Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Presiden "Ndeso" dan Satir Budayawan untuk Jokowi

Kompas.com - 24/08/2016, 09:04 WIB
Fabian Januarius Kuwado

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Memang lain jika yang berkumpul adalah budayawan dan seniman. Bahkan meskipun seorang Presiden hadir di tengah-tengah mereka, prinsip kesamaan dan keterbukaan sangat dijunjung tinggi satu sama lain.

Tidak heran jika suatu topik yang serius bisa disampaikan dengan kelakar tawa, cenderung satir, tetapi tetap santun didengar. Suasana itulah yang terjadi di Galeri Nasional, Selasa (23/8/2016) sore, di mana Presiden Joko Widodo bertemu dengan sejumlah budayawan, cendekiawan, seniman, sastrawan, serta beberapa pemikir.

Suasana jauh dari kesan kaku dan formal. Sebaliknya, pertemuan untuk kedua kalinya sejak akhir 2015 lalu itu tampak lepas dan menyegarkan pikiran mereka. Pertemuan itu berlangsung tertutup.

Awak media hanya dapat menunggu di luar gedung. Namun, suara tawa menggelegar terdengar sampai ke luar ruangan.

Presiden "ndeso"

Budayawan sekaligus sastrawan Radhar Panca Dahana menuturkan, ada salah seorang rekannya yang menyampaikan pesan bermakna bagi Jokowi dalam pertemuan itu. Namun, pesan itu disampaikan dengan gaya tokoh pewayangan, Punakawan. Jenaka, tetapi mengena.

"Salah satu teman mengatakan (kepada Jokowi), Anda ini presiden yang dari tujuh presiden sebelumnya, paling ndeso," ujar Radhar.

Sontak, tawa seisi ruangan meledak. Bahkan, suara tawa itu terdengar sampai luar ruangan acara yang tertutup.

Sang budayawan yang tidak disebutkannya namanya oleh Radhar itu kemudian mengatakan bahwa wajah Jokowi beda dengan wajah presiden Indonesia terdahulu yang disebutnya memiliki wajah kaum kota.

(Baca: Saat Budayawan "Cela" Jokowi Presiden Paling "Ndeso")

Lantaran mukanya yang ndeso, Jokowi pun diminta agar kebijakan-kebijakannya tak berorientasi pada kota melulu, tetapi juga memprioritaskan masyarakat desa.

"Infrastruktur itu jangan fokus di perkotaan. Ngabis-ngabisin duit aja. Yang penting itu ada di desa," ujar Radhar.

Menurut Radhar, pesan itu sangat mengena. Jokowi, kata dia, mengangguk-anggukkan kepalanya sembari ikut tertawa.

"Kami itu menyampaikan sesuatu tidak dengan cara hard. Tidak dengan kata kasar. Tidak pula dengan retorika njelimet. Tapi dengan kelakar yang mungkin lambat diterima otak, tetapi hati dengan cepat mampu menangkapnya," ujar Radhar.

(Baca: Disebut 'Ndeso', Iriana Cubit Pinggang Jokowi)

Selain itu, para budayawan dan cendekiawan meminta Jokowi menyeimbangkan antara pembangunan fisik dan pembangunan kebudayaan. Sebab, pembangunan fisik tanpa pembangunan kebudayaan adalah sia-sia.

Contoh konkretnya adalah membangun infrastruktur-infrastruktur pengembangan budaya, menggerakkan kegiatan-kegiatan berbasis kebudayaan, dan sebagainya. Pemerintah diminta tidak melupakan sesuatu yang disebut Radhar sebagai identitas bangsa.

Bahasa Indonesia diganti kesusastraan

Sastrawan Ahmad Tohari juga memberikan masukan yang spesifik kepada Presiden. Pria yang terkenal melalui triloginya pada era '80-an itu meminta pemerintah mendorong peserta didik mengonsumsi buku-buku kesusastraan.

"Indonesia sekarang ini sedang krisis kesusastraan. Pengadaan buku sastra rendah, minat baca juga rendah, daya serap masyarakat terhadap sastra juga rendah. Jadi saya kira negara harus hadir mengatasi masalah ini," ujar Tohari.

(Baca: Jokowi: Meski Wajah "Ndeso", Otak Saya Internasional)

Secara lugas, Tohari meminta pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk memborong buku sastra di pasaran untuk dibagikan kepada peserta didik. Bahkan, Tohari juga meminta mata pelajaran Bahasa Indonesia diubah nomenklaturnya menjadi mata pelajaran Kesusastraan.

"Jadi pelajaran Bahasa Indonesia itu harusnya nempel ke pelajaran Kesusastraan. Sastralah yang menjadi jalur utama sebab sastra inilah yang membangun karakter," ujar Tohari.

Jangan ekonomi dan politik melulu

Presiden Jokowi senyum-senyum sendiri seusai keluar dari acara itu. Dengan semangat, Jokowi menjelaskan kepada awak media betapa pentingnya pembangunan kebudayaan di samping pembangunan infrastruktur fisik atau yang disebutnya "yang keras-keras".

"Jangan kita terus bicara masalah ekonomi, politik. Kita lupa bahwa ada sisi budaya yang juga harus kita perhatikan sehingga harusnya ada kebijakan makro kebudayaan Indonesia," ujar Jokowi.

Jokowi mengakui bahwa infrastruktur yang menjadi tempat perkembangan budaya di penjuru Indonesia belum maksimal.

"Infrastruktur budaya yang ada di daerah, di beberapa tempat yang saya lihat, memang pada kondisi yang tidak memungkinkan untuk kita bisa berekspresi dengan baik," ujar Jokowi.

Taman budaya, misalnya. Jokowi melihat infrastruktur itu belum memberikan kontribusi besar bagi pembangunan budaya sendiri. Hal itulah yang menjadi poin penting pertemuannya dengan mereka. Jokowi ingin sosok-sosok nyentrik itu turut ambil bagian di dalam penyusunan desain besar pembangunan kebudayaan Tanah Air.

"Saya ingin mendapatkan masukan, input, agar pembangunan infrastruktur yang lunak, infrastruktur yang tidak keras itu juga bisa kita mulai," ujar Jokowi.

Pertemuan antara Jokowi dan para budayawan itu dimulai sekitar pukul 16.10 WIB. Acara tersebut selesai pukul 17.50 WIB. Kacang kulit dan gelas bekas kopi bertebaran di kursi dan meja pertemuan mereka.

Tokoh yang tercatat hadir antara lain Arswendo Atmowiloto, Sri Edi Swasono, Garin Nugroho, Jim Supangkat, Franz Magnis Suseno, Butet Kertaradjasa, Susanto Mendut, Al-Azhar, dan Teuku Kemal Fasya.

Selain itu, hadir pula Djaduk Ferianto, Jean Couteau, Renny Jayusman, Acep Panca Dahana, Sardono Waluyo Kusumo dan Mudji Sutrisno, serta Sei Warso Wahono dan Aisne Yanto.

Kompas TV Presiden: Jangan Buat Kegaduhan Soal Arcandra
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

Nasional
Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan 'Nasib' Cak Imin ke Depan

Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan "Nasib" Cak Imin ke Depan

Nasional
Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Nasional
Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com