres Jokowi

Eks Bawahan SYL Mengaku Beri Tip untuk Anggota Paspampres Jokowi

Nasional
Jokowi Harap Presiden Baru Tuntaskan Pengiriman Alkes ke RS Sasaran

Jokowi Harap Presiden Baru Tuntaskan Pengiriman Alkes ke RS Sasaran

Nasional
Pakar Hukum Sebut Kecil Kemungkinan Gugatan PDI-P ke KPU Dikabulkan PTUN

Pakar Hukum Sebut Kecil Kemungkinan Gugatan PDI-P ke KPU Dikabulkan PTUN

Nasional
Hakim Agung Gazalba Saleh Didakwa Terima Gratifikasi Rp 650 Juta bersama Pengacara

Hakim Agung Gazalba Saleh Didakwa Terima Gratifikasi Rp 650 Juta bersama Pengacara

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang 'Toxic', Pengamat: Siapa Pun yang Jadi Benalu Presiden

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang "Toxic", Pengamat: Siapa Pun yang Jadi Benalu Presiden

Nasional
Syarat Usia Masuk TK, SD, SMP, dan SMA di PPDB 2024

Syarat Usia Masuk TK, SD, SMP, dan SMA di PPDB 2024

Nasional
Jokowi Sebut Semua Negara Takuti 3 Hal, Salah Satunya Harga Minyak

Jokowi Sebut Semua Negara Takuti 3 Hal, Salah Satunya Harga Minyak

Nasional
Demokrat Anggap SBY dan Jokowi Dukung “Presidential Club”, tetapi Megawati Butuh Pendekatan

Demokrat Anggap SBY dan Jokowi Dukung “Presidential Club”, tetapi Megawati Butuh Pendekatan

Nasional
Demokrat Bilang SBY Sambut Baik Ide “Presidential Club” Prabowo

Demokrat Bilang SBY Sambut Baik Ide “Presidential Club” Prabowo

Nasional
Jokowi Kembali Ingatkan agar Anggaran Tidak Habis Dipakai Rapat dan Studi Banding

Jokowi Kembali Ingatkan agar Anggaran Tidak Habis Dipakai Rapat dan Studi Banding

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com