Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bisakah Disebut Makar Tanpa Ada Pemberontakan? Ini Penjelasannya

Kompas.com - 06/12/2016, 08:35 WIB
Abba Gabrillin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Polri secara resmi mengumumkan penetapan 11 tersangka yang diduga berupaya merusak situasi keamanan ketika aksi doa bersama dilakukan pada Jumat (2/12/2016).

Dari 11 orang yang ditangkap, tujuh di antaranya ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan melakukan permufakatan makar.

Ketujuh orang tersebut adalah Rachmawati Soekarnoputri, Kivlan Zein, Ratna Sarumpaet, Adityawarman, Eko, Alvin, dan Firza Huzein. Mereka disangka melanggar Pasal 107 jo Pasal 110 jo Pasal 87 KUHP.

Dalam jumpa pers, Sabtu (3/12/2016), Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal Boy Rafli Amar menjelaskan bahwa para tersangka berupaya memanfaatkan aksi doa bersama yang diikuti massa dalam jumlah besar.

Ketujuh tersangka memiliki tujuan yang sama, yakni menggulingkan pemerintahan yang sah.

Pasca-penetapan tersangka, berbagai pendapat kemudian muncul ke publik. Masyarakat pun bertanya-tanya mengenai perbuatan makar yang dituduhkan kepada para tersangka.

Tak mengherankan jika tuduhan makar tersebut menimbulkan pertanyaan. Sebab, di beberapa negara yang pernah terjadi penggulingan kekuasaan, kudeta dilakukan dengan adanya aksi pemberontakan. Bahkan, bisa jadi diikuti dengan adanya konflik senjata.

Tak tunggu pemberontakan

Perbuatan makar ternyata dapat dipidana tanpa harus ada tindakan pemberontakan secara fisik. Penegak hukum dapat melakukan antisipasi pemberontakan dengan menangkap para pelaku yang diduga merencanakan upaya makar.

Ahli hukum pidana dari Universitas Indonesia, Ganjar Laksamana, menjelaskan bahwa secara hukum, makar adalah suatu percobaan kejahatan.

Secara konstruksi hukum, makar dijadikan kejahatan yang berdiri sendiri dan dianggap selesai meski masih pada tahap percobaan.

"Sebab, bila makar harus sampai selesai, pelakunya menjadi penguasa baru. Nah, mana mungkin seorang penguasa baru diminta pertanggungjawaban hukum?" ujar Ganjar kepada Kompas.com, Senin (5/12/2016).

Ganjar mengatakan, percobaan kejahatan seperti yang diatur dalam Pasal 53 KUHP harus memenuhi tiga syarat.

Pertama, harus ada niat pelaku. Kedua, harus ada perbuatan permulaan pelaksanaan. Kemudian, yang ketiga, tidak selesainya kejahatan bukan diakibatkan kehendak pelaku itu sendiri.

"Permufakatan jahat itu ada bila di antara pihak yang bermufakat telah terdapat kesamaan niat, perencanaan bersama yang ditandai dengan adanya pertemuan-pertemuan, dan adanya pembagian tugas yang jelas," kata Ganjar.

Halaman:
Baca tentang


Terkini Lainnya

Soal Polemik UKT, Prabowo: Kalau Bisa Biaya Kuliah Gratis!

Soal Polemik UKT, Prabowo: Kalau Bisa Biaya Kuliah Gratis!

Nasional
Lantik Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama, Menaker Minta Percepat Pelaksanaan Program Kegiatan

Lantik Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama, Menaker Minta Percepat Pelaksanaan Program Kegiatan

Nasional
Akbar Faizal Sebut Jokowi Memberangus Fondasi Demokrasi Jika Setujui RUU Penyiaran

Akbar Faizal Sebut Jokowi Memberangus Fondasi Demokrasi Jika Setujui RUU Penyiaran

Nasional
Tidak Euforia Berlebihan Setelah Menang Pilpres, Prabowo: Karena yang Paling Berat Jalankan Mandat Rakyat

Tidak Euforia Berlebihan Setelah Menang Pilpres, Prabowo: Karena yang Paling Berat Jalankan Mandat Rakyat

Nasional
Korban Dugaan Asusila Ketua KPU Bakal Minta Perlindungan LPSK

Korban Dugaan Asusila Ketua KPU Bakal Minta Perlindungan LPSK

Nasional
Pemerintah Belum Terima Draf Resmi RUU Penyiaran dari DPR

Pemerintah Belum Terima Draf Resmi RUU Penyiaran dari DPR

Nasional
Akui Cita-citanya adalah Jadi Presiden, Prabowo: Dari Kecil Saya Diajarkan Cinta Tanah Air

Akui Cita-citanya adalah Jadi Presiden, Prabowo: Dari Kecil Saya Diajarkan Cinta Tanah Air

Nasional
Budi Arie: Pemerintah Pastikan RUU Penyiaran Tak Kekang Kebebasan Pers

Budi Arie: Pemerintah Pastikan RUU Penyiaran Tak Kekang Kebebasan Pers

Nasional
Perayaan Trisuci Waisak, Menag Berharap Jadi Momentum Rajut Kerukunan Pasca-Pemilu

Perayaan Trisuci Waisak, Menag Berharap Jadi Momentum Rajut Kerukunan Pasca-Pemilu

Nasional
Vendor Kementan Disuruh Pasang 6 AC di Rumah Pribadi SYL dan Anaknya

Vendor Kementan Disuruh Pasang 6 AC di Rumah Pribadi SYL dan Anaknya

Nasional
SYL Berkali-kali 'Palak' Pegawai Kementan: Minta Dibelikan Ponsel, Parfum hingga Pin Emas

SYL Berkali-kali "Palak" Pegawai Kementan: Minta Dibelikan Ponsel, Parfum hingga Pin Emas

Nasional
Anak SYL Ikut-ikutan Usul Nama untuk Isi Jabatan di Kementan

Anak SYL Ikut-ikutan Usul Nama untuk Isi Jabatan di Kementan

Nasional
Cucu SYL Dapat Jatah Jabatan Tenaga Ahli di Kementan, Digaji Rp 10 Juta Per Bulan

Cucu SYL Dapat Jatah Jabatan Tenaga Ahli di Kementan, Digaji Rp 10 Juta Per Bulan

Nasional
KPK Duga Negara Rugi Ratusan Miliar Rupiah akibat Korupsi di PT PGN

KPK Duga Negara Rugi Ratusan Miliar Rupiah akibat Korupsi di PT PGN

Nasional
Berbagai Alasan Elite PDI-P soal Jokowi Tak Diundang ke Rakernas

Berbagai Alasan Elite PDI-P soal Jokowi Tak Diundang ke Rakernas

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com