Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ini 7 Fakta Menarik Sidang Kedua Kasus E-KTP

Kompas.com - 17/03/2017, 10:58 WIB
Abba Gabrillin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Persidangan kedua dalam kasus dugaan korupsi proyek e-KTP digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (16/3/2017).

Sejumlah fakta menarik muncul dalam sidang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Jhon Halasan Butarbutar.

Sedianya, jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan menghadirkan delapan saksi. Namun, dalam persidangan hanya enam saksi yang memberikan keterangan.

Para saksi tersebut, yaitu mantan Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi; Sekretaris Jenderal Kemendagri saat ini, Yuswandi Temenggung; mantan Sekretaris Jenderal Kemendagri Diah Anggraeni; Direktur Fasilitas Dana Perimbangan Ditjen Keuangan Kemendagri Elvius Dailami.

Selain itu, mantan Ketua Komisi II DPR, Chaeruman Harahap dan Direktur Utama PT Karsa Wira Utama, Winata Cahyadi.

Berikut ini adalah sejumlah fakta menarik mengenai sidang yang berjalan hampir 10 jam tersebut.

1. Gamawan salahkan masyarakat

Di awal persidangan, Gamawan menyalahkan masyarakat terkait terhambatnya proyek e-KTP.

Gamawan mengatakan, hambatan terjadi saat pelaksana proyek harus melakukan perekaman data penduduk.

Menurut Gamawan, kesulitan terjadi saat masyarakat banyak yang tidak datang untuk menyerahkan data identitas.

"Karena menurut undang-undang, yang aktif itu rakyat, bukan pemerintah," kata Gamawan.

2. Gamawan akui terima uang

Gamawan mengakui menerima beberapa kali pemberian uang. Namun, ia beralasan, pemberian uang itu terkait keperluannya untuk berobat dan honor kerja.

Ia mengaku pernah meminjam uang Rp 1 miliar kepada adiknya, Azmin Aulia. Uang tersebut digunakan untuk beternak sapi dan bertani.

Selain itu, Gamawan mengaku meminjam uang kepada pengusaha Afdal Noverman sebesar Rp 1,5 miliar. Uang itu untuk keperluan berobat di Singapura.

Kemudian, ia mengakui menerima uang Rp 50 juta. Namun, uang tersebut diklaim sebagai honor kerja.

3. Mantan Sekjen Kemendagri terima 500.000 dollar AS

Mantan Sekjen Kemendagri, Diah Anggarini, mengaku dua kali menerima uang. Pertama, ia menerima uang dari Irman yang saat itu menjabat Dirjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri sebanyak 300.000 dollar AS.

Kedua, ia menerima 200.000 dollar AS dari pengusaha pemenang tender proyek e-KTP Andi Agustinus, alias Andi Narogong.

4. Pertemuan dengan Setya Novanto

Dalam kesaksian selanjutnya, Diah mengatakan, ada pertemuan yang dihadiri Irman serta anak buahnya, Sugiharto, dan Andi Narogong selaku pelaksana proyek e-KTP.

Pertemuan yang dilakukan di Hotel Gran Melia, Jakarta Selatan, sekira pukul 06.00 WIB, juga dihadiri Setya Novanto.

Namun, tidak disebutkan kapan pertemuan itu terjadi. Novanto saat itu merupakan Ketua Fraksi Partai Golkar.

Pertemuan itu, kata Diah, berlangsung singkat. Novanto pun terlihat tergesa-gesa karena ada acara lain.

5. Catatan skema pengendali korupsi E-KTP

Dalam persidangan terungkap bahwa penyidik KPK tidak hanya menemukan catatan uang miliaran rupiah di kediaman milik mantan Ketua Komisi II DPR, Chairuman Harahap.

Saat dilakukan penggeledahan, penyidik juga menemukan catatan berisi skema pengendali korupsi pengadaan e-KTP.

Dalam bukti yang ditampilkan jaksa KPK, catatan itu berjudul yang mengatur dan merekayasa dan mark-up harga dan pimpinan pengendali (Bos e-KTP) anggaran APBN 2011-2012, pagu Rp 5,9 triliun.

Sejumlah nama disebut dalam skema tersebut, termasuk Setya Novanto dan Anas Urbaningrum yang merupakan Ketua Fraksi Demokrat.

6. Beda Keterangan Chairuman dan Gamawan

Awalnya, Gamawan mengatakan, Komisi II DPR RI periode 2009-2014, mengusulkan perubahan sumber anggaran proyek pengadaan e-KTP.

Mulanya, sumber anggaran rencananya berasal dari Pinjaman Hibah Luar Negeri (PHLN).

Namun, belakangan disepakati dibiayai dengan rupiah murni, atau dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Menurut Gamawan, hal itu disepakati dalam rapat dengar pendapat bersama Komisi II DPR RI.

Namun, Chairuman justru mengatakan bahwa Kementerian Dalam Negeri yang mengusulkan perubahan sumber anggaran.

