Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menangkal Ancaman Terorisme 2.0

Kompas.com - 26/12/2016, 17:10 WIB

JAKARTA, KOMPAS - Negara Islam di Irak dan Suriah, media sosial, anak muda, perempuan, dan lone wolf menjadi ciri-ciri kunci gerakan terorisme di Indonesia pada 2016. Selamat datang di era Terorisme 2.0, saat gerakan radikal hadir di semua sisi kehidupan via dunia maya. Siapkah kita mengantisipasinya?

Pada dekade 1980-an hingga 2000-an awal, kelompok Al Qaeda menghadirkan ancaman baru di dunia modern dengan terorisme berkedok agama. Amerika Serikat, Eropa, Afrika, hingga Asia, termasuk Indonesia, pernah menjadi sasaran peledakan bom para pelaku teror yang berafiliasi dengan kelompok itu. Nyawa ribuan orang menjadi tumbal ambisi mereka menciptakan negara khilafah.

Jemaah Islamiyah (JI) merupakan sel Al Qaeda di Indonesia. Namun, penangkapan terhadap sejumlah pemimpin JI, di antaranya Abu Bakar Ba'asyir, Dulmatin, Azahari Husin, dan Noordin M Top, oleh Detasemen Khusus 88 Anti Teror Polri pada 2009 dan 2010 melumpuhkan jaringan tersebut. Ini mengakhiri era terorisme jilid satu di Tanah Air.

Namun, konflik negara-negara di Timur Tengah sejak 2011 membangunkan kembali sel-sel teroris yang sempat tertidur. Kelompok Negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS) yang didirikan di Irak oleh Abu Bakar al-Baghdadi pada 2013 menjadi wadah baru sel-sel teroris dunia, tak terkecuali Indonesia, untuk melanjutkan mimpi yang belum terpenuhi bersama Al Qaeda.

Kehadiran NIIS menandakan era baru gerakan terorisme dunia. Jessica Stern dan JM Berger dalam buku ISIS: The State of Terror (2015) mengurai perbedaan antara Al Qaeda dan NIIS. Pertama, NIIS bersifat terbuka mengundang warga dunia untuk bergabung, sedangkan Al Qaeda memiliki kriteria khusus bagi orang-orang yang ingin bergabung sehingga terkesan tertutup dan bergerak seperti organisasi rahasia.

Pimpinan dan anggota JI setidaknya pernah menjalani pendidikan paramiliter di Afganistan pada periode 1980-1990. Sementara kelompok NIIS di Indonesia tak memiliki keahlian militer. Kemampuan menggunakan senjata hingga merakit bom dipelajari dari dunia maya.

Aman Abdurahman, terpidana terorisme yang masih ditahan di Lembaga Pemasyarakatan Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah, dapat menjadi tokoh utama gerakan sel NIIS Indonesia. Aman tidak pernah mengikuti pelatihan militer di luar negeri, tetapi ia mampu menerjemahkan sekitar 30 buku dan instruksi yang dikeluarkan NIIS untuk disebarkan ke kelompok radikal di Tanah Air.

Karena keterbukaan itu, anggota sejumlah sel NIIS di Indonesia, seperti Jemaah Ansharut Daulah (JAD) dan Jemaah Anshar Khilafah Daulah Nusantara (JAKDN), berasal dari latar belakang dan kelompok usia yang beragam. Anak muda, penganggur, pedagang, mantan santri, sarjana, pegawai negeri sipil dan swasta, penegak hukum, hingga perempuan menjadi anggota dua kelompok itu.

Penggunaan media sosial sebagai sarana propaganda menjadi ciri khas era terorisme jilid dua. Cara itu bisa memperluas wilayah jangkauan pengaruh NIIS.

Berdasarkan data Global Terrorism Index 2016 yang dikeluarkan Institute for Economics and Peace (IEP), pada 2015, kelompok berafiliasi NIIS melakukan serangan teror di 28 negara. Jumlah serangan meningkat dibandingkan tahun 2014, hanya 13 negara.

Transformasi jaringan

Setelah aksi teror di Jalan Thamrin, Jakarta, 14 Januari lalu, Densus 88 Anti Teror telah menggagalkan puluhan rencana aksi teror serta menangkap hampir 100 terduga teroris sepanjang 2016.

Dari penangkapan itu, terungkap pola perkembangan kelompok teroris di Indonesia. Aksi teror NIIS di negeri ini didominasi para residivis, tetapi sejumlah aksi juga dilakukan oleh "orang" baru (pemuda dan perempuan) dengan metode baru pula, yakni secara tunggal atau lone wolf.

