JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus menyebut bahwa keinginan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI untuk menambah anggaran pada tahun anggaran 2018 sejumlah Rp 5,7 triliun patut ditolak.
Apalagi, sebagian anggaran DPR itu diusulkan membangun gedung parlemen yang baru, hingga apartemen bagi para wakil rakyat.
"Usulan DPR saat ini penting untuk ditolak. Pembangunan apartemen lucu alasannya. Itu semakin memperlihatkan DPR begitu manja, mengeluhkan kemacetan membuat mereka telat tidak hadir sidang," kata Lucius di Jakarta, Senin (14/8/2017).
Lucius mengakui bahwa Ibu Kota setiap harinya memang tidak pernah terlepas dari macet. Akan tetapi, seharusnya para anggota dewan tersebut paham akan solusi persoalan itu.
"Untuk orang seperti mereka, perencanaan waktu itu perlu. Semua orang juga tahu, bagaimana menyiasati kemacetan itu, terkecuali anggota DPR," ujar Lucius.
"Selama ini korelasi antara tambahan fasilitas dan tambahan tunjangan belum pernah terbukti memperbaiki kinerja buruk DPR," kata dia.
(Baca juga: DPR "Ngotot" Pertahankan Rp 7,25 Triliun untuk Penataan Kompleks Parlemen)
Hal senada diungkapkan Direktur Eksekutif Indonesia Budget Center (IBC) Roy Salam. Menurut dia, keinginan untuk membangun apartemen tersebut tidak masuk akal.
"Itu tidak masuk akal, karena DPR suka telat. Jangan-jangan mereka memang tidak tinggal di perumahan DPR yang di Kalibata? Tapi di tempat lain, atau memang sengaja telat datang ke sidang?," tutur Roy.