JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Komisi Pemilihan Umum Arief Budiman mengatakan, KPU belum bisa menyusun draf Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU), meski DPR telah mengesahkan RUU Pemilu, pekan lalu.
KPU masih menunggu UU tersebut resmi diundangkan.
Menurut Arief, DPR dan pemerintah saat ini masih menyempurnakan UU Pemilu.
"Kami berharap cepat, karena kami baru bisa bergerak kalau dia (UU Pemilu) sudah diundangkan. Sekarang kan belum," kata Arief, saat ditemui seusai rapat pleno, di Gedung KPU, Jakarta, Senin (24/7/2017).
Padahal, lanjut Arief, berdasarkan UU Pemilu yang baru, seharusnya tahapan Pemilu dimulai pada 17 Agustus 2017.
Ia berharap, UU Pemilu diundangkan pada Juli ini.
Dengan demikian, KPU bisa mulai bekerja dengan cepat karena draf PKPU yang disusun harus dikonsultasikan terlebih dahulu dengan DPR sebelum diterbitkan.
"Maka KPU itu sangat tergantung kecepatan pembuat undang-undang dalam merapikan, memproses pengundangan UU ini," kata dia.
Sebelumnya, DPR telah mengesahkan RUU Pemilu setelah melalui mekanisme yang panjang dalam rapat paripurna yang berlangsung pada Kamis (20/7/2017) malam hingga Jumat (21/7/2017).
Keputusan diambil setelah empat fraksi yang memilih RUU Pemilu dengan opsi B, yaitu presidential threshold 0 persen, melakukan aksi walk out.
Dengan demikian, DPR melakukan aklamasi untuk memilih opsi A, yaitu presidential threshold sebesar 20 persen kursi DPR atau 25 persen suara nasional, karena peserta rapat paripurna yang bertahan berasal dari enam fraksi yang menyetujui opsi A.
Agenda voting untuk mengesahkan RUU Pemilu diwarnai aksi walk out setelah empat fraksi menilai sistem presidential threshold 20-25 persen bertentangan dengan konstitusi, dalam hal ini prinsip keserentakan Pemilu 2019.
Keempat fraksi tersebut adalah Fraksi Gerindra, Fraksi PKS, Fraksi PAN, dan Fraksi Demokrat.