JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Balai Pelaksana Jalan Nasional (BPJN) IX Maluku dan Maluku Utara Amran HI Mustary menyebut, sebanyak 20 anggota Komisi V DPR menerima suap dari pengusaha.
Suap tersebut diberikan saat pimpinan dan anggota Komisi V DPR melakukan kunjungan kerja ke Maluku pada Agustus 2015.
Hal tersebut dikatakan pengacara Amran, Hendra Karianga, seusai mendampingi Amran selama diperiksa sebagai tersangka di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Jakarta, Jumat (28/10/2016).
"Pak Amran ditanya penyidik KPK tentang 20 anggota Komisi V yang melakukan kunker ke Maluku, karena mereka semua telah menerima uang dari pengusaha Abdul Khoir dan melalui Pak Amran," ujar Hendra.
Menurut Hendra, berdasarkan pengakuan kliennya kepada penyidik KPK, Amran menyerahkan langsung uang suap kepada 8 anggota Komisi V DPR.
Sementara sisanya, diserahkan oleh pengusaha Abdul Khoir.
Uang untuk anggota Komisi V DPR tersebut berjumlah Rp 445 juta. Adapun, uang yang diberikan untuk Ketua Komisi V sebesar Rp 50 juta.
Uang-uang tersebut dibagikan menggunakan amplop.
"Salah satunya ke Pak Michael Wattimena. Kemudian kepada Ellion yang pendeta itu, kemudian Ibu Damayanti, dan ada enam orang lagi yang Pak Amran tidak tahu namanya," kata Hendra.
Seusai melakukan kunjungan kerja ke Maluku pada Agustus 2015, sejumlah anggota Komisi V DPR mengusulkan proyek yang akan dikerjakan dengan dana aspirasi yang diberikan pemerintah pusat melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.
Namun, usulan proyek tersebut kini terhenti, karena sejumlah anggota Komisi V DPR diduga menerima suap dari para pengusaha yang berharap mengerjakan proyek tersebut.
Selain menetapkan Amran dan Damayanti Wisnu Putranti sebagai tersangka, KPK juga menetapkan dua anggota Komisi V lainnya sebagai tersangka.
Keduanya, yakni Budi Supriyanto dan Andi Taufan Tiro. Selain itu, dua staf Damayanti yang diduga terlibat dalam perkara suap yakni, Dessy A Edwin dan Julia Prasetyarini juga ditetapkan sebagai tersangka.