JAKARTA, KOMPAS.com — Dosen Fakultas Hukum Universitas Andalas, Feri Amsari, menilai, keputusan Majelis Kehormatan Hakim (MKH) terhadap Hakim Pengadilan Tinggi (PT) Pekanbaru, Riau, Pangeran Napitupulu tidak sesuai dengan fakta yang terungkap dalam persidangan.
Dalam sidang etik yang digelar di Mahkamah Agung (MA) pada Selasa (28/2/2017), MKH menilai, Napitupulu terbukti menjadi perantara dalam pengurusan perkara pidana di Pengadilan Negeri (PN) Rantau Prapat, Medan, pada 2009.
Napitupulu menerima uang senilai Rp 1 miliar yang kemudian dialokasikan ke sejumlah pihak pengadilan, termasuk untuk dirinya. Atas tindakannya itu, MKH memberi keputusan pemecatan dengan hormat terhadap Napitupulu.
Menurut Feri, jika seorang hakim terbukti melakukan pelanggaran etik berat, maka ia sedianya dijatuhi vonis pemecatan tidak dengan hormat.
"Semestinya sudah jelas, kalau sudah terpenuhi unsur pelanggaran etiknya itu pelanggaran berat, maka seharusnya (pemecatan) tidak dengan hormat. Ini kontradiktif," kata Feri usai mengikuti diskusi di bilangan Thamrin, Jakarta Pusat, Rabu (1/3/2017).
Menurut Feri, MKH harus lebih tegas dalam memberikan putusan terhadap hakim-hakim yang bermasalah, bukan justru melindunginya dengan memberi keputusan yang meringankan.
Menurut Feri, semestinya jika sudah terbukti ada unsur pidana yang dilanggar oleh hakim tersebut, maka proses hukum pidana sedianya juga dijalankan MA.
"Jadi, jangan sampai model peradilan etik sampai jadi ruang penyelamatan bagi proses pidana. Jangan dihukum etik kemudian dia dibebaskan pidana, apalagi diberhentikan dengan hormat," kata peneliti Center for International and Alumni Relation (CIAR) tersebut.
Napitupulu sebelumnya diduga menerima uang sebesar Rp 1 miliar dari pihak yang berperkara di Pengadilan Negeri Rantau Prapat, Sumatera Utara, pada 2009. Saat itu, ia masih bertugas sebagai Ketua Pengadilan Negeri Buntok, Kalimantan Tengah.
Uang tersebut diberikan secara berangsur dalam satu hari. Rinciannya, pembayaran pertama Rp 50 juta, pembayaran kedua sebesar Rp 300 juta, pembayaran ketiga sebesar Rp 500 juta, dan pembayaran keempat sebesar Rp 150 juta.
Kemudian pada 2014, Napitupulu dilaporkan ke KY oleh pihak pemberi uang tersebut. Saat itu, Napitupulu sudah bertugas sebagai hakim tinggi pada Pengadilan Tinggi (PT) Jambi.
Kasus pengurusan perkara oleh Napitipulu baru disidangkan di MKH sekitar akhir 2016. Sementara itu, Napitupulu sudah bertugas di Pengadilan Tinggi Pekanbaru, Riau.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.