JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman menjelaskan alasan Mahkamah memutuskan menolak uji materi yang diajukan mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahja Purnama (Ahok) terkait kewajiban cuti petahana.
Ketentuan itu diatur dalam Pasal 70 (3) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada.
Menurut Anwar, kewajiban cuti kampanye merupakan bentuk antisipasi pembentuk undang-undang agar tidak ada penyalahgunaan jabatan oleh petahana. Meskipun, langkah ini berdampak mengurangi masa jabatan kepala daerah tersebut.
"Jika tidak diwajibkan cuti maka petahana akan terlindungi haknya untuk menjabat secara penuh atau utuh namun membuka potensi penyalahgunaan jabatan," kata Anwar saat membacakan pertimbangan MK dalam sidang putusan di MK, Jakarta Pusat, Rabu (19/7/2017).
(Baca: MK Tolak Gugatan Ahok soal Cuti Petahana)
Ia melanjutkan, Mahkamah menilai penyalagunaan jabatan berakibat ketidaksetaraan antar kontestan dalam pilkada. Hal demikian, mencederai netralitas negara karena merugikan pihak lain, baik sesama kontestan maupun masyarakat pemilih yang memiliki hak menikmati pemilihab kepala daerah yang berkualitas.
Terkait alasan bahwa cuti menghambat program kerja dan mengurangi masa jabatan kepala daerah, kata Anwar, Mahkamah menyampaikan bahwa seorang menjabat kepala daerah selama lima tahun ke depan tidak berarti menjalankan kebijakan yang disusunnya sendiri.
Sebab, pada tahun pertama menjabat akan meneruskan berbagai kebijakan kepala daerah sebelumnya, antara lain terkait APBD.
Anwar melanjutkan, jika kepala daerah yang maju dalam kontestasi politik harus cuti, maka sementara waktu jabatannya akan dipengang oleh pelaksana tugas (Plt).
Dalam penyelenggaraan pilkada serentak maka Kemendagri perlu menyediakan Plt yang jumlahnya cukup.
"Misal (Plt) diambil dari pejabat eselon I di Kemendagri berarti harus disediakan 34 pejabat eselon I untuk menjadi Plt Gubernur selama 4 sampai 6 bulan," kata Anwar.
Selain itu, kewajiban cuti bagi petahana juga dapat mengganggu jalannya pemerintahan sehari-hari.
"Dalam batas yang wajar, selama menjadi Plt Gubernur, pejabat yang ditunjuk menjadi Plt tersebut tidak akan mampu menjalankan tugas secara optimal sebab harus berbagi fokus dengan jabatan definitifnya di Kemendagri," kata dia.