Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mayoritas Diam

Kompas.com - 17/01/2017, 19:38 WIB

Adanya mayoritas diam (silent majority) telah cukup lama menjadi perhatian sekaligus sasaran kritik kalangan aktivis dan Indonesianis. Fenomena ini terkait dengan kenyataan, diamnya warga mayoritas menimbulkan banyak dampak negatif terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara.

Dalam konteks itu, pernyataan Megawati Soekarnoputri tentang silent majority dalam peringatan hari lahir ke-44 Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), Selasa (10/1) pekan lalu, sangat tepat waktu dan perlu.

Megawati dalam pidatonya yang oratoris mengimbau, sudah saatnya silent majority bersuara dan menggalang kekuatan untuk mempertahankan NKRI, Pancasila, UUD 1945, dan Bhinneka Tunggal Ika.

Megawati melihat, NKRI dalam kesulitan. Salah satu kesulitan itu adalah memelihara keutuhan eksistensi negara-bangsa (nation- state) Indonesia. Dengan mengisyaratkan bahaya diamnya mayoritas, Megawati percaya, ”mayoritas rakyat Indonesia mencintai NKRI yang ber-Bhinneka Tunggal Ika”.

Di sini, bagi rakyat mayoritas, mencintai saja tak cukup. Cinta rakyat mayoritas kepada NKRI, Pancasila, UUD 1945, dan Bhinneka Tunggal Ika mesti diekspresikan secara terbuka, khususnya ketika empat prinsip dasar negara-bangsa Indonesia ini mendapat tantangan serius yang bisa mengancam persatuan, kesatuan, dan keutuhan Indonesia.

Siapa sebenarnya yang dimaksud Megawati dengan rakyat mayoritas yang diam itu?

Dari sudut politik, tampaknya yang dimaksudkan adalah mayoritas absolut dari totalitas warga yang memiliki kecintaan dan komitmen sepenuhnya kepada negara-bangsa Indonesia dengan empat prinsip dasar UUD 1945, Pancasila, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika.

Di luar kumpulan mayoritas ini adalah minoritas yang menolak atau skeptis terhadap negara-bangsa Indonesia lengkap dengan keempat prinsip dasarnya. Mereka punya orientasi ideologi transnasional dengan tujuan menciptakan negara dalam bentuk lain, misal khilafah atau daulah Islamiyah.

Sebagai gejala sosiologis-politis sekaligus religio-politis, kelompok minoritas ini cenderung agresif dan militan.

Berkat demokrasi, mereka dapat secara bebas menggunakan ruang publik untuk menegaskan diri, lengkap dengan tujuan yang ingin mereka capai yang tidak sejalan dengan keempat prinsip dasar negara-bangsa Indonesia.

Berhadapan dengan fenomena ini, warga mayoritas sebaliknya lebih banyak bersikap pasif. Meski tidak setuju dengan ekspresi dan agenda minoritas yang kian menguasai panggung, mereka bersikap berdiam diri.

Sikap membisu mayoritas memunculkan banyak dampak negatif. Kebisuan mayoritas, misalnya, terlihat dalam hal korupsi yang mengakibatkan penyakit ini tetap menjadi salah satu masalah besar dan serius.

Selama berpuluh tahun, rakyat umumnya hanya diam melihat dan mengalami korupsi yang merajalela sejak tingkat paling bawah sampai tingkat atas birokrasi.

Alih-alih bersuara lantang menentang, mayoritas warga memilih diam dan permisif atau merestui (condoning) serta menerima korupsi dalam berbagai bentuknya. Hasilnya, korupsi seolah menjadi budaya yang sangat sulit diberantas.

Dampak negatif lain juga terlihat dalam kehidupan keagamaan. Banyak bukti historis dan empiris yang memperlihatkan, kaum Muslim yang merupakan penduduk mayoritas Indonesia adalah umat beriman yang inklusif akomodatif.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pemerintah Tunda Kewajiban Sertifikasi Halal UMKM hingga 2026

Pemerintah Tunda Kewajiban Sertifikasi Halal UMKM hingga 2026

Nasional
KPK Benarkan JK Bakal Jadi Saksi Meringankan Kasus Eks Dirut PT Pertamina

KPK Benarkan JK Bakal Jadi Saksi Meringankan Kasus Eks Dirut PT Pertamina

Nasional
Buntut Kecelakaan di Subang, Kemenhub dan Polri Cek Massal Kelayakan Bus Pariwisata di 6 Provinsi

Buntut Kecelakaan di Subang, Kemenhub dan Polri Cek Massal Kelayakan Bus Pariwisata di 6 Provinsi

Nasional
'Revisi UU MK Bukan soal Penegakkan Konstitusi, Ini soal Kepentingan Politik Jangka Pendek'

"Revisi UU MK Bukan soal Penegakkan Konstitusi, Ini soal Kepentingan Politik Jangka Pendek"

Nasional
KPK Tahan 2 Tersangka Baru Kasus Subkontraktor Fiktif di BUMN PT Amarta Karya

KPK Tahan 2 Tersangka Baru Kasus Subkontraktor Fiktif di BUMN PT Amarta Karya

Nasional
KPU Jamin Satu Keluarga Tak Akan Pisah TPS pada Pilkada 2024

KPU Jamin Satu Keluarga Tak Akan Pisah TPS pada Pilkada 2024

Nasional
Fraksi PDI-P Usul Presiden Konsultasi dengan DPR soal Jumlah Kementerian, Gerindra: Sangat Tidak Mungkin!

Fraksi PDI-P Usul Presiden Konsultasi dengan DPR soal Jumlah Kementerian, Gerindra: Sangat Tidak Mungkin!

Nasional
Di Sidang Ke-33 CCPCJ Wina, Kepala BNPT Ajukan 3 Pendekatan untuk Tangani Anak Korban Tindak Pidana Terorisme

Di Sidang Ke-33 CCPCJ Wina, Kepala BNPT Ajukan 3 Pendekatan untuk Tangani Anak Korban Tindak Pidana Terorisme

Nasional
KNKT Pastikan PO Bus yang Dipakai SMK Lingga Kencana Depok Tak Berizin

KNKT Pastikan PO Bus yang Dipakai SMK Lingga Kencana Depok Tak Berizin

Nasional
Polri Bidik Pengusaha Bus Jadi Tersangka Kecelakaan Rombongan SMK Lingga Kencana

Polri Bidik Pengusaha Bus Jadi Tersangka Kecelakaan Rombongan SMK Lingga Kencana

Nasional
KPU Siapkan TPS Lokasi Khusus untuk Pilkada 2024

KPU Siapkan TPS Lokasi Khusus untuk Pilkada 2024

Nasional
Revisi UU MK, Usul Hakim Konstitusi Minta 'Restu' Tiap 5 Tahun Dianggap Konyol

Revisi UU MK, Usul Hakim Konstitusi Minta "Restu" Tiap 5 Tahun Dianggap Konyol

Nasional
Deretan Sanksi Peringatan untuk KPU RI, Terkait Pencalonan Gibran sampai Kebocoran Data Pemilih

Deretan Sanksi Peringatan untuk KPU RI, Terkait Pencalonan Gibran sampai Kebocoran Data Pemilih

Nasional
DPR Berpotensi Langgar Prosedur soal Revisi UU MK

DPR Berpotensi Langgar Prosedur soal Revisi UU MK

Nasional
Bus yang Alami Kecelakaan di Ciater Hasil Modifikasi, dari Normal Jadi 'High Decker'

Bus yang Alami Kecelakaan di Ciater Hasil Modifikasi, dari Normal Jadi "High Decker"

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com