Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hakim Nilai Ariesman Gunakan Uang Korporasi untuk Pengaruhi Sanusi soal Raperda

Kompas.com - 01/09/2016, 21:59 WIB
Abba Gabrillin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Majelis Hakim pada Pengadilan Tindak Pidana Korupsi menilai uang yang digunakan Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land Ariesman Widjaja untuk menyuap anggota DPRD DKI Mohamad Sanusi, berasal dari uang korporasi.

Penilaian hakim tersebut sekaligus membantah pembelaan Ariesman yang menyatakan bahwa uang tersebut untuk kepentingan pribadi.

"Menimbang bahwa Majelis Hakim tidak sependapat dengan penasehat hukum terdakwa. Dalam rentetan peristiwa pemberian uang Rp2 miliar, telah didapat petunjuk dan memeroleh keyakinan bahwa pemberian uang tersebut terkait pembahasan Raperda yang saat itu sedang bergulir," ujar Hakim Anwar di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (1/9/2016).

Dalam nota pembelaan, pengacara Ariesman Adardam Ahyar menyebut bahwa pemberian uang sebesar Rp 2 miliar tidak ada kaitannya dengan Rancangan Perda tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta (RTRKSP).

Uang tersebut merupakan uang pribadi, bukan uang perusahaan.

Pengacara menyebut bahwa uang Rp 2 miliar diberikan karena berhubungan dengan pertemanan Sanusi dan Ariesman yang sudah terjalin selama 10 tahun.

Dalam pleidoi terdakwa, uang itu disebut diberikan atas kehendak sendiri, karena Sanusi akan menjadi bakal calon gubernur DKI Jakarta.

Selain itu, sudah anggapan umum untuk menjadi bakal calon kepala daerah membutuhkan biaya yang banyak untuk keperluan kampanye.

"Masalahnya akan beda kalau uang diberikan tanpa rentetan peristiwa, SMS, dan komunikasi yang menggunakan sandi-sandi tertentu, seperti meminta barang dan meminta kue," kata Hakim.

Majelis Hakim tetap menilai Ariesman terbukti menyuap Sanusi sebesar Rp 2 miliar secara bertahap.

Suap tersebut diberikan dengan maksud agar M Sanusi yang juga anggota Badan Legislasi Daerah (Balegda) DPRD DKI membantu mempercepat pembahasan dan pengesahan Rancangan Perda tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta (RTRKSP).

Selain itu, suap diberikan agar Sanusi mengakomodir pasal-pasal sesuai keinginan Ariesman, selaku Presdir PT APL dan Direktur Utama PT Muara Wisesa Samudra, agar mempunyai legalitas untuk melaksanakan pembangunan di Pulau G, kawasan Reklamasi Pantura Jakarta.

(Baca juga: Pengacara Ariesman Merasa Tak Masuk Akal Kliennya Suap Sanusi untuk Pengaruhi Raperda)

Selain itu, salah satu yang dipersoalkan yakni, terkait pasal mengenai tambahan kontribusi sebesar 15 persen bagi pemilik izin reklamasi.

Ariesman dan para pengembang merasa keberatan dengan pasal tersebut, kemudian menggunakan Sanusi agar bunyi pasal tersebut diubah.

Hakim kemudian memvonis 3 tahun penjara kepada Ariesman. (Baca: Mantan Presdir PT Agung Podomoro Land Divonis 3 Tahun Penjara)

 

Selain pidana penjara, Ariesman juga diwajibkan membayar denda Rp 200 juta subsider 3 bulan kurungan.

Kompas TV "Pak Ariesman yang Lebih Banyak Bertemu Pak Sanusi"
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

PAN Tak Mau Ada Partai Baru Dukung Prabowo Langsung Dapat 3 Menteri

PAN Tak Mau Ada Partai Baru Dukung Prabowo Langsung Dapat 3 Menteri

Nasional
Ahli Sebut Keawetan dan Usia Tol MBZ Berkurang karena Spesifikasi Material Diubah

Ahli Sebut Keawetan dan Usia Tol MBZ Berkurang karena Spesifikasi Material Diubah

Nasional
PKB Siapkan Ida Fauziyah Jadi Kandidat Cagub Jakarta, Bukan Anies

PKB Siapkan Ida Fauziyah Jadi Kandidat Cagub Jakarta, Bukan Anies

Nasional
PKB Akui Pertimbangkan Airin Jadi Bacagub di Pilkada Banten 2024

PKB Akui Pertimbangkan Airin Jadi Bacagub di Pilkada Banten 2024

Nasional
Bantah Dapat Jatah 4 Menteri dari Prabowo, PAN: Jangan Tanggung-tanggung, 6 Lebih Masuk Akal

Bantah Dapat Jatah 4 Menteri dari Prabowo, PAN: Jangan Tanggung-tanggung, 6 Lebih Masuk Akal

Nasional
Kisah Runiti Tegar Berhaji meski Suami Meninggal di Embarkasi

Kisah Runiti Tegar Berhaji meski Suami Meninggal di Embarkasi

Nasional
Jokowi Mengaku Tak Bahas Rencana Pertemuan dengan Megawati Saat Bertemu Puan di Bali

Jokowi Mengaku Tak Bahas Rencana Pertemuan dengan Megawati Saat Bertemu Puan di Bali

Nasional
Soal Efek Samping Vaksin AstraZeneca, Menkes Sebut WHO Sudah Ingatkan Risikonya

Soal Efek Samping Vaksin AstraZeneca, Menkes Sebut WHO Sudah Ingatkan Risikonya

Nasional
Kemendikbud Akan Turun Periksa Kenaikan UKT, Komisi X DPR: Semoga Bisa Jawab Kegelisahan Mahasiswa

Kemendikbud Akan Turun Periksa Kenaikan UKT, Komisi X DPR: Semoga Bisa Jawab Kegelisahan Mahasiswa

Nasional
TII Serahkan Petisi Pansel KPK, Presiden Jokowi Didesak Pilih Sosok Berintegritas

TII Serahkan Petisi Pansel KPK, Presiden Jokowi Didesak Pilih Sosok Berintegritas

Nasional
Dilaporkan Nurul Ghufron ke Polisi, Ketua Dewas KPK: Ini Tidak Mengenakkan

Dilaporkan Nurul Ghufron ke Polisi, Ketua Dewas KPK: Ini Tidak Mengenakkan

Nasional
Tak Takut Dilaporkan ke Bareskrim, Dewas KPK: Orang Sudah Tua, Mau Diapain Lagi Sih?

Tak Takut Dilaporkan ke Bareskrim, Dewas KPK: Orang Sudah Tua, Mau Diapain Lagi Sih?

Nasional
Kemendikbud Kini Sebut Pendidikan Tinggi Penting, Janji Buka Akses Luas untuk Publik

Kemendikbud Kini Sebut Pendidikan Tinggi Penting, Janji Buka Akses Luas untuk Publik

Nasional
26 Tahun Reformasi, Aktivis 98 Pajang Nisan Peristiwa dan Nama Korban Pelanggaran HAM

26 Tahun Reformasi, Aktivis 98 Pajang Nisan Peristiwa dan Nama Korban Pelanggaran HAM

Nasional
Permohonan Dinilai Kabur, MK Tak Dapat Terima Gugatan Gerindra Terkait Dapil Jabar 9

Permohonan Dinilai Kabur, MK Tak Dapat Terima Gugatan Gerindra Terkait Dapil Jabar 9

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com