JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo mengatakan pihaknya masih mengkaji aturan dan tata cara pemidanaan korporasi.
Agus juga berharap, kajian bisa selesai dalam waktu dekat. Seiring dengan hal itu, sudah ada perusahaan yang bisa dijadikan tersangka.
"Itu sedang kami pelajari, mudah-mudahan dalam waktu dekat sudah ada yang kami jadikan tersangka korporasi itu," ujar Agus di Gedung Lembaga Administrasi Negara, Jalan Veteran, Jakarta Pusat, Rabu (10/8/2016).
Ia menjelaskan, dalam kasus pidana korupsi yang melibatkan perusahaan tentu ada uang yang mengalir ke perusahaan tersebut. Maka, menurut Agus, seharusnya koorporasi juga ikut bertanggung jawab.
"Kalau korporasi itu dapat keuntungan dari tipikor (tindak pidana korupsi) nanti korporasi juga harus bertanggung jawab dengan orang-orangnya," kata dia.
(Baca: KPK Berharap MA Sepaham Terkait Pemidanaan Korporasi)
Agus menambahkan, aturan penetapan tersangka terhadap perusahaan yang terlibat korupsi perlu diterapkan sebagai upaya antisipasi terjadinya kasus korupsi.
"Mudah-mudahan itu bisa membikin jera," kata dia.
Sebelumnya, Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan bahwa pihaknya sudah berkoordinasi dengan MA, untuk menentukan kesepahaman terkait prosedur tata cara pemidanaan korporasi sebagai pelaku tindak pidana korupsi.
"Mungkin tidak lama lagi ada surat edaran MA yang mengatur korporasi sebagai pelaku korupsi," kata Alex di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Selasa (9/8/2016).
(Baca: KPK, Firma Hukum, dan Kejahatan Korporasi)
Mengenai dasar hukum pemidanaan terhadap korporasi, kata Alex, KPK dapat menggunakan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Dalam Pasal 20 UU tersebut diatur soal kejahatan korporasi. Menurut Alex, kejahatan korporasi harus diatur karena sekitar 90 persen tindak pidana korupsi yang ditangani KPK selalu terjadi antara penguasa dan pelaku usaha atau korporasi.
"Saya sangat setuju sekali, banyak yang sebetulnya menikmati keuntungan itu korporasi. Beberapa BUMN, kadang kami tidak berhasil mengembalikan kerugian negara, karena sudah dinikmati oleh korporasi," ujar Alex.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.