JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Penny Kusumastuti Lukito mengatakan,pihaknya terus melakukan koordinasi intensif dengan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta terkait temuan penjualan obat palsu di Pasar Pramuka.
Dari sidak yang dilakukan BPOM, Rabu (7/9/2016), sebanyak 7 apotek rakyat telah ditutup.
"Telah ditutup tujuh apotek rakyat di Pasar Pramuka pada tanggal 7 September 2016," kata Penny, dalam rapat Panja Pengawasan Obat Palsu, di Ruang Rapat Komisi IX DPR, Senayan, Selasa (13/9/2016).
Selain penutupan tujuh apotek rakyat, BPOM dan Pemprov DKI Jakarta juga merumuskan sejumlah langkah yang akan dilakukan menyikapi peredaran obat palsu.
Pertama, moratorium pendirian apotek rakyat, pencabutan izin apotek rakyat yang sudah diproses pro justicia, serta operasi bersama yang lebih intensif antara BPOM, Bareskrim Polri, dan Pemda DKI.
(Baca: Tujuh Apotek di Pasar Pramuka Disegel, Pasca-ditemukannya Obat Kedaluwarsa)
Selain itu, diusulkan pula pencabutan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 284/Menkes/Per/III/2007 tentang Apotek Rakyat.
"Kami akan terus rutin melakukan pengawasan di jalur legal. Tapi kemungkinan adanya obat-obat yang ilegal seperti yang di Balaraja akan terus dikembangkan," kata Penny.
Pada kesempatan yang sama, Kepala Badan Reserse Kriminal Polri Komjen Pol Ari Dono Sukmanto membandingkan razia di Balaraja dengan razia yang dilakukannya 2009 lalu.
Saat itu, ia yang menjabat Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Jawa Barat merazia empat truk obat ilegal.
Sejumlah kebijakan dianggap bisa merangsang peredaran obat-obatan ilegal tersebut.
Salah satunya, kata Ari, adalah peningkatan kebutuhan di masyarakat.
"Bukan kebutuhan orang sakit. Beberapa obat di sini adalah obat yang punya efek halusinasi," ujar Ari.
Polisi masih mengincar satu pelaku terkait temuan lima gudang yang memproduksi 42 juta butir obat palsu di Balaraja, Banten.
Pembubaran apotek rakyat