"Setahu saya itu bukan usulan Komisi II. Itu usul pemerintah," kata Chairuman.

7. Pesan mendesak Setya Novanto

Setelah para saksi, giliran Irman yang memberikan tanggapan. Irman mengungkapkan isi pesan mendesak yang disampaikan Setya Novanto kepadanya.

Awalnya, pesan mendesak itu disampaikan Setya Novanto kepada Sekretaris Jenderal Kementerian Dalam Negeri, Diah Anggraini.

Kemudian, Diah meminta biro hukum Kemendagri, Zudan Arif Fakrulloh, untuk menyampaikan pesan Novanto kepada Irman.

"Saya bingung, ada yang datang malam hari jam 22.00 ke rumah saya. Yang menyampaikan ngomong ke saya, ada pesan dari Setya Novanto, pesannya mendesak," kata Irman.

Menurut Irman, pesan yang disampaikan itu berisi peringatan agar Irman tidak membuka mulut kepada KPK mengenai hubungannya dengan Setya Novanto dalam kasus e-KTP.

"Bahwa kalau diperiksa, tolong disampaikan bahwa saya tidak kenal dengan Setya Novanto," kata Irman.

Menurut Irman, pesan itu disampaikan pada akhir 2014. Saat KPK telah menetapkan Sugiharto sebagai tersangka.

Kompas TV Komisi Pemberantasan Korupsi terus membidik nama-nama yang berpotensi menjadi tersangka baru dalam kasus dugan korupsi E-KTP.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Diminta Mundur oleh TKN, Berikut 6 Menteri PDI-P di Periode Kedua Jokowi

Diminta Mundur oleh TKN, Berikut 6 Menteri PDI-P di Periode Kedua Jokowi

Nasional
Nasdem Tunggu Jawaban Anies Soal Tawaran Jadi Cagub DKI

Nasdem Tunggu Jawaban Anies Soal Tawaran Jadi Cagub DKI

Nasional
Minimalisasi Risiko Bencana Alam, DMC Dompet Dhuafa dan BNPB Tanam 1.220 Bibit Pohon di Bandung Barat

Minimalisasi Risiko Bencana Alam, DMC Dompet Dhuafa dan BNPB Tanam 1.220 Bibit Pohon di Bandung Barat

Nasional
Syaikhu Sebut Koalisi atau Oposisi Itu Kewenangan Majelis Syuro PKS

Syaikhu Sebut Koalisi atau Oposisi Itu Kewenangan Majelis Syuro PKS

Nasional
Jokowi Tak Lagi Dianggap Kader, PDI-P: Loyalitas Sangat Penting

Jokowi Tak Lagi Dianggap Kader, PDI-P: Loyalitas Sangat Penting

Nasional
PPP Buka Peluang Usung Sandiaga Jadi Cagub DKI

PPP Buka Peluang Usung Sandiaga Jadi Cagub DKI

Nasional
Soal Jokowi dan PDI-P, Joman: Jangan karena Beda Pilihan, lalu Dianggap Berkhianat

Soal Jokowi dan PDI-P, Joman: Jangan karena Beda Pilihan, lalu Dianggap Berkhianat

Nasional
Surya Paloh Buka Peluang Nasdem Usung Anies pada Pilkada DKI

Surya Paloh Buka Peluang Nasdem Usung Anies pada Pilkada DKI

Nasional
Dukung Prabowo-Gibran, Surya Paloh Sebut Nasdem Belum Dapat Tawaran Menteri

Dukung Prabowo-Gibran, Surya Paloh Sebut Nasdem Belum Dapat Tawaran Menteri

Nasional
PKS: Pak Anies Sudah Jadi Tokoh Nasional, Kasih Kesempatan Beliau Mengantarkan Kader Kami Jadi Gubernur DKI

PKS: Pak Anies Sudah Jadi Tokoh Nasional, Kasih Kesempatan Beliau Mengantarkan Kader Kami Jadi Gubernur DKI

Nasional
Soal Bertemu Prabowo, Sekjen PKS: Tunggu Saja, Nanti Juga Kebagian

Soal Bertemu Prabowo, Sekjen PKS: Tunggu Saja, Nanti Juga Kebagian

Nasional
Prabowo Absen dalam Acara Halalbihalal PKS

Prabowo Absen dalam Acara Halalbihalal PKS

Nasional
Joman: Jokowi Dukung Prabowo karena Ingin Penuhi Perjanjian Batu Tulis yang Tak Dibayar Megawati

Joman: Jokowi Dukung Prabowo karena Ingin Penuhi Perjanjian Batu Tulis yang Tak Dibayar Megawati

Nasional
Langkah Mahfud Membersamai Masyarakat Sipil

Langkah Mahfud Membersamai Masyarakat Sipil

Nasional
5 Smelter Terkait Kasus Korupsi Timah yang Disita Kejagung Akan Tetap Beroperasi

5 Smelter Terkait Kasus Korupsi Timah yang Disita Kejagung Akan Tetap Beroperasi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com