JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Imparsial Al Araf mengatakan bahwa kasus pembunuhan aktivis hak asasi manusia (HAM) Munir Said Thalib harus menjadi materi uji kepatutan dan kelayakan Komisaris Jenderal Budi Gunawan sebagai calon Kepala Badan Intelijen Negara di DPR pada Rabu (7/9/2016).
Menurut Al Araf, keberpihakan terhadap korban pelanggaran HAM dan kesatuan visi dengan Presiden Joko Widodo dalam upaya penuntasan kasus pelanggaran HAM menjadi syarat penting seseorang memegang jabatan kepala BIN.
"Saya mendesak Komisi I DPR RI saat fit and proper test nanti menanyakan kepada Budi Gunawan soal penuntasan kasus Munir," ujar Araf saat ditemui di kantor Imparsial, Tebet, Jakarta Selatan, Selasa (6/9/2016).
Araf menuturkan, jika Budi berhasil terpilih menjadi kepala BIN, maka dia harus membuat institusi Intelijen lebih terbuka kepada publik dalam mengupayakan penuntasan kasus pembunuhan Munir.
(Baca: Mengenang 12 Tahun Kepergian Munir...)
Araf berharap Budi Gunawan tidak menutupi segala informasi terkait kasus tersebut dan menyampaikannya kepada Presiden Joko Widodo tentang adanya dugaan keterlibatan oknum BIN.
"Budi Gunawan harus membuka diri kepada publik dan berani membuka kasus munir yang diduga melibatkan oknum BIN. Saya berharap dia tidak menutupi dan menyampaikan kepada Presiden tentang keterlibatan BIN dalam pembunuhan Munir," ungkapnya.
Kasus pembunuhan terhadap Munir Said Thalib masih menyisakan sejumlah pertanyaan.
Menurut Araf, sejak 12 tahun Munir dibunuh hingga saat ini belum terungkap mengenai siapa pelaku intelektual kasus tersebut.
Araf mengatakan proses investigasi dan hukum kasus Munir seharusnya tidak berhenti pada sosok Pollycarpus.
Dia mengungkapkan, hasil penyelidikan Tim Pencari Fakta (TPF) kasus Munir yang dibentuk pada masa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menunjukkan adanya dugaan keterlibatan oknum Badan Intelijen Negara yang menjabat saat itu.
Al Araf meyakini pembunuhan Munir dilatarbelakangi unsur politik yang melibatkan negara.
"Hanya Pollycarpus yang pernah dihukum. Sedangkan Kasus Munir terkait politik, anggota TPF bilang pelaku tidak tunggal. Ada dugaan oknum BIN saat itu terlibat. Kasus Munir belum tuntas," tutur Araf.
Munir dibunuh dengan racun yang dicampur dengan makanannya dalam penerbangan dari Jakarta ke Amsterdam dengan pesawat Garuda Indonesia GA 974, 7 September 2004.
Dalam pengadilan kasus itu, mantan pilot Garuda, Pollycarpus Budihari Priyanto, divonis penjara selama 14 tahun, dan telah bebas bersyarat seusai menjalani masa hukuman 8 tahun.