Ini terlihat dari aksi teror yang dilakukan IAH (17) di Gereja Katolik Santo Yosep, Medan, Sumatera Utara, 28 Agustus; SA (22) yang menyerang tiga polisi di Cikokol, Tangerang, Banten, Oktober lalu; dan RPW (23) yang merencanakan aksi teror di Majalengka, Jawa Barat, November. Anak-anak muda ini mampu melakukan aksi tunggal yang dipersiapkan melalui dunia maya.

Terkait fenomena itu, Marc Sageman dalam Leaderless Jihad (2008) menjelaskan, anak muda merasa setara dan menemukan tempat "aman" karena mampu berhubungan secara virtual dengan orang yang memiliki ketertarikan sama. Interaksi itu, lanjut Sageman, menjadi pemicu utama lahirnya penyendiri (loners) yang selanjutnya menjadi pelaku teror tunggal (lone wolves).

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 14 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 14 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Soal Prabowo Tak Ingin Diganggu Pemerintahannya, Zulhas: Beliau Prioritaskan Bangsa

Soal Prabowo Tak Ingin Diganggu Pemerintahannya, Zulhas: Beliau Prioritaskan Bangsa

Nasional
Kemendesa PDTT Apresiasi Konsistensi Pertamina Dukung Percepatan Pertumbuhan Ekonomi Masyarakat Wilayah Transmigrasi

Kemendesa PDTT Apresiasi Konsistensi Pertamina Dukung Percepatan Pertumbuhan Ekonomi Masyarakat Wilayah Transmigrasi

Nasional
Pospek Kinerja Membaik, Bank Mandiri Raih Peringkat AAA dengan Outlook Stabil dari Fitch Ratings

Pospek Kinerja Membaik, Bank Mandiri Raih Peringkat AAA dengan Outlook Stabil dari Fitch Ratings

Nasional
Refly Harun Anggap PKB dan Nasdem 'Mualaf Oposisi'

Refly Harun Anggap PKB dan Nasdem "Mualaf Oposisi"

Nasional
Berharap Anies Tak Maju Pilkada, Refly Harun: Levelnya Harus Naik, Jadi 'King Maker'

Berharap Anies Tak Maju Pilkada, Refly Harun: Levelnya Harus Naik, Jadi "King Maker"

Nasional
Perkara Besar di Masa Jampidum Fadil Zumhana, Kasus Sambo dan Panji Gumilang

Perkara Besar di Masa Jampidum Fadil Zumhana, Kasus Sambo dan Panji Gumilang

Nasional
Refly Harun: Anies Tak Punya Kontrol Terhadap Parpol di Koalisi Perubahan

Refly Harun: Anies Tak Punya Kontrol Terhadap Parpol di Koalisi Perubahan

Nasional
Verifikasi Bukti Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai, Warga Akan Didatangi Satu-satu

Verifikasi Bukti Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai, Warga Akan Didatangi Satu-satu

Nasional
Indonesia Dorong Pemberian Hak Istimewa ke Palestina di Sidang PBB

Indonesia Dorong Pemberian Hak Istimewa ke Palestina di Sidang PBB

Nasional
Beban Melonjak, KPU Libatkan PPK dan PPS Verifikasi Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai

Beban Melonjak, KPU Libatkan PPK dan PPS Verifikasi Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai

Nasional
Peran Kritis Bea Cukai dalam Mendukung Kesejahteraan Ekonomi Negara

Peran Kritis Bea Cukai dalam Mendukung Kesejahteraan Ekonomi Negara

Nasional
Refly Harun Ungkap Bendera Nasdem Hampir Diturunkan Relawan Amin Setelah Paloh Ucapkan Selamat ke Prabowo

Refly Harun Ungkap Bendera Nasdem Hampir Diturunkan Relawan Amin Setelah Paloh Ucapkan Selamat ke Prabowo

Nasional
UU Pilkada Tak Izinkan Eks Gubernur Jadi Cawagub, Wacana Duet Anies-Ahok Buyar

UU Pilkada Tak Izinkan Eks Gubernur Jadi Cawagub, Wacana Duet Anies-Ahok Buyar

Nasional
Jemaah Haji Tak Punya 'Smart Card' Terancam Deportasi dan Denda

Jemaah Haji Tak Punya "Smart Card" Terancam Deportasi dan Denda

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com