JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Eko Putro Sandjojo mengatakan, salah satu kendala dalam mengembangkan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) yaitu kurangnya kapasitas atau kemampuan bisnis para pejabat tingkat desa.
"Kemauan mereka besar, tetapi rata-rata kepala desa (lulusan) SD sampai SMP. Nah kemauan saja tidak cukup. Makanya cara paling efektif membimbingnya adalah membentuk holding company (induk) BUMDesa dari tingkat pusat, kabupaten, desa," kata Eko ditemui usai mengisi sebuah acara penghargaan di Jakarta, Selasa (9/5/2017).
(Baca: "Blusukan" ke Bandung, Menteri Desa Tengok Perkembangan BUMDes)
Induk BUMDes ini nantinya yang akan diminta membina BUMDes di desa-desa.
"Jadi kalau BUMDes di desa tidak bagus, ya tinggal lihat kepala cabangnya siapa," kata dia lagi.
Eko menuturkan, saat ini sudah ada sekitar 18.000 BUMDes yang tersebar di seluruh wilayah, dengan rata-rata net profit sebesar Rp 15 juta per tahun.
(Baca: Kemendes Anggap Wajar Banyak Masyarakat Tak Tahu BUMDes)
Hingga 2022, pemerintah menargetkan jumlah BUMDes aktif mencapai 74.910 badan usaha, dengan target net profit Rp 1 miliar per tahun.
"Kalau satu BUMDes berhasil rata-rata Rp 1 miliar per tahun, itu kan kecil. Ketika konsolidasi 75.000 desa, berarti net profit-nya Rp 75 triliun," kata Eko.