JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto menegaskan bahwa pemerintah tetap berkomitmen untuk menyelesaikan kasus pelanggaran HAM masa lalu.
Wiranto menuturkan, saat ini pemerintah masih belum bisa mengambil langkah konkret, sebab masih harus menunggu rekomendasi hasil penyelidikan dari Komnas HAM dan penyidikan oleh Kejaksaan Agung.
"Pemerintah tetap berkomitmen dalam penyelesaian kasus HAM masa lalu. Saat ini pemerintah menunggu rekomendasi dari komnas ham dan kejagung terkait hasil penyelidikan dan penyidikan beberapa kasus," ujar Wiranto dalam pertemuan dengan sejumlah pemimpin redaksi media massa nasional, di kantor Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat, Kamis (9/3/2017).
Wiranto pun memastikan proses hukum atas tujuh kasus pelanggaran berat HAM masa lalu akan berjalan jika hasil penyelidikan dan penyidikannya valid.
Kemudian jika hasil penyidikan menyebutkan kasus tersebut memenuhi unsur yuridis, maka pemerintah akan mendorong penyelesaian melalui pengadilam HAM ad hoc.
Namun, apabila tidak ditemukan adanya unsur yuridis, maka mekanisme penyelesaian dilakukan melalui jalur non-yudisial atau rekonsiliasi.
"Kalau hasil penyelidikan dan penyidikannya valid, pasti akan segera diselesaikan," ucap mantan Menhankam/Pangab itu.
Sementara itu, kata Wiranto, dalam proses penyelidikan, Komnas HAM juga kerap menemui banyak kendala.
Dalam penyelidikan kasus pelanggaran HAM di Papua misalnya, Komnas HAM menghadapi penolakan dari pihak keluarga korban saat ingin membongkar makam korban untuk menyelidiki penyebab kematian.
Akibat penolakan tersebut, Komnas HAM sulit untuk melakukan otopsi dan menelusuri petunjuk yang bisa diandalkan. Padahal, petunjuk itu bisa membantu proses penyelidikan.
"Di Papua misalnya Komnas HAM mengalami kesulitan karena ada penolakan dari keluarga yang tidak ingin jenazah diotopsi," ucap Wiranto.
Berdasarkan catatan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) ada tujuh kasus pelanggaran berat HAM masa lalu yang masih menjadi beban pemerintah.
Kasus itu yaitu Peristiwa 1965, Peristiwa 27 Juli 1996, Tragedi Trisakti, Tragedi Semanggi I dan II, Peristiwa kerusuhan Mei 1998 dan penculikan aktivis pro-demokrasi 1997-1998.