JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Panitia Khusus revisi UU No 15 tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, M. Syafi'i meminta Pusat Pelaporan dan Transaksi Keuangan mengawasi aliran dana asing yang masuk ke Densus 88 Antiteror dan BNPT.
"Kami ingin PPATK mengawasi dana asing ke Densus 88 Antiteror dan Badan Nasional Penanganan Terorisme (BNPT), agar bisa lebih diawasi," kata Syafi'i di Jakarta, Selasa (13/9/2016), seperti dikutip Antara.
Ia mengatakan, Pansus Terorisme menginginkan agar PPATK bekerja profesional melindungi segenap bangsa dan Tanah Air Indonesia.
Menurut dia, PPATK jangan hanya mengawasi aliran dana ke calon teroris, namun aliran dana ke aparat penegak hukum harus diketahui.
"Tidak boleh aparat yang digaji dengan uang negara melakukan pekerjaan dengan bantuan asing," ujarnya.
Politikus Partai Gerindra itu menjelaskan, pengawasan terhadap calon teroris sudah diatur dalam UU Antiterorisme. Namun belum diatur mengenai aliran dana di luar APBN diberikan kepada penegak hukum seperti Densus 88.
Menurut dia, hal itu didasari oleh munculnya kasus keluarga Siyono yang diberikan uang senilai Rp 100 juta oleh pihak Densus 88 pascaterjadinya kematian Siyono.
(baca: Kapolri Sebut Uang Rp 100 Juta untuk Keluarga Siyono dari Kocek Kadensus 88)
"Keluarga Siyono diberikan uang Rp 100 juta oleh komandan Densus, setelah kami periksa, itu bukan dari APBN," ujarnya.
Dia berharap, Polri bekerja profesional dalam melindungi semua masyarakat sehingga diusulkan adanya pengawasan lebih dalam aliran dana asing ke Densus 88.
Sebelumnya, Kepala PPATK Muhammad Yusuf mengatakan, pendanaan untuk para teroris melakukan aksinya di Indonesia, terbanyak berasal dari Australia.
"Negara yang pernah kirim dana ke Indonesia paling banyak dari Australia," kata Yusuf saat rapat bersama Panitia Khusus revisi UU nomor 15 tahun 2003 tentang Pemberantasan Terorisme, di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (8/9).
(baca: Kepada Komisi III, Tito Tolak Pembentukan Dewan Pengawas Densus 88)
Dia menjelaskan, Australia mengirimkan dana sebesar kurang lebih Rp 88,5 Milliar ke para "foreign terorisme fighter" yang ada di Indonesia.
Ia mengatakan, frekuensi dana yang masuk dari Australia itu sebanyak 97 kali melalui berbagai cara baik perseorangan atau kelompok.