Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tantangan Memutus Rantai Korupsi Kepala Daerah...

Kompas.com - 15/09/2017, 15:48 WIB
Nabilla Tashandra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com – Peneliti Divisi Korupsi Politik Indonesia Corruption Watch (ICW), Almas Sjafrina menuturkan, partai politik harus untuk berani memutus mata rantai korupsi kepala daerah.

Hal ini terkait masih adanya kepala daerah yang tersangkut kasus korupsi di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Menurut dia, partai harus memperbaiki sistem pencalonan di internalnya.

"Memutus rantainya dengan memperbaiki sistem pencalonan di parpol," ujar Almas saat dihubungi, Jumat (15/9/2017).

Salah satunya adalah mencalonkan orang-orang terbaiknya untuk diusung dalam pemilu. Hal itu diyakini dapat secara signifikan mengurangi angka korupsi kepala daerah.

Sebab, ada pula calon-calon kepala daerah yang ingin menjadi kepala daerah untuk mendapatkan akses dan ingin memperkaya diri. Bukan untuk mensejahterakan rakyat.

 "Jadi (pencalonan) bukan faktor uang dan lain-lainnya," kata Almas.

(Baca juga: Banyak Kepala Daerah Korupsi, Mendagri Bakal Perkuat Inspektorat)

Almas menyebutkan, ada banyak faktor yang mendorong kepala daerah terdorong melakukan korupsi. Mulai dari mencari keuntungan pribadi, modal pemenangan pemilu, kepentingan partai, dan faktor lainnya.

Di antara faktor-faktor tersebut, ICW menilai faktor paling mendasar yang mendorong seorang kepala daerah untuk korupsi adalah biaya politik yang tinggi.

Biaya politik tinggi tersebut digunakan untuk beberapa hal, seperti mahar politik, suap untuk mendapatkan dukungan parpol tertentu, jual-beli suara, dan lainnya.

"Ini menjadi faktor paling dasar dan bahaya yang mendorong kepala daerah untuk korupsi," ucapnya.

Saat ini, kata Almas, kepala daerah membutuhkan dana yang besar untuk pemilu. Jika donasi publik tak berjalan, mereka pun terpaksa menggunakan uang pribadi atau mencari donatur besar yang seringkali sifatnya "mengikat".

Belum lagi mereka harus mengeluarkan biaya untuk mempertahankan dukungan publik. Pola-pola tersebut lah yang membuat kepala daerah berpotensi melakukan korupsi.

Meski pola-pola tersebut masih terus terjadi, namun Almas menilai masih ada upaya yang bisa dilakukan untuk memutus mata rantai korupsi pemilu.

"Memutus mata rantainya, selain dengan mempersempit peluang anggaran dapat dicurangi dan meningkatkan pengawasan adalah dengan menekan cost politik tinggi dalam pemilu dan korupsi pemilu," kata dia.

Belum lama, KPK menetapkan lima tersangka dugaan suap di Kabupaten Batubara, Sumatera Utara. Satu di antaranya merupakan Bupati Batubara OK Arya Zulkarnaen.

Kasus ini berkaitan dengan dugaan suap Bupati Batubara pada proyek pengerjaan pembangunan infrastruktur di Kabupaten Batubara tahun 2007.

Dicokoknya OK Arya menambah daftar terlibatnya kepala daerah dalam kasus korupsi. 

Kompas TV Bupati Ditangkap, Warga Berjoget dan Cukur Rambut
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Nasional
Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com