JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Komite III Dewan Perwakilan Daerah, Fahira Idris mengatakan, penangkapan Ketua DPD Irman Gusman oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tak akan menyurutkan lembaga tersebut mengupayakan penguatan wewenang lewat amandemen terbatas UUD 1945.
Selain itu, Fahira juga menyesali munculnya wacana pembubaran DPD yang berkembang di masyarakat.
"Tidak bijak dan rasional jika muncul wacana pembubaran DPD akibat kasus ini," ujar Fahira melalui keterangan tertulis, Senin (19/9/2016).
"Karena jika setiap penyelenggara negara korupsi, kemudian lembaganya dibubarkan, republik ini juga sudah bubar," kata dia.
Fahira menyatakan, DPD tidak punya kewenangan budgeting apalagi soal kuota gula impor. Karena itu, kasus yang menimpa Irman dinilai dia tak berkaitan dengan lembaga.
"Ini murni pribadi," ucapnya.
Ia memahami jika kepercayaan publik terhadap DPD terganggu setelah kasus yang menyeret pimpinan tertinggi lembaga tersebut.
Namun, seiring berjalannya waktu, Ia berharap kasus tersebut menjadi yang pertama dan terakhir menimpa anggota DPD dan penyelenggara negara.
"Pasti menjadi pelajaran dan evaluasi bagi DPD, baik secara pribadi-pribadi maupun secara institusi," tuturnya.
KPK menangkap Irman di kedamannya pada Jumat (16/9/2016) malam. Ia ditangkap bersama Direktur CV Semesta Berjaya Xaveriandy Sutanto, istri Xaveriandy, yaitu Memi, dan adik Xaveriandy, yaitu Willy Sutanto.
Penyidik KPK juga mengamankan uang Rp 100 juta yang dibungkus plastik berwarna putih. (baca: KPK Sita Rp 100 Juta dari Kamar Irman Gusman)
Uang tersebut diduga merupakan suap dari Xaveriandy kepada Irman untuk pengurusan kuota gula impor yang diberikan Bulog.
Wakil Ketua KPK Laode Syarif memastikan Irman tahu bahwa bingkisan itu berupa uang. Sebab, saat ditemukan oleh penyidik KPK, pembungkus yang digunakan untuk menyimpan uang telah berganti.
Menurut Syarif, saat terjadi penyerahan, bungkusan berisi uang tersebut diletakkan oleh istri Irman ke dalam kamar tidur.
(Baca: Kronologi Operasi Tangkap Tangan terhadap Irman Gusman oleh KPK)