Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemerintah Dinilai Menjalankan Keadilan Semu Melalui Penerapan Hukuman Mati

Kompas.com - 02/08/2016, 15:57 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Sosiologi Robertus Robet menilai kebijakan hukuman mati adalah keadilan semu yang ditunjukan Pemerintah kepada rakyat.

Hal tersebut disebabkan karena pemerintah tidak mampu memberikan keadilan di tengah sistem peradilan yang korup dan penegakan hukum yang tidak berjalan dengan seharusnya.

Dalam kasus narkoba, Pemerintah dinilai tidak mampu menyelesaikan akar persoalan peredaran, kemudian mencoba meyakinkan masyarakat bahwa hukuman mati adalah sebuah solusi dalam memberikan perlindungan dari bahaya barang haram itu.

"Pemerintah memberikan ilusi mengenai keadilan dalam bentuk yang fatal yaitu, kekerasan. Masyarakat pun memercayai hukuman mati sebagai solusi," ujar Robet saat dihubungi, Selasa (2/8/2016).

Robet menjelaskan, peredaran narkoba merupakan satu masalah yang hingga saat ini belum bisa diselesaikan pemerintah.

Dia menyebut peredaran narkoba sebagai salah satu kekerasan struktural yang belum terpecahkan, sehingga Pemerintah mencari cara singkat dengan melimpahkan seluruh kesalahan kepada terpidana mati.

Artinya, dengan melakukan eksekusi mati, masalah peredaran narkoba dianggap selesai.

"Ada kekerasan struktural dalam masyarakat yang sulit dibenahi. Akhirnya dicarilah kambing hitam, yang paling mudah yaitu para terdakwa pidana mati, sebagai objek dari ilusi keadilan itu," ungkap Robet.

Selain itu Robet juga mengatakan bahwa dalam setiap kejahatan yg dilakukan oleh seseorang tidak pernah steril dari peran masyarakat.

Masyarakat, kata Robet, ikut memproduksi pribadi yang melakukan kejahatan. Sebab sebenarnya masyarakat juga memiliki kewajiban untuk menjadikan lingkungannya bersih dari narkoba.

"Jadi, tidak bisa untuk satu jenis kejahatan semua kesalahan dibebankan kepada terdakwa, karena kejahatan yang dibuat seseorang sedikit banyak juga dibentuk oleh masyarakat," ungkapnya.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo menegaskan, eksekusi mati perlu dilakukan untuk memberikan kepastian hukum. Hukum positif di Indonesia masih menganut hukuman mati.

Oleh karena itu, selama sudah diputus pengadilan dan grasi telah ditolak, eksekusi dapat dijalankan.

Pernyataan Presiden tersebut diungkapkan kepada Kompas saat ditanya mengenai posisi pemerintah terkait hukuman mati, Senin (25/7), di Jakarta.

"Jika pengadilan telah memutuskan dan sudah ada upaya hukum yang dilalui, untuk memberi kepastian hukum, itu harus dilaksanakan," kata Presiden.

Selama pemerintahan Joko Widodo, pemerintah sudah menjalankan eksekusi terpidana mati kasus narkoba dalam tiga gelombang.

Enam terpidana mati dieksekusi pada 18 Januari 2015. Pada gelombang kedua, Rabu (29/4/2015), delapan terpidana mati juga dieksekusi. Dan gelombang ketiga yang dilaksanakan pada Jumat (29/7/2016) empat terpidana yang dieksekusi.

Kompas TV Terpidana Mati Freddy Sempat Curhat ke Kontras
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Prabowo: Saya Merasa Dapat Berkontribusi Beri Solusi Tantangan Bangsa

Prabowo: Saya Merasa Dapat Berkontribusi Beri Solusi Tantangan Bangsa

Nasional
Prabowo Sebut Jokowi Siapkan Dirinya Jadi Penerus

Prabowo Sebut Jokowi Siapkan Dirinya Jadi Penerus

Nasional
Prabowo mengaku Punya Kedekatan Alamiah dengan Kiai NU

Prabowo mengaku Punya Kedekatan Alamiah dengan Kiai NU

Nasional
Imigrasi Deportasi 2 WN Korsel Produser Reality Show 'Pick Me Trip in Bali'

Imigrasi Deportasi 2 WN Korsel Produser Reality Show "Pick Me Trip in Bali"

Nasional
Prabowo Berterima Kasih ke PBNU karena Komitmen Dukung Pemerintahan ke Depan

Prabowo Berterima Kasih ke PBNU karena Komitmen Dukung Pemerintahan ke Depan

Nasional
Gus Yahya: Tak Ada Peran yang Lebih Tepat bagi PBNU Selain Bantu Pemerintah

Gus Yahya: Tak Ada Peran yang Lebih Tepat bagi PBNU Selain Bantu Pemerintah

Nasional
Gus Yahya: Ini Halal Bihalal Keluarga, Prabowo-Gibran Anggota Keluarga NU

Gus Yahya: Ini Halal Bihalal Keluarga, Prabowo-Gibran Anggota Keluarga NU

Nasional
Data Penyelidikan SYL Diduga Bocor, KPK Akan Periksa Internal Setelah Febri Diansyah dkk Bersaksi di Sidang

Data Penyelidikan SYL Diduga Bocor, KPK Akan Periksa Internal Setelah Febri Diansyah dkk Bersaksi di Sidang

Nasional
Prabowo Tiba di Acara Halal Bihalal PBNU, Diantar Gibran Masuk Gedung

Prabowo Tiba di Acara Halal Bihalal PBNU, Diantar Gibran Masuk Gedung

Nasional
Gerindra Tegaskan Prabowo Belum Susun Kabinet, Minta Pendukung Tak Bingung

Gerindra Tegaskan Prabowo Belum Susun Kabinet, Minta Pendukung Tak Bingung

Nasional
Hadiri Halal Bihalal PBNU, Gibran Disambut Gus Yahya dan Gus Ipul

Hadiri Halal Bihalal PBNU, Gibran Disambut Gus Yahya dan Gus Ipul

Nasional
Gempa Garut, Tenda Pengungsian Didirikan di Halaman RS Sumedang

Gempa Garut, Tenda Pengungsian Didirikan di Halaman RS Sumedang

Nasional
Anies Diprediksi Bakal Terima Tawaran Nasdem Jadi Cagub DKI jika Tak Ada Panggung Politik Lain

Anies Diprediksi Bakal Terima Tawaran Nasdem Jadi Cagub DKI jika Tak Ada Panggung Politik Lain

Nasional
9 Kabupaten dan 1 Kota  Terdampak Gempa M 6,2 di Garut

9 Kabupaten dan 1 Kota Terdampak Gempa M 6,2 di Garut

Nasional
KPK Sebut Dokter yang Tangani Gus Muhdlor Akui Salah Terbitkan Surat 'Dirawat Sampai Sembuh'

KPK Sebut Dokter yang Tangani Gus Muhdlor Akui Salah Terbitkan Surat "Dirawat Sampai Sembuh"

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com