Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

ICW Sebut Pengadaan Kapal Pertamina Tak Sesuai Spesifikasi

Kompas.com - 08/02/2017, 16:07 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Indonesia Corruption Watch menemukan sejumlah kejanggalan dalam pengadaan dua unit kapal anchor handling tug supply (AHTS) milik PT Pertamina Transkontinental pada 2012.

Koordinator Divisi Investigasi ICW Febri Hendri mengatakan, salah satunya yakni ketidaksesuaian spesifikasi kapal yang dibuat PT Vries Marine Shipyard dalam kontrak dengan hasilnya.

Dalam kontrak, disepakati gear box pada mesin utamanya merek Reintjes LAF 183P yang merupakan buatan Eropa. Namun, yang dipasang pada kapal Trans Celebes itu merk Twin Disc keluaran Amerika Serikat.

"Menurut kami ini tidak sesuai kontrak. Kami melihat itu peristiwa hukum," ujar Febri di kompleks Kejaksaan Agung, Jakarta, Rabu (8/2/2017).

Selain itu, adanya keterlambatan penyerahan kapal dari PT VMS ke PT PTK. Dalam kontrak, semestinya kapal pertama bernama Trans Andalas diserahkan pada 25 Mei 2012 dan kapal kedua bernama Trans Celebes pada 25 Juni 2012.

Pada kenyataannya, kapal baru diserahkan pada 10 Agustus 2012 dan 8 Oktober 2012.

Semestinya, kata Febri, ada denda dalam kontrak yang wajib dibayar jika mengalami keterlambatan. Denda tersebut sebesar 5.000 dollar AS perkapal per hari.

"Kalau dihitung keterlambatan 175 hari dan tidak ditagih oleh direksi PT PTK. Ada 875.000 dollar AS yang tidak ditagih," kata Febri.

Soal keterlambatan itu, PT VMS beralasan karena faktor cuaca di tempat pembuatan kapal, yaitu di Guangzhou, China.

Tim investigasi ICW kemudian memastikannya ke Hongkong Observatory. Diketahui ada sekitar 23 angin topan yang terjadi di China tahun itu. Namun, kejadian itu hanya berlangsung pada Juli hingga September 2012.

"Itu juga terjadi setelah tenggat waktu dalam kontrak. Jadi mestinya tidak berpengaruh ke jadwal penyerahan kapal," kata Febri.

(Baca: ICW Serahkan Hasil Investigasi Dugaan Korupsi Kapal Pertamina ke Kejagung)

Sebagai kompensasi keterlambatan itu, akhirnya PT VMS menambah peralatan kapal senilai Rp 322 juta dan 2.200 dollar AS. Padahal, kompensasi denda tidak diatur dalam kontrak.

Dengan demikian, kata Febri, direksi PT PTK dan PT VMS melanggar kontrak dan membuat aturan sendiri yang tak tertera dalam kontrak.

Dalam kasus ini, Kejagung telah beberapa kali memanggil Wakil Direktur Pertamina Persero, Ahmad Bambang untuk dimintai keterangan. Ia dimintai keterangan dalam kapasitasnya sebagai mantan Dirut PT PTK.

(Baca: Kejagung Pernah Panggil Mantan Wadirut Pertamina Terkait Kasus Pengadaan Kapal Kontinental)

Namun, saat panggilan terakhir pada 30 Januari 2017 kemarin, Ahmad mangkir dari panggilan tersebut.

Jaksa Agung Muhammad Prasetyo mengklaim pihaknya telah mengantungi sejumlah bukti bahwa adanya tindak pidana dalam pengadaan kapal tersebut.

Ia mengaku telah menerima catatan dari Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK) serta Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) terkait penghitungan sementara kerugian negara.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang 'Toxic' ke Pemerintahan

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang "Toxic" ke Pemerintahan

Nasional
Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Nasional
Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Nasional
Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Nasional
Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Nasional
Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Nasional
Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Nasional
Tak Dianggap Kader PDI-P, Jokowi dan Keluarga Diprediksi Gabung Golkar

Tak Dianggap Kader PDI-P, Jokowi dan Keluarga Diprediksi Gabung Golkar

Nasional
Prabowo Harap Semua Pihak Rukun meski Beda Pilihan Politik

Prabowo Harap Semua Pihak Rukun meski Beda Pilihan Politik

Nasional
Jokowi Sebut Penyusunan Kabinet Mendatang Hak Prerogatif Prabowo

Jokowi Sebut Penyusunan Kabinet Mendatang Hak Prerogatif Prabowo

Nasional
Temui Warga Aceh Usai Pilpres, Cak Imin Janji Lanjutkan Perjuangan

Temui Warga Aceh Usai Pilpres, Cak Imin Janji Lanjutkan Perjuangan

Nasional
Timnas Akan Hadapi Guinea untuk Bisa Lolos ke Olimpiade, Jokowi: Optimistis Menang

Timnas Akan Hadapi Guinea untuk Bisa Lolos ke Olimpiade, Jokowi: Optimistis Menang

Nasional
KPK Sebut Penyidik Bisa Jemput Paksa Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

KPK Sebut Penyidik Bisa Jemput Paksa Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

Nasional
TNI AD Mulai Tanam Padi di Merauke, KSAD: Selama Ini Hasilnya Kurang Baik

TNI AD Mulai Tanam Padi di Merauke, KSAD: Selama Ini Hasilnya Kurang Baik

Nasional
KPK Mengaku Bisa Tangkap Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Kapan Saja

KPK Mengaku Bisa Tangkap Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Kapan Saja

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com