JAKARTA, KOMPAS.com - Pimpinan Pusat Muhammadiyah berencana akan tetap mengajukan judicial review Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak atau Tax Amnesty, jika putusan Mahkamah Konstitusi pada sidang hari ini, Rabu (31/8/2016), tidak sesuai harapan.
Ketua PP Muhammadiyah Busyro Muqoddas mengatakan, sejak UU Tax Amnesty disahkan, muncul keresahan terutama di kalangan pengusaha kecil dan menengah.
Menurut dia, UU tersebut memiliki dampak destruktif yang besar ketimbang dampak pemasukan pajak yang ditargetkan oleh pemerintah.
Dia meminta Presiden Joko Widodo menunda penerapan UU Tax Amnesty sampai selesai proses sosialisasi kepada masyarakat.
"UU ini sebaiknya ditunda dulu, sambil menunggu laporan dari masyarakat. Jika sudah disosialisasikan, baru bisa diterapkan, karena efektivitas penerimaan pemasukan pajak tidak sebanding dengan kegaduhan yang ditimbulkan," ujar Busyro, di Gedung Pusat Dakwah Muhammadiyah, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (31/8/2016).
Busyro menjelaskan, dari rapat kerja nasional yang diadakan pada 26-28 Agustus 2016 di Yogyakarta, PP Muhammadiyah mendapatkan laporan UU Tax Amnesty justru menjadi beban bagi pelaku usaha kecil dan menengah (UKM).
Tidak sedikit, kata Busyro, pelaku UKM yang dibebani dengan sanksi pengampunan pajak yang besar.
Akibatnya, banyak dari mereka yang resah dan terancam gulung tikar.
"Dalam penerapannya, tax amnesty ini menyasar pelaku UKM, sementara konglomerat besar pengemplang pajak bisa menghindar. Presiden harus berhati besar dan tidak perlu gengsi untuk menunda penerapan UU Tax Amnesty," kata Busyro.
Pada kesempatan yang sama, Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah Dahnil Anzar Simanjuntak mengatakan, Presiden Joko widodo tidak memahami secara detil mengenai UU Tax Ammesty dan penerapannya di lapangan.
Dia menyebut, penerapan UU Tax Amnesty hanya tajam ke bawah tetapi tumpul ke atas.
"Saya melihat Presiden jokowi tidak memahami secara detil. Di media dia bilang sasarannya pengusaha besar. Fakta di lapangan yang merasa terancam, yang patut bayar sanksi adalah kelompok usaha kecil menengah," ujar dia.
Selain itu, Dahnil juga menyebut beberapa alasan yang mendasari sikap Muhammadiyah terkait judicial review.
Secara garis besar, dia melihat UU Tax Amnesty mengandung pemufakatan jahat karena ada upaya pengampunan tindak pidana pelanggaran pajak yang dilakukan oleh pengusaha besar.
"Dari proses penyusunan ada itikad tidak baik," kata Dahnil.