JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Eksekutif Indonesia Budget Center (IBC) Roy Salam mengkritik keinginan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI yang mewacanakan untuk menambah anggaran parlemen tahun 2018 sebesar Rp 5,7 triliun.
Apalagi, Roy menilai rencana penambahan anggaran itu muncul saat DPR belum memperlihatkan kinerja yang baik.
"Anggaran yang dihabiskan oleh DPR belum disertai dengan prestasi kerja yang memuaskan publik dari fungsi legislasi, fungsi anggaran dan pengawasan," ujar Roy di Jakarta, Senin (14/8/2017).
Roy mengungkapkan, anggaran DPR trennya selalu naik dari tahun ke tahun. Periode 2009-2014 misalnya, rata-rata per tahun DPR memperoleh anggaran sebesar Rp 2,74 triliun atau sekitar 0,18 persen dari total belanja negara.
Sedangkan periode 2015-2017, dalam tiga tahun ini mendapat dukungan anggaran dengan jumlah rata-rata pertahun sebesar Rp 4,72 triliun atau sekitar 0,24 persen dari total belanja negara.
Peningkatan anggaran tersebut hampir dua kali lipat atau sekitar 173 persen dari rata-rata anggaran DPR periode sebelumnya.
"Anggaran itu berkolerasi dengan kinerja, anggaran makin besar harusnya prestasi naik. Bukan kebalik, anggaran naik prestasi anjlok," kata Roy.
Tak hanya itu, kata Roy, rata-rata pertumbuhan anggaran DPR setiap tahunnya mencapai 13,5 persen. Periode ini pun meningkat dibandingkan periode yang lalu dengan rata-rata pertumbuhan anggaran sebesar 8,3 persen.
"Pertumbuhan anggaran tertinggi terjadi di tahun anggaran 2015, awal periode kali ini yang mencapai 59,3 persen. Fenomena yang sama ditahun 2010 untuk DPR periode sebelumnya dengan kenaikan anggaran mencapai 43,2 persen," ujar Roy.
(Baca juga: PDI-P Belum Mau Bahas soal Pengajuan Anggaran DPR Rp 5,7 Triliun)
Meski DPR kerap meminta anggaran besar, namun menurut Roy, permintaan itu selalu tak disertai dengan perencanaan yang matang sesuai kebutuhan riil.
Hasilnya, tingkat serapan anggaran DPR periode ini sampai dengan tahun lalu rata-rata hanya sebesar 73,8 persen per tahun.
"Serapan anggarannya masih lebih tinggi DPR periode sebelumnya sebesar 78,1 persen per tahun," kata Roy.
(Baca juga: Soal Pengajuan Anggaran DPR, MKD Akan Panggil BURT dan Setjen)
Adanya deviasi yang lebar antara rencana anggaran dengan realisasinya tersebut, kata Roy, menunjukkan bahwa ada persoalan dalam perencanaan penganggaran di tubuh DPR.
"Anggaran yang diminta besar tetapi kebutuhannya riilnya tidak sebesar yang dianggarkan. Kebiasaan pola penganggaran seperti ini hanya mengurangi porsi anggaran pembangunan yang dibutuhkan masyarakat," tutur Roy.