JAKARTA, KOMPAS.com - Mahkamah Konstitusi menggelar sidang uji materi atau judicial review (JR) terkait aturan pemusnahan kayu sitaan dari hutan konservasi.
Aturan itu tertuang dalam Pasal 44 Ayat 1 Undang-Undang (UU) Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan (UU P3H).
Pasal tersebut berbunyi "barang bukti kayu hasil pembalakan liar dan/atau hasil dari penggunaan kawasan hutan secara tidak sah yang berasal dari hutan konservasi dimusnahkan, kecuali untuk kepentingan pembuktian perkara dan penelitian."
Permohonan uji materi nomor perkara 69/PUU-XIV/2016 ini diajukan oleh pegiat lingkungan hidup Imam B Prasojo, Andy F Noya dan Ully Sigar Rusady.
Munafrizal Manan, kuasa hukum para pemohon mengatakan, aturan Pasal 44 Ayat 1 itu menghalangi aktifitas kliennya dalam upaya pemberdayaan masyarakat.
"Pemohon telah cukup dikenal melakukan aktifitas sosial atau pemberdayaan masyarakat dibidangnya masing-masing. Para pemohon berpendapat aktifitas pemberdayaan masyarakat tersebut terhalang dengan adanya ketentuan Pasal a quo (pasal yang diuji)," ujar Munafrizal dalam persidangan di MK, Jakarta Pusat, Rabu (14/9/2016).
Munafrizal mengatakan, ketentuan pemusnahan barang bukti dengan pengecualian "untuk pembuktian perkara dan penelitian" membuat pemohon tidak mendapatkan izin memanfaatkan kayu untuk keperluan pembangunan sarana pendidikan, yang bersifat mendesak karena terjadinya bencana alam.
"Padahal, di Indonesia ini banyak terjadi longsor dan gempa bumi, banjir bandang dan tsunami yang merusak infrastruktur fasilitas pendidikan sosial tersebut," kata Munafrizal.
Munafrizal menambahkan, ketentuan dalam pasal tersebut juga bertentangan dengan Pasal 33 Ayat (3) UUD 1945 yang menyebutkan bahwa Bumi air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar besar kemakmuran rakyat.
Selain itu, lanjut Munafrizal, MK dalam putusan Nomor 95/PUU-Xll/2014 menyatakan, bahwa sejalan dengan Pasal 33 UUD 1945 sebagai landasan konstitusional yang mengamanatkan agar bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, maka penyelenggaraan kehutanan senantiasa mengandung jiwa dan semangat kerakyatan, berkeadilan dan berkelanjutan.
Pemohon, kata Munafrizal, berpendapat bahwa akan lebih baik jika kayu temuan dan sitaan tersebut dapat dimanfaatkan untuk kepentingan yang lebih besar dan mendesak, misalnya untuk pembangunan fasilitas sosial dan pendidikan.
Apalagi, lanjut dia, negara telah mengeluarkan biaya yang cukup besar untuk menangani kayu temuan dan sitaan tersebut baik berupa penyimpanan, pengamanan dan pemusnahan.
Pemohon berharap agar Mahkamah menyatakan bahwa ketentuan Pasal 44 ayat 1 UU P3H bertentangan dengan UUD 1945 bila tidak dimaknai, Barang bukti kayu hasil pembalakan liar dan/atau hasil dari penggunaan kawasan hutan secara tidak sah yang berasal dari hutan konservasi dimusnahkan, kecuali untuk kepentingan pembuktian perkara dan penelitian serta untuk kepentingan sosial dan pendidikan."
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.