Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ahli Hukum: Hak Angket ke KPK Jaka Sembung Bawa Golok

Kompas.com - 13/09/2017, 17:50 WIB
Fachri Fachrudin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Ahli hukum tata negara Zainal Arifin Mochtar menilai, penggunaan hak angket oleh DPR terhadap KPK tidak tepat. Sebab, hak angket hanya ditujukan untuk Pemerintah.

Pendapat ini disampaikan Zainal dalam sidang uji materi UU Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3) yang digelar di Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta Pusat, Rabu (13/9/2017).

Zainal menjadi ahli hukum yang dihadirkan oleh pemohon uji materi nomor perkara 40/PUU-XV/2017.

"Angket tidak ditujukan selain Pemerintah, Pemerintah lah yang ditujukan," kata Zainal.

Zainal Arifin Mochtar, Direktur Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada. KOMPAS/WAWAN H PRABOWO Zainal Arifin Mochtar, Direktur Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada.
Rekomendasi panitia khusus hak angket yang diputuskan dalam rapat paripurna di DPR nantinya akan disampaikan kepada Presiden Joko Widodo.

(baca: Di Sidang MK, Ahli Hukum Nilai Hak Angket Ganggu Independensi KPK)

Karena diserahkannya ke Presiden, maka menurut Zainal, penggunaan hak angket kepada KPK jadi "salah alamat" atau tidak nyambung.

Zainal mengandaikan, bagaimana jika Presiden merasa persoalan KPK tidak ada kaitan dengannya, namun rekomendasi justru disampaikan kepada pihaknya.

"Menurut saya, menjadi Jaka Sembung bawa golok. Kalau yang disasar KPK tapi rekomendasinya ke Pemerintah. Pemerintah bisa bilang, 'apa problem saya, tiba-tiba anda (DPR) meng-angket KPK (tapi) kok saya yang disuruh ngapa-ngapain, saya yang dihajar'," ucap Zainal.

(baca: Jimly, Yusril dan Romli Jadi Ahli dari DPR Terkait Pansus Angket KPK)

Zainal menambahkan, DPR juga tidak bisa melakukan apa-apa jika pun Presiden menerima tapi rekomendasi tersebut tidak dijalankan oleh KPK.

"Misalnya, rekomendasinya tidak mau dijalankan oleh KPK, terus DPR bisa ngapain?" kata Direktur Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) Universitas Gadjah Mada (UGM) tersebut.

Para pemohon uji materi mengajukan gugatan ke MK dengan alasan bahwa hak angket yang tertuang dalam Pasal 79 Ayat 3 UU MD3 hanya berlaku bagi pemerintah, dan tidak ditujukan kepada lembaga lainnya.

(baca: Istana: Jika Pansus Rekomendasikan Bubarkan KPK, Presiden Jelas Menolak)

Para pemohon, meminta MK mempertegas makna "...dan/atau kebijakan Pemerintah yang berkaitan dengan hal penting, strategis, dan berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan" yang ada di dalam pasal tersebut.

Sidang uji materi hari ini ditujukan untuk pemohon nomor perkara nomor 40/PUU-XV/2017 yang diajukan oleh para pegawai KPK dan Koalisi Masyarakat Sipil Selamatkan KPK, yang permohonannya teregistrasi dengan nomor perkara 47/PUU-XV/2017.

Selain itu, pemohon dengan nomor perkara 36/PUU-XV/2017, yakni gabungan mahasiswa dan dosen Fakultas Hukum yang menamakan dirinya sebagai Forum Kajian Hukum dan Konstitusi, serta Pemohon nomor perkara 37/PUU-XV/2017, yakni Direktur Eksekutif Lira Institute, Horas AM Naiborhu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Bela Jokowi, Projo: PDI-P Baperan Ketika Kalah, Cerminan Ketidakdewasaan Berpolitik

Bela Jokowi, Projo: PDI-P Baperan Ketika Kalah, Cerminan Ketidakdewasaan Berpolitik

Nasional
Cek Lokasi Lahan Relokasi Pengungsi Gunung Ruang, AHY: Mau Pastikan Statusnya 'Clean and Clear'

Cek Lokasi Lahan Relokasi Pengungsi Gunung Ruang, AHY: Mau Pastikan Statusnya "Clean and Clear"

Nasional
Di Forum Literasi Demokrasi, Kemenkominfo Ajak Generasi Muda untuk Kolaborasi demi Majukan Tanah Papua

Di Forum Literasi Demokrasi, Kemenkominfo Ajak Generasi Muda untuk Kolaborasi demi Majukan Tanah Papua

Nasional
Pengamat Anggap Sulit Persatukan Megawati dengan SBY dan Jokowi meski Ada 'Presidential Club'

Pengamat Anggap Sulit Persatukan Megawati dengan SBY dan Jokowi meski Ada "Presidential Club"

Nasional
Budi Pekerti, Pintu Masuk Pembenahan Etika Berbangsa

Budi Pekerti, Pintu Masuk Pembenahan Etika Berbangsa

Nasional
“Presidential Club”, Upaya Prabowo Damaikan Megawati dengan SBY dan Jokowi

“Presidential Club”, Upaya Prabowo Damaikan Megawati dengan SBY dan Jokowi

Nasional
Soal Orang 'Toxic' Jangan Masuk Pemerintahan Prabowo, Jubir Luhut: Untuk Pihak yang Hambat Program Kabinet

Soal Orang "Toxic" Jangan Masuk Pemerintahan Prabowo, Jubir Luhut: Untuk Pihak yang Hambat Program Kabinet

Nasional
Cak Imin Harap Pilkada 2024 Objektif, Tak Ada “Abuse of Power”

Cak Imin Harap Pilkada 2024 Objektif, Tak Ada “Abuse of Power”

Nasional
Tanggal 7 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 7 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Gunung Raung Erupsi, Ma'ruf Amin Imbau Warga Setempat Patuhi Petunjuk Tim Penyelamat

Gunung Raung Erupsi, Ma'ruf Amin Imbau Warga Setempat Patuhi Petunjuk Tim Penyelamat

Nasional
Cak Imin: Bansos Cepat Dirasakan Masyarakat, tapi Tak Memberdayakan

Cak Imin: Bansos Cepat Dirasakan Masyarakat, tapi Tak Memberdayakan

Nasional
Cak Imin: Percayalah, PKB kalau Berkuasa Tak Akan Lakukan Kriminalisasi...

Cak Imin: Percayalah, PKB kalau Berkuasa Tak Akan Lakukan Kriminalisasi...

Nasional
Gerindra Lirik Dedi Mulyadi untuk Maju Pilkada Jabar 2024

Gerindra Lirik Dedi Mulyadi untuk Maju Pilkada Jabar 2024

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati soal Susunan Kabinet, Masinton: Cuma Gimik

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati soal Susunan Kabinet, Masinton: Cuma Gimik

Nasional
Kementerian KP Perkuat Standar Kompetensi Pengelolaan Sidat dan Arwana

Kementerian KP Perkuat Standar Kompetensi Pengelolaan Sidat dan Arwana

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com