Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

PRT Tak Punya Jam Kerja Jelas, Eks Buruh Migran Ini Mengadu ke PBB

Kompas.com - 02/09/2017, 23:24 WIB
Estu Suryowati

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan buruh migran yang kini aktif di Migrant Care Siti Badriyah akan memberikan pernyataan mewakili delegasi masyarakat sipil Indonesia dalam Sidang ke-27 Komite Perlindungan Pekerja Migran Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang berlangsung di Jenewa, Swiss, pada 4-13 September 2017.

Siti akan menghadiri sidang tersebut bersama enam orang lainnya dari perwakilan Migrant Care. Mereka adalah Ketua Pusat Studi Migrant Care Anis Hidayah, Melanie Subono selaku ambassador Migrant Care, Alex Ong dari Migrant Care Malaysia, Saverrapal Sakeng Corvandus dari YKS Lembata, Mulyadi dari SARI Solo, serta Miftahul Munir dari sebagai Kepala Desa Dukuh Dempok, Jember.

Siti menceritakan, saat menjadi pembantu rumah tangga di Malaysia dan Brunei Darussalaam, dirinya pernah mendapatkan perlakuan yang tak manusiawi.

"Bekerja di dua tempat dan tidak digaji sama sekali. Sekarang setelah saya bergabung dengan Migrant Care, ternyata masih banyak teman-teman saya PRT itu mendapatkan perlakuan yang saya alami," katanya dalam sebuah diskusi di Jakarta, Sabtu (2/9/2017).

(Baca: Aktivis Mengadu ke PBB soal Lambannya Pemerintah Lingungi Buruh Migran)

Siti menambahkan, hingga saat ini pembantu rumamh tangga juga belum memiliki jam kerja standar. Jam kerja para PRT ini juga tidak tercatat.

"Majikan mau nyuruh jam berapa saja PRT harus siap," kata Siti.

Di sisi lain, revisi dari Undang-undang Nomor 39 Tahun 2004 berjalan sangat lamban.

"Delapan tahun dibahas di DPR, belum juga disahkan. Mungkin itu saja yang akan saya sampaikan di (sidang) Komite PBB," ucap Siti.

Dalam kesempatan sama, Ketua Pusat Studi Migrant Care Anis Hidayah mengatakan, regulasi dan unit pelayanan yang ada saat ini belum cukup efektif mengurangi kerentanan buruh migran perempuan menjadi korban perdagangan manusia.

Dia mengatakan, sepanjang 2016 tercatat sekitar 10.667 kasus perdagangan manusia. Dari sejumlah kasus tersebut, penegakan hukum melalui proses peradilan hanya terjadi di 194 kasus.

"Sejak moratorium ke Timur Tengah, catatan Migrant Care di Bandara Soekarno-Hatta tahun 2015-2016, masih ada 2.644 buruh migran yang diberangkatkan ke Timur Tengah," kata Anis.

Kompas TV Sri Rabitah, sempat memaparkan kisah pahit yang dialaminya, saat tiba di Qatar. Tak hanya mendapat siksaan dari majikan, sri juga ternyata sempat mendapat perlakuan tidak manusiawi dari orang Indonesia yang menjadi agensi perwakilan perusahaan penampungan TKI di Qatar. Niat Sri Rabitah mencari penghidupan yang lebih baik dengan menjadi buruh migran di Qatar, terpaksa kandas di tengah jalan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Tanggal 5 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 5 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Nasional
PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

Nasional
Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Nasional
PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

Nasional
ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

Nasional
Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasional
PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

Nasional
Demokrat Tak Ingin Ada 'Musuh dalam Selimut' di Periode Prabowo-Gibran

Demokrat Tak Ingin Ada "Musuh dalam Selimut" di Periode Prabowo-Gibran

Nasional
Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Nasional
Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Nasional
Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Nasional
Gugat Dewas ke PTUN hingga 'Judicial Review' ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Gugat Dewas ke PTUN hingga "Judicial Review" ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Nasional
Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Nasional
Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com