Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

MK Tolak Uji Materi UU Pemda Terkait Kewenangan Masalah Listrik

Kompas.com - 13/10/2016, 23:09 WIB
Fachri Fachrudin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan menolak permohonan uji materi atau judicial review lampiran CC angka 5 pada Sub Urusan Ketenagalistrikan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (UU Pemda).

Uji materi diajukan atas nama pribadi oleh Bupati Kabupaten Kutai Barat Kalimantan Timur Ismail Thomas, Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Kutai Barat FX Yapan, dan Ketua Presidium Dewan Adat Kabupaten Kutai Barat Yustinus Dullah.

"Menyatakan permohonan para Pemohon tidak dapat diterima," ujar Ketua Majelis Sidang MK, Arief Hidayat dalam persidangan yang digelar, Kamis (13/10/2016).

Pada sidang perdana yang digelar pada Agustus 2015 lalu, pemohon melalui kuasa hukumnya, Halomon Silitonga menyampaikan bahwa Kabupaten Kutai Barat mengalami masalah ketenagalistrikan seperti pemadaman listrik, tidak stabilnya listrik, sulitnya mendapat sambungan listrik dan mahalnya biaya penyambungan listrik.

Bahkan, menurut Pemohon, hanya 30 persen masyarakat di Kabupaten Kutai Barat yang mendapatkan pelayanan listrik.

Permasalahan ini akibat kurangnya pasokan listrik di Kabupaten Kutai Barat.

Pemohon menyampaikan, Pemerintah Kabupaten Kutai Barat bermaksud membangun pembangkit tenaga listrik dengan memanfaatkan potensi sumber daya alam yang ada.

Namun, hal ini terkendala dengan adanya ketentuan yang terdapat dalam Lampiran CC angka 5, Sub Urusan Ketenagalistrikan dari UU Pemda, yang hanya mengatur kewenangan 'pemerintah pusat dan 'pemerintah daerah provinsi' dalam masalah ketenagalistrikan.

Padahal, menurut Pemohon, Pasal 5 ayat 3 UU Ketenagalistrikan memberikan kewenangan kepada kabupaten/kota untuk mengatur mengenai ketenagalistrikan.

Dalam permohonannya, pemohon meminta MK menyatakan Lampiran CC angka 5 pada Sub Urusan Ketenagalistrikan UU Pemda bertentangan dengan Pasal 280 ayat (1) UUD 1945 dan tidak tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. 

Pertimbangan hakim

Anggota majelis sidang I Dewa Gede Palguna mengatakan, pemohon dalam mengajukan permohonan uji materi tidak memiliki kedudukan hukum atau legal standing.

Dalam mengajukan permohonan uji materi, kata Palguna, masing-masing pemohon mengatasnamakan pribadi meskipun melekat jabatan yang tengah diemban.

Sementara, dalam permohonannya, kata Palguna, pemohon menyampaikan bahwa pihak yang secara aktual maupun potensial dapat menganggap hak dan atau kewenangan konstitusionalnya dirugikan adalah Pemerintahan Daerah Kabupaten Kutai Barat, dalam hal ini Bupati Kutai Barat bersama-sama dengan DPRD Kabupaten Kutai Barat secara bersama-sama sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.

"Sehingga, jelas bahwa permohonan diajukan bukan untuk dan atas nama DPRD Kabupaten Kutai Barat," kata Palguna.

Hakim juga menyoroti Pemohon atas nama Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Kutai Barat FX Yapan.

Palguna mengatakan, meskipun Yapan menyatakan dirinya bertindak untuk dan atas nama pribadi dan masyarakat pemilihnya serta representasi konstituen masyarakat Kutai Barat, namun tidak ada keterangan atau bukti yang menyatakan bahwa Yapan menjadi Pemohon berdasarkan hasil keputusan rapat paripurna DPRD Kabupaten Kutai Barat.

Permohonan uji materi ini teregistrasi di MK dengan nomor perkara 87/PUU-XIII/2015.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

KPK Kembali Panggil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor, Singgung Jemput Paksa

KPK Kembali Panggil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor, Singgung Jemput Paksa

Nasional
Hamas Minta JK Turut Serta dalam Upaya Damai di Palestina

Hamas Minta JK Turut Serta dalam Upaya Damai di Palestina

Nasional
KPU Pertanyakan Klaim PPP Kehilangan 5.000 Suara di Sulsel

KPU Pertanyakan Klaim PPP Kehilangan 5.000 Suara di Sulsel

Nasional
KPU Bantah Dalil Sengketa Irman Gusman yang Ngotot Maju DPD

KPU Bantah Dalil Sengketa Irman Gusman yang Ngotot Maju DPD

Nasional
Kontak Senjata hingga Penyanderaan Pesawat, Rintangan Pemilu 2024 di Papua Tengah Terungkap di MK

Kontak Senjata hingga Penyanderaan Pesawat, Rintangan Pemilu 2024 di Papua Tengah Terungkap di MK

Nasional
Jaksa KPK Sebut Dana Rp 850 Juta dari SYL ke Nasdem untuk Keperluan Bacaleg

Jaksa KPK Sebut Dana Rp 850 Juta dari SYL ke Nasdem untuk Keperluan Bacaleg

Nasional
Nostalgia Ikut Pilpres 2024, Mahfud: Kenangan Indah

Nostalgia Ikut Pilpres 2024, Mahfud: Kenangan Indah

Nasional
Gibran Beri Sinyal Kabinet Bakal Banyak Diisi Kalangan Profesional

Gibran Beri Sinyal Kabinet Bakal Banyak Diisi Kalangan Profesional

Nasional
Menag Bertolak ke Saudi, Cek Persiapan Akhir Layanan Jemaah Haji

Menag Bertolak ke Saudi, Cek Persiapan Akhir Layanan Jemaah Haji

Nasional
Ide 'Presidential Club' Prabowo: Disambut Hangat Jokowi dan SBY, Dipertanyakan oleh PDI-P

Ide "Presidential Club" Prabowo: Disambut Hangat Jokowi dan SBY, Dipertanyakan oleh PDI-P

Nasional
Ganjar Pilih Jadi Oposisi, PDI-P Dinilai Hampir Dipastikan Berada di Luar Pemerintahan Prabowo

Ganjar Pilih Jadi Oposisi, PDI-P Dinilai Hampir Dipastikan Berada di Luar Pemerintahan Prabowo

Nasional
Jemaah Haji Kedapatan Pakai Visa Non Haji, Kemenag Sebut 10 Tahun Tak Boleh Masuk Arab Saudi

Jemaah Haji Kedapatan Pakai Visa Non Haji, Kemenag Sebut 10 Tahun Tak Boleh Masuk Arab Saudi

Nasional
BNPB Tambah 2 Helikopter untuk Distribusi Logistik dan Evakuasi Korban Longsor di Sulsel

BNPB Tambah 2 Helikopter untuk Distribusi Logistik dan Evakuasi Korban Longsor di Sulsel

Nasional
Luhut Ingatkan soal Orang 'Toxic', Ketua Prabowo Mania: Bisa Saja yang Baru Masuk dan Merasa Paling Berjasa

Luhut Ingatkan soal Orang "Toxic", Ketua Prabowo Mania: Bisa Saja yang Baru Masuk dan Merasa Paling Berjasa

Nasional
Mahfud Kembali ke Kampus Seusai Pilpres, Ingin Luruskan Praktik Hukum yang Rusak

Mahfud Kembali ke Kampus Seusai Pilpres, Ingin Luruskan Praktik Hukum yang Rusak

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com