Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Imparsial: Kasus Munir Harus Menjadi Bahan "Fit and Proper Test" Budi Gunawan

Kompas.com - 06/09/2016, 18:24 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Imparsial Al Araf mengatakan bahwa kasus pembunuhan aktivis hak asasi manusia (HAM) Munir Said Thalib harus menjadi materi uji kepatutan dan kelayakan Komisaris Jenderal Budi Gunawan sebagai calon Kepala Badan Intelijen Negara di DPR pada Rabu (7/9/2016).

Menurut Al Araf, keberpihakan terhadap korban pelanggaran HAM dan kesatuan visi dengan Presiden Joko Widodo dalam upaya penuntasan kasus pelanggaran HAM menjadi syarat penting seseorang memegang jabatan kepala BIN.

"Saya mendesak Komisi I DPR RI saat fit and proper test nanti menanyakan kepada Budi Gunawan soal penuntasan kasus Munir," ujar Araf saat ditemui di kantor Imparsial, Tebet, Jakarta Selatan, Selasa (6/9/2016).

Araf menuturkan, jika Budi berhasil terpilih menjadi kepala BIN, maka dia harus membuat institusi Intelijen lebih terbuka kepada publik dalam mengupayakan penuntasan kasus pembunuhan Munir.

(Baca: Mengenang 12 Tahun Kepergian Munir...)

Araf berharap Budi Gunawan tidak menutupi segala informasi terkait kasus tersebut dan menyampaikannya kepada Presiden Joko Widodo tentang adanya dugaan keterlibatan oknum BIN.

"Budi Gunawan harus membuka diri kepada publik dan berani membuka kasus munir yang diduga melibatkan oknum BIN. Saya berharap dia tidak menutupi dan menyampaikan kepada Presiden tentang keterlibatan BIN dalam pembunuhan Munir," ungkapnya.

Kasus pembunuhan terhadap Munir Said Thalib masih menyisakan sejumlah pertanyaan.

Menurut Araf, sejak 12 tahun Munir dibunuh hingga saat ini belum terungkap mengenai siapa pelaku intelektual kasus tersebut.

Araf mengatakan proses investigasi dan hukum kasus Munir seharusnya tidak berhenti pada sosok Pollycarpus.

Kompas TV Golkar Dukung Budi Gunawan Jadi Kepala BIN

Dia mengungkapkan, hasil penyelidikan Tim Pencari Fakta (TPF) kasus Munir yang dibentuk pada masa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menunjukkan adanya dugaan keterlibatan oknum Badan Intelijen Negara yang menjabat saat itu.

Al Araf meyakini pembunuhan Munir dilatarbelakangi unsur politik yang melibatkan negara.

"Hanya Pollycarpus yang pernah dihukum. Sedangkan Kasus Munir terkait politik, anggota TPF bilang pelaku tidak tunggal. Ada dugaan oknum BIN saat itu terlibat. Kasus Munir belum tuntas," tutur Araf.

Munir dibunuh dengan racun yang dicampur dengan makanannya dalam penerbangan dari Jakarta ke Amsterdam dengan pesawat Garuda Indonesia GA 974, 7 September 2004.

Dalam pengadilan kasus itu, mantan pilot Garuda, Pollycarpus Budihari Priyanto, divonis penjara selama 14 tahun, dan telah bebas bersyarat seusai menjalani masa hukuman 8 tahun.

Kompas TV Kemiripan Kasus Mirna dan Munir
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Nasional
PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

Nasional
Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Nasional
PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

Nasional
ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

Nasional
Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasional
PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

Nasional
Demokrat Tak Ingin Ada 'Musuh dalam Selimut' di Periode Prabowo-Gibran

Demokrat Tak Ingin Ada "Musuh dalam Selimut" di Periode Prabowo-Gibran

Nasional
Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Nasional
Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Nasional
Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Nasional
Gugat Dewas ke PTUN hingga 'Judicial Review' ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Gugat Dewas ke PTUN hingga "Judicial Review" ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Nasional
Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Nasional
Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Nasional
KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com