Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kontras Sebut Wiranto Plinplan soal Pembentukan Dewan Kerukunan Nasional

Kompas.com - 18/02/2017, 14:13 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) menilai Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto tidak konsisten terkait rencana pembentukan Dewan Kerukunan Nasional (DKN).

Pada Jumat (17/2/2017), Wiranto menegaskan bahwa pembentukan DKN tidak bertujuan untuk menyelesaikan kasus pelanggaran berat HAM masa lalu. Sebelumnya Wiranto sempat menyebut salah satu tujuan pembentukan DKN adalah menggantikan peran KKR dalam menyelesaikan pelanggaran berat HAM masa lalu melalui jalur non-yudisial.

"Pernyataan Wiranto selalu berubah. Plinplan, tidak konsisten soal pembentukan DKN. Artinya ada sesuatu yang disembunyikan," ujar Kepala Divisi Pemantauan Impunitas Kontras, Feri Kusuma, saat jumpa pers di kantor Kontras, Kramat Raya, Jakarta Pusat, Sabtu (18/2/2017).

Feri pun menyangsikan pernyataan Wiranto tersebut. Pasalnya dari hasil investigasi Kontras dan informasi yang diperoleh di Kantor Staf Presiden, ada tiga poin utama kewenangan DKN dalam draf rancangannya.

Ketiga poin tersebut adalah penyelesaian kasus pelanggaran HAM masa lalu, penanganan konflik horizontal, dan kasus intoleransi.

Feri menuturkan bahwa pembentukan DKN bertentangan dengan janji Presiden Joko Widodo dalam Nawacita dan RPJMN.

Menurut Feri, jika mengacu pada Nawacita dan RPJMN maka hanya ada dua mekanisme penyelesaian kasus pelanggaran HAM masa lalu, jalur yudisial dan non-yudisial. Kedua mekanisme ini berada di bawah Komite Kepresidenan. Namun, hingga kini Presiden belum membentuk Komite Kepresidenan.

"Pembentukan DKN menyalahi hukum. Kasus HAM tidak bisa diselesaikan melalui rekonsiliasi yang berasal dari usulan Wiranto karena bertentangan dengan janji Presiden Jokowi. Usulan Wiranto jelas kontraproduktif. DKN bukan solusi," tutur Feri.

Sebelumnya, Menko Polhukam Wiranto menegaskan bahwa pembentukan DKN bukan bertujuan untuk menggantikan Komisi Kebenaran Rekonsiliasi (KKR) dalam menyelesaikan kasus pelanggaran berat HAM masa lalu.

Menurut Wiranto, kewenangan DKN hanya difokuskan pada penyelesaian konflik horizontal di masyarakat ataupun konflik vertikal antara masyarakat dan aparat pemerintah. Namun, Wiranto sempat menyebut salah satu tujuan pembentukan DKN adalah menggantikan peran KKR dalam menyelesaikan pelanggaran berat HAM masa lalu melalui jalur non-yudisial pada awal Januari 2017 lalu.

Saat ini, Wiranto telah menyiapkan 11 nama dari kalangan tokoh masyarakat dan agama untuk menjadi anggota DKN. Kesebelas nama tersebut akan diajukan ke Presiden Joko Widodo untuk disetujui melalui penerbitan keputusan presiden (keppres) dan pembentukan DKN melalui peraturan presiden (perpres).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

6 Pengedar Narkoba Bermodus Paket Suku Cadang Dibekuk, 20.272 Ekstasi Disita

6 Pengedar Narkoba Bermodus Paket Suku Cadang Dibekuk, 20.272 Ekstasi Disita

Nasional
Budiman Sudjatmiko: Bisa Saja Kementerian di Era Prabowo Tetap 34, tetapi Ditambah Badan

Budiman Sudjatmiko: Bisa Saja Kementerian di Era Prabowo Tetap 34, tetapi Ditambah Badan

Nasional
PAN Ungkap Alasan Belum Rekomendasikan Duet Khofifah dan Emil Dardak di Pilkada Jatim

PAN Ungkap Alasan Belum Rekomendasikan Duet Khofifah dan Emil Dardak di Pilkada Jatim

Nasional
Prabowo Hendak Tambah Kementerian, Ganjar: Kalau Buat Aturan Sendiri Itu Langgar UU

Prabowo Hendak Tambah Kementerian, Ganjar: Kalau Buat Aturan Sendiri Itu Langgar UU

Nasional
Tingkatkan Pengamanan Objek Vital Nasional, Pertamina Sepakati Kerja Sama dengan Polri

Tingkatkan Pengamanan Objek Vital Nasional, Pertamina Sepakati Kerja Sama dengan Polri

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Tak Jadi Ajang 'Sapi Perah'

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Tak Jadi Ajang "Sapi Perah"

Nasional
Ganjar Deklarasi Jadi Oposisi, Budiman Sudjatmiko: Kalau Individu Bukan Oposisi, tapi Kritikus

Ganjar Deklarasi Jadi Oposisi, Budiman Sudjatmiko: Kalau Individu Bukan Oposisi, tapi Kritikus

Nasional
Telat Sidang, Hakim MK Kelakar Habis 'Maksiat': Makan, Istirahat, Shalat

Telat Sidang, Hakim MK Kelakar Habis "Maksiat": Makan, Istirahat, Shalat

Nasional
Ditanya Kans Anies-Ahok Duet pada Pilkada DKI, Ganjar: Daftar Dulu Saja

Ditanya Kans Anies-Ahok Duet pada Pilkada DKI, Ganjar: Daftar Dulu Saja

Nasional
Ke Ribuan Perwira Siswa, Sekjen Kemenhan Bahas Rekonsiliasi dan Tampilkan Foto Prabowo-Gibran

Ke Ribuan Perwira Siswa, Sekjen Kemenhan Bahas Rekonsiliasi dan Tampilkan Foto Prabowo-Gibran

Nasional
Resmikan Tambak BINS, Jokowi: Ini Langkah Tepat Jawab Permintaan Ikan Nila yang Tinggi

Resmikan Tambak BINS, Jokowi: Ini Langkah Tepat Jawab Permintaan Ikan Nila yang Tinggi

Nasional
Terus Berpolitik, Ganjar Akan Bantu Kader PDI-P yang Ingin Maju Pilkada

Terus Berpolitik, Ganjar Akan Bantu Kader PDI-P yang Ingin Maju Pilkada

Nasional
Kentalnya Aroma Politik di Balik Wacana Penambahan Kementerian Kabinet Prabowo-Gibran

Kentalnya Aroma Politik di Balik Wacana Penambahan Kementerian Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Pejabat Kementan Patungan untuk Gaji Pembantu SYL di Makassar Rp 35 Juta

Pejabat Kementan Patungan untuk Gaji Pembantu SYL di Makassar Rp 35 Juta

Nasional
Panglima TNI Perintahkan Pengamanan Pilkada Harus Serius karena Ancaman dan Risiko Lebih Besar

Panglima TNI Perintahkan Pengamanan Pilkada Harus Serius karena Ancaman dan Risiko Lebih Besar

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com