Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Fidelis Seharusnya Bisa Dibebaskan karena Ada Ketentuan "Alasan Pembenar"

Kompas.com - 02/08/2017, 21:27 WIB
Estu Suryowati

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Erasmus Napitupulu berpendapat, majelis hakim Pengadilan Negeri Sanggau seharusnya bisa menjatuhkan vonis bebas terhadap Fidelis Ari Sidarwoto (36).

Fidelis merupakan terdakwa terdakwa kasus kepemilikan 39 batang ganja (cannabis sativa) yang divonis 8 bulan penjara dan denda sebesar Rp 1 miliar atau subsider 1 bulan penjara. 

"Sebenarnya kami menyayangkan Hakim PN Sanggau tidak berani untuk melepaskan Fidelis. Karena kami beranggapan Fidelis bisa dilepaskan dengan alasan pembenar," kata Erasmus, di Jakarta, Rabu (2/8/2017).

Erasmus menyebutkan, dari sudut pandang pidana, apa yang dilakukan Fidelis melanggr ketentuan hukum.  

"Saya bisa bilang 99 persen memenuhi unsur pidana, karena apa? Karena rumusan pidana dalam UU Narkotika juga begitu longgar," kata dia.

Baca: Fidelis Divonis 8 Bulan Penjara dan Denda Rp 1 Miliar

Akan tetapi, lanjut Erasmus, dalam hukum pidana dikenal adanya alasan pembenar dan alasan pemaaf, yang bisa menghilangkan pidana dari seseorang.

ICJR menilai, tindakan yang dilakukan Fidelis itu karena dalam kondisi darurat.

Dalam ketentuan KUHP, alasan pembenar diatur dalam Pasal 48 (kondisi darurat), Pasal 49 Ayat (1) (pembelaan terpaksa), Pasal 50 (peraturan perundang-undangan), dan Pasal 51 Ayat (1) (perintah jabatan).

"Apa yang dilakukan oleh Fidelis dapat dikategorikan sebagai perbuatan yang didorong oleh karena daya paksa, karena adanya keadaan darurat sebagaimana diatur dalam Pasal 48 KUHP yang berbunyi 'Barang siapa melakukan perbuatan karena pengaruh daya paksa, tidak dipidana'" jelas Erasmus.

Baca: Soal Status PNS Fidelis, Ini Kata Mendagri

Keadaan darurat yang menjadi pendorong Fidelis melakukan perbuatan tersebut dikenal dengan arrest opitician.

Istilah ini diperkenalkan melalui Arrest Hooge Raad pada 15 Oktober 1923. Inti putusan ini menyebutkan, keadaan darurat itu terjadi karena seseorang mempunyai kewajiban untuk menolong sesama.

"Fidelis berada dalam kondisi untuk menyembuhkan istrinya dan dihadapkan pada kenyataan bahwa negara belum mampu menyediakan akses kesehatan yang dibutuhkan istrinya untuk bertahan hidup. Sehingga yang dilakukan Fidelis termasuk dalam kualifikasi alasan pembenar sebagaimana diatur Pasal 48 KUHP," kata Erasmus.

Vonis 8 bulan

Majelis hakim yang diketuai Achmad Irfir Rohman dengan anggota John Sea Desa dan Maulana Abdulah menilai Fidelis terbukti bersalah dalam kepemilikan 39 batang ganja yang dipergunakannya untuk mengobati sang istri, Yeni Riawati.

Fidelis divonis 8 bulan penjara dan denda sebesar Rp 1 miliar atau subsider 1 bulan penjara. 

Perbuatan Fidelis dinilai memenuhi unsur dalam Pasal 111 dan 116 UU nomor 35 tentang Narkotika.

Fidelis menjadi terdakwa setelah ditahan pihak BNN pada 19 Februari 2017.

Halaman:


Terkini Lainnya

Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Nasional
Respons Luhut Soal Orang 'Toxic', Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Respons Luhut Soal Orang "Toxic", Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Nasional
Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Nasional
Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Nasional
Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

Nasional
Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasional
Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Nasional
PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

Nasional
Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Nasional
Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Nasional
BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang 'Online' dari Pinggir Jalan

Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang "Online" dari Pinggir Jalan

Nasional
Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk 'Presidential Club'...

Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk "Presidential Club"...

Nasional
Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Nasional
“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com