Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jimly Sarankan Rapat DPR dan Penegak Hukum Tak Lagi Bahas Kasus

Kompas.com - 04/05/2017, 17:34 WIB
Fachri Fachrudin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Umum Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia (ICMI) Jimly Asshiddiqie berpendapat, rapat dengar pendapat (RDP) antara lembaga penegak hukum dan DPR kedepannya sebaiknya tidak lagi membahas kasus.

Hal ini guna menghindari upaya intervensi yang dilakukan DPR terhadap lembaga penegak hukum.

Pendapat ini disampaikan Jimly menanggapi polemik hak angket DPR terhadap KPK terkait penyidikan kasus dugaan korupsi e-KTP.

"Sebaiknya ke depan, semua lembaga penegak hukum itu, Polisi, Kejaksaan, KPK, ketika RDP dengan komisi III itu tidak boleh membicarakan kasus, tapi hanya bicara kebijakan umum dan anggaran. Itulah fungsi dari parlemen DPR," ujar Jimly di Gedung Komisi Yudisial, Jakarta, Kamis (4/5/2017).

(baca: Melebar, Hak Angket KPK Tak Hanya Bahas soal Rekaman Miryam)

Menurut Jimly, hak angket merupakan hak yang dimiliki DPR. Namun, sedianya DPR perlu melihat kondisi untuk menggunakan haknya tersebut.

"Jika itu sudah menyangkut proses hukum, maka proses hukum itu tanggungjawabnya ada di forum pengadilan," kata Jimly.

Di sisi lain, KPK juga tidak perlu khawatir meskipun nantinya terbentuk panitia angket. Jika dipanggil ke DPR, menurut Jimly, penuhi saja panggilan tersebut.

(baca: Ramai-ramai "Balik Badan" Tolak Hak Angket KPK)

Namun, jika didesak untuk membuka rekaman pemeriksaan terhadap mantan anggota Komisi II DPR Miryam S Haryani sebagaimana keinginan DPR, maka KPK dapat menolak dengan tegas.

Menurut Jimly, KPK sebagai lembaga penegak hukum yang independen boleh melakukan penolakan itu.

"KPK punya kebebasan untuk mengatur mana saja yang bisa dibuka kalau dipanggil DPR, dan mana yang tidak boleh dibuka," kata ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) tersebut.

(baca: 6 Fraksi Tolak Hak Angket, Fahri Tetap Ingin Pansus KPK Dibentuk)

Usulan hak angket dimulai dari protes yang dilayangkan sejumlah anggota Komisi III kepada KPK terkait persidangan kasus dugaan korupsi proyek e-KTP di Pengadilan Tipikor Jakarta.

Dalam persidangan, penyidik KPK Novel Baswedan yang dikonfrontasi dengan politisi Hanura Miryam S Haryani, mengatakan bahwa Miryam ditekan oleh sejumlah anggota Komisi III DPR, agar tidak mengungkap kasus korupsi dalam pengadaan e-KTP.

Menurut Novel, hal itu diceritakan Miryam saat diperiksa di Gedung KPK. Para anggota DPR yang namanya disebut langsung bereaksi. Penggunaan hak angket kemudian muncul.

Kompas TV Apa yang bisa dilakukan oleh partai-partai politik agar langkah ini tak bertujuan untuk melemahkan KPK?
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Nasional
Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com