Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Urgensi Perppu Informasi Pajak

Kompas.com - 18/05/2017, 17:53 WIB

oleh: Muhammad Syarif Hidayatullah

Pemerintah baru saja mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2017 tentang Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan. Perppu ada untuk mengakomodasi kesepakatan Sistem Pertukaran Informasi Otomatis (Automatic Exchange of Information) yang akan mulai berjalan tahun 2018.

Berdasarkan Pasal 22 Ayat 1 Undang-Undang Dasar 1945, perppu dapat dikeluarkan oleh presiden "dalam ikhwal kegentingan yang memaksa" atau dapat diartikan pada kondisi darurat. Pertanyaannya adalah seberapa darurat kondisi saat ini sehingga Presiden Jokowi merasa perlu mengeluarkan perppu tersebut.

Automatic Exchange of Information (AEOI) adalah kerja sama di antara 139 negara (per 17 Januari 2017) yang tergabung dalam Global Forum untuk saling membuka data finansial di negara masing-masing. Tujuan pelaksanaan AEOI adalah untuk mengurangi kemungkinan penghindaran pajak. Ketika akses data terbuka, suatu negara dapat melacak wajib pajaknya yang menaruh uang di luar negeri. Permasalahannya adalah, tanpa banyak yang menyadari, Indonesia justru terancam gagal memenuhi persyaratan yang ditetapkan apabila tidak memenuhi sejumlah persyaratan pada 30 Juni 2017.

Secara teori, kehadiran AEOI menjadi penting karena dapat meningkatkan probabilitas tertangkap dari pengemplang pajak. Wajib pajak selalu dalam posisi untuk mengambil keputusan, apakah dia akan membayar pajak atau tidak, dan jika iya, berapa jumlah pendapatan (income) yang akan dia laporkan. Berdasarkan model ekonomi yang dikembangkan oleh Bayer, Oberhofer, Winner (2015), terdapat dua hal yang memengaruhi seorang wajib pajak melaporkan jumlah hartanya.

Pertama, beratnya hukuman apabila melanggar aturan (tidak membayar pajak) dan besarnya peluang dia akan tertangkap. Hal ini menjadi indikasi bahwa besarnya denda dari tidak membayar pajak, serta kemampuan pemerintah untuk menegakkan hukum dan melakukan pengawasan, menjadi pertimbangan individu dalam membayar pajak. Jika hukuman ringan dan peluang tertangkapnya kecil, individu akan cenderung melaporkan pendapatan yang lebih rendah (cenderung untuk mengemplang pajak).

Kedua, detection shock. Model yang dikembangkan oleh Bayer, Oberhofer, Winner menjadi menarik karena memasukkan variabel ini. Detection shock adalah satu kejadian yang secara mendadak dapat menyebabkan peluang pengemplang pajak tertangkap menjadi lebih besar. Mereka mengambil contoh kebocoran data di Jerman. Mereka berargumen bahwa ketika detection shock semakin besar, individu akan cenderung lebih patuh dalam membayar pajak, mendeklarasikan pendapatan lebih besar di periode pertama.

Pada konteks AEOI, 16 negara yang tergabung dalam AEOI melaporkan terdapat kenaikan jumlah pelaporan harta di luar negeri sebesar 17 persen pada periode 2011-2015.

(Baca juga: Jokowi Teken Perppu Keterbukaan Informasi Pajak)

Situasi darurat

Sebelum penerapan AEOI dilaksanakan secara serentak, sejumlah negara sudah melakukan perjanjian pertukaran informasi (exchange of information/EOI) antarnegara untuk memerangi penggelapan pajak. Contohnya, pada periode 2010-2014 Swedia membuat 396 permintaan pertukaran informasi (EOI request) dengan jumlah total pendapatan pajak yang bisa dipungut (tax effect) mencapai 330 juta euro. Australia juga melaksanakan hal yang sama, mengajukan 400 EOI request pada 2013, dan pajak yang berhasil diselamatkan (tax recovered) mencapai 326 juta euro (OECD, 2015). Data tersebut menunjukkan, pertukaran informasi antarnegara sangat efektif untuk mendongkrak penerimaan pajak negara. Oleh sebab itu, keberadaan AEOI menjadi sangat penting.

AEOI memang meniupkan asa baru dalam dunia perpajakan. Guna mendukung pelaksanaannya, pada tahun 2014 OECD menyusun apa yang disebut sebagai Common Reporting Standard (CRS). Pada CSR diatur sejumlah hal yang harus dipersiapkan oleh negara-negara yang berkomitmen menjalankan AEOI.

Dari 101 negara yang berkomitmen melaksanakan AEOI pada periode 2017-2018, hanya 12 negara yang belum memenuhi persyaratan, salah satunya Indonesia. Pada laporan terakhir yang diterbitkan, status Indonesia masih partly comply karena peraturan yang ada di Indonesia masih belum mendukung bagi pelaksanaan AEOI. Agar AEOI dapat berjalan di Indonesia, sejumlah regulasi harus direvisi. Pada tingkatan undang-undang, setidaknya terdapat empat UU yang perlu direvisi, yaitu UU Ketentuan Umum Perpajakan (KUP), UU Perbankan, UU Perbankan Syariah, dan UU Pasar Modal. Revisi pada keempat UU tersebut dibutuhkan agar mekanisme pertukaran informasi antara Direktorat Jenderal Pajak dan institusi keuangan dapat berjalan.

Permasalahannya adalah setiap negara peserta AEOI diharuskan memenuhi tenggat 30 Juni 2017 untuk menyiapkan kerangka peraturannya, dan rasanya mustahil melakukan revisi empat UU dalam tenggat sependek itu. Dari empat UU tersebut, hanya UU KUP yang masuk prioritas legislasi pada tahun 2017. UU Pasar Modal masuk longlist Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2014-2019, sedangkan UU Perbankan Syariah bahkan tidak masuk longlist Prolegnas. Lebih lanjut, UU Pasar Modal dan UU Perbankan Syariah, berdasarkan informasi yang penulis dapatkan, belum ada draf revisinya.

(Baca juga: Ditjen Pajak Bisa Intip Rekening Bank, Masyarakat Tak Perlu Khawatir)

Dampak keterlambatan

Ketidakpatuhan Indonesia dalam memenuhi tenggat dapat berakibat fatal ke depan. Global Forum sudah menetapkan langkah-langkah defensif (defensive measures) bagi negara-negara yang gagal memenuhi komitmen waktunya.

Halaman:


Terkini Lainnya

Kabinet Prabowo: Antara Pemerintahan Kuat dan Efektif

Kabinet Prabowo: Antara Pemerintahan Kuat dan Efektif

Nasional
Gerindra Jelaskan Maksud Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Tak Mau Kerja Sama

Gerindra Jelaskan Maksud Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Tak Mau Kerja Sama

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

Nasional
Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Nasional
Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Nasional
Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Nasional
Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Nasional
Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Nasional
7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

Nasional
Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Nasional
Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Nasional
Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Nasional
BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com