Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Partai Pemerintah Dukung Angket KPK, Jokowi Harus Kembalikan Koalisi ke Jalan yang Benar

Kompas.com - 05/05/2017, 10:16 WIB
Rakhmat Nur Hakim

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Pengamat politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Syamsuddin Haris menilai, koalisi yang berada di belakang Presiden Jokowi rapuh.

Salah satunya terlihat dari sikap partai pendukung pemerintah yang justru mendukung hak angket terhadap KPK.

Empat fraksi partai pendukung pemerintah, yaitu PDI Perjuangan, Golkar, Hanura, dan Nasdem, men dukung bergulirnya hak angket.

"Bahwa koalisi pendukung Jokowi tidak solid itu betul. Salah satu faktornya karena memang tak ada MoU (Memorandum of Understanding) atau kesepakatan yang tertulis yang mengikat partai koalisi, jadi sangat cair," ujar Haris, saat dihubungi, Jumat (5/5/2017).

Soliditas koalisi, kata Haris, sangat bergantung pada kemampuan Jokowi untuk mengendalikannya.

(Baca: Kalau Tak Didukung Semua Fraksi, untuk Apa Hak Angket KPK Diteruskan?)

Apalagi, berkoalisi itu tidak gratis. Presiden telah memberi kompensasi posisi menteri untuk kader partai pendukung.

Konsekuensinya, partai pendukung seharusnya memberi dukungan penuh kepada pemerintah.

"Jadi koalisi itu tidak bisa dibiarkan begitu saja, tapi juga harus dikelola dengan baik," lanjut Haris.

Menurut dia, Jokowi harus memiliki kemampuan mengelola koalisi dengan baik.

Untuk itu, dibutuhkan sikap tegas Presiden untuk mengembalikan mitra koalisi ke jalur yang seharusnya.

Dalam hal ini, menolak usulan hak angket DPR sebagai bentuk penegakan supremasi hukum.

Ia juga menyarankan agar koalisi selanjutnya diatur dalam sebuah perjanjian tertulis berstatus hukum dan dibuat di hadapan Komisi Pemilihan Umum (KPU).

(Baca: PAN Tegaskan Tak Akan Kirim Perwakilan dalam Pansus Angket KPK)

"Sehingga ke depannya koalisi yang dibangun pemerintah tak bersifat cair dan jelas arahnya," papar Haris.

Usulan hak angket ini dimulai dari protes yang dilayangkan sejumlah anggota Komisi III kepada KPK terkait persidangan kasus dugaan korupsi proyek e-KTP di Pengadilan Tipikor Jakarta.

Alasannya, dalam persidangan disebutkan bahwa politisi Partai Hanura Miryam S Haryani mendapat tekanan dari sejumlah anggota Komisi III.

Menanggapi hal itu, Komisi III pun mendesak KPK membuka rekaman pemeriksaan terhadap Miryam untuk membuktikan pernyataan tersebut benar disampaikan oleh yang bersangkutan.

Adapun Miryam kini menjadi tersangka pemberian keterangan palsu dalam kasus dugaan korupsi pengadaan e-KTP.

Kompas TV Apa yang bisa dilakukan oleh partai-partai politik agar langkah ini tak bertujuan untuk melemahkan KPK?
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Niat Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati soal Kabinet Dimentahkan PDI-P

Niat Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati soal Kabinet Dimentahkan PDI-P

Nasional
SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

Nasional
'Presidential Club', 'Cancel Culture', dan Pengalaman Global

"Presidential Club", "Cancel Culture", dan Pengalaman Global

Nasional
Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili di Kasus Gratifikasi dan TPPU

Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili di Kasus Gratifikasi dan TPPU

Nasional
Respons Partai Pendukung Prabowo Usai Luhut Pesan Tak Bawa Orang 'Toxic' ke Dalam Pemerintahan

Respons Partai Pendukung Prabowo Usai Luhut Pesan Tak Bawa Orang "Toxic" ke Dalam Pemerintahan

Nasional
Bongkar Dugaan Pemerasan oleh SYL, KPK Hadirkan Pejabat Rumah Tangga Kementan

Bongkar Dugaan Pemerasan oleh SYL, KPK Hadirkan Pejabat Rumah Tangga Kementan

Nasional
Soal Maju Pilkada DKI 2024, Anies: Semua Panggilan Tugas Selalu Dipertimbangkan Serius

Soal Maju Pilkada DKI 2024, Anies: Semua Panggilan Tugas Selalu Dipertimbangkan Serius

Nasional
Kloter Pertama Jemaah Haji Indonesia Dijadwalkan Berangkat 12 Mei 2024

Kloter Pertama Jemaah Haji Indonesia Dijadwalkan Berangkat 12 Mei 2024

Nasional
Saat Jokowi Sebut Tak Masalah Minta Saran Terkait Kabinet Prabowo-Gibran...

Saat Jokowi Sebut Tak Masalah Minta Saran Terkait Kabinet Prabowo-Gibran...

Nasional
'Presidential Club' Ide Prabowo: Dianggap Cemerlang, tapi Diprediksi Sulit Satukan Jokowi-Megawati

"Presidential Club" Ide Prabowo: Dianggap Cemerlang, tapi Diprediksi Sulit Satukan Jokowi-Megawati

Nasional
[POPULER NASIONAL] Masinton Sebut Gibran Gimik | Projo Nilai PDI-P Baperan dan Tak Dewasa Berpolitik

[POPULER NASIONAL] Masinton Sebut Gibran Gimik | Projo Nilai PDI-P Baperan dan Tak Dewasa Berpolitik

Nasional
Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com