JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengatakan, pemerintah dianggap masih memiliki utang kepada perusahaan asal Amerika Serikat yang disubkontrak oleh konsorsium pemenang tender proyek Kartu Tanda Penduduk (KTP) elektronik.
Utang tersebut berjumlah 90 juta dollar AS atau sekitar Rp 1,2 triliun.
Namun, Tjahjo tak mau menyebutkan nama perusahaan itu.
"Begitu saya jadi menteri, saya dihubungi, 'Pak Menteri, kementerian Anda masih utang kepada saya'," kata Tjahjo, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (23/11/2016), menirukan perkataan orang yang menghubunginya.
Tjahjo mengatakan, pihaknya terus berkonsultasi dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) soal proyek tersebut.
Sebab, data kependudukan Indonesia yang juga dipegang oleh perusahaan asing itu rawan disalahgunakan.
"Copy data ada di kita, tapi dia pasti pegang juga. Yang kami sesalkan, kami juga menyampaikan ke KPK, ini menyangkut data kependudukan. Uang rakyat. Sembilan puluh juta dollar AS uang negara sudah keluar," kata dia.
Namun, Tjahjo mengatakan, KPK melarang pemerintah menganggarkan dana untuk membayar utang tersebut.
Sebab, pemerintah telah melakukan pembayaran kepada konsorsium. Seharusnya, perusahaan tersebut meminta pembayaran dari konsorsium.
"Jadi kami minta KPK untuk serius dan Pak Agus (Ketua KPK Agus Rahardjo) janji serius. Dan itu kuncinya," kata Tjahjo.
Adapun data yang dipegang oleh perusahaan tersebut berjumlah 110 juta data.
Tjahjo menuturkan, ada beberapa risiko yang dihadapi jika perusahaan asing memegang data kependudukan Indonesia.
"Wong namanya internasional, bisa tahu-tahu ada orang yang punya paspor pakai data Anda. Bukan nama saja, lengkap. Sampai iris mata, sidik jari," kata Tjahjo.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.