Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jajak Pendapat "Kompas": Manuver Parpol Gapai Kekuasaan

Kompas.com - 02/08/2016, 09:34 WIB

Perombakan Kabinet Kerja pada 27 Juli 2016 ditengarai tidak hanya untuk mempercepat akselerasi kerja para menteri menyukseskan program-program pemerintah, tetapi juga untuk mengakomodasi aspirasi partai politik yang mendukung pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla.

Partai Amanat Nasional (PAN) dan Partai Golkar hingga saat ini merupakan dua partai politik terakhir yang bergabung ke barisan pemerintahan Jokowi-Kalla.

Saat Pemilihan Presiden 2014, kedua parpol ini tergabung dalam koalisi pendukung pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa, yang di parlemen bermetamorfosis menjadi Koalisi Merah Putih (KMP).

PAN mulai mendekati pemerintahan Jokowi-Kalla tatkala kepemimpinan partai itu berpindah dari Hatta Rajasa ke Zulkifli Hasan pada awal 2015.

Sementara Golkar pertama kali menyatakan mendukung pemerintah pada Januari 2016 dan kemudian makin ditegaskan setelah Setya Novanto menjadi ketua umum partai itu sejak Mei lalu.

Adagium "tidak ada makan siang gratis" tampaknya sangat sesuai untuk mengenali motif di balik perubahan posisi politik PAN dan Golkar. Ini sejalan dengan pembicaraan utama di dalam praktik politik, yaitu "siapa" mendapatkan "apa".

Hal itu terlihat dalam penunjukan politisi Golkar, Airlangga Hartarto, sebagai Menteri Perindustrian dan Wakil Ketua Umum PAN Asman Abnur menjadi Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN dan RB) dalam perombakan kabinet pada 27 Juli lalu, yang merupakan perombakan kedua untuk Kabinet Kerja untuk Jokowi-Kalla.

Publik merespons positif keputusan Presiden merombak kabinet dengan menambah kekuatan politik baru dalam pemerintahannya.

Selain karena menjadi hak prerogatif Presiden, perombakan itu juga dibutuhkan untuk mempercepat kerja kabinet.

Mayoritas responden juga tidak keberatan dengan langkah Presiden memasukkan kader Golkar dan PAN dalam perombakan kabinet kali ini.

Namun, penerimaan responden terhadap langkah Jokowi ini tidak sepenuhnya diikuti dengan keyakinan bahwa kader kedua parpol ini akan loyal kepada Presiden hingga masa pemerintahan ini berakhir.

Manuver politik

Motif utama lahirnya parpol adalah untuk mendapatkan kekuasaan. Dalam pengertian ini, kekuasaan digunakan sebagai alat untuk merealisasikan aspirasi rakyat.

Salah satu ruang kekuasaan itu adalah kursi di kabinet. Sudah menjadi fatsun politik bahwa parpol pendukung pemerintah akan mendapat jatah di kabinet sebagai imbalan atas dukungan mereka.

Seturut dengan peta dukungan politik pada Pilpres 2014, Jokowi-Kalla didukung oleh PDI-P, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Nasdem, Partai Hanura, dan PKPI dengan total pendukung pemilu legislatif sebesar 40,89 persen.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Meski Urus 'Stunting', BKKBN Belum Dilibatkan dalam Program Makan Siang Gratis Prabowo

Meski Urus "Stunting", BKKBN Belum Dilibatkan dalam Program Makan Siang Gratis Prabowo

Nasional
Rakernas PDI-P Bakal Bahas Tiga Topik, Termasuk Posisi Politik terhadap Pemerintahan Prabowo

Rakernas PDI-P Bakal Bahas Tiga Topik, Termasuk Posisi Politik terhadap Pemerintahan Prabowo

Nasional
Sejumlah Kader PDI-P yang Potensial Diusung dalam Pilkada Jakarta: Ahok, Djarot hingga Andika Perkasa

Sejumlah Kader PDI-P yang Potensial Diusung dalam Pilkada Jakarta: Ahok, Djarot hingga Andika Perkasa

Nasional
Kemenag Ingatkan Jemaah Umrah Indonesia di Arab Saudi Segera Pulang Agar Tak Dideportasi

Kemenag Ingatkan Jemaah Umrah Indonesia di Arab Saudi Segera Pulang Agar Tak Dideportasi

Nasional
Bareskrim Segera Kirim Berkas Perkara TPPU Panji Gumilang ke Kejaksaan

Bareskrim Segera Kirim Berkas Perkara TPPU Panji Gumilang ke Kejaksaan

Nasional
Hapus Kelas BPJS, Menkes: Yang Kaya, yang Miskin, Semua Terlayani

Hapus Kelas BPJS, Menkes: Yang Kaya, yang Miskin, Semua Terlayani

Nasional
26.477 Jemaah Haji Indonesia Sudah Berada di Madinah

26.477 Jemaah Haji Indonesia Sudah Berada di Madinah

Nasional
Kejagung Sita Rumah Mewah di Summarecon Serpong terkait Kasus Korupsi Timah

Kejagung Sita Rumah Mewah di Summarecon Serpong terkait Kasus Korupsi Timah

Nasional
Pimpinan Komisi X DPR Setuju 'Study Tour' Dilarang: Kalau ke Tempat Wisata, Itu Namanya 'Healing'

Pimpinan Komisi X DPR Setuju "Study Tour" Dilarang: Kalau ke Tempat Wisata, Itu Namanya "Healing"

Nasional
Ikrar Nusa Bhakti Sebut Pemerintahan Prabowo-Gibran Bakal Sibuk jika DPA Dihidupkan Lagi karena...

Ikrar Nusa Bhakti Sebut Pemerintahan Prabowo-Gibran Bakal Sibuk jika DPA Dihidupkan Lagi karena...

Nasional
Airlangga Sebut Pemerintah Segera Evaluasi Kebijakan Subsidi Energi

Airlangga Sebut Pemerintah Segera Evaluasi Kebijakan Subsidi Energi

Nasional
Gubernur Malut Diduga Beli Aset Pakai Uang dari Pengusaha Tambang

Gubernur Malut Diduga Beli Aset Pakai Uang dari Pengusaha Tambang

Nasional
Eks Hakim Konstitusi: Revisi UU MK Ancam Kemerdekaan Kekuasaan Kehakiman

Eks Hakim Konstitusi: Revisi UU MK Ancam Kemerdekaan Kekuasaan Kehakiman

Nasional
Kemenag: Jemaah Umrah yang Nekat Ibadah Haji Terancam Dilarang ke Arab Saudi 10 Tahun

Kemenag: Jemaah Umrah yang Nekat Ibadah Haji Terancam Dilarang ke Arab Saudi 10 Tahun

Nasional
Bareskrim Kirim Tim Buru 3 Buron Kasus Pembunuhan Vina

Bareskrim Kirim Tim Buru 3 Buron Kasus Pembunuhan Vina

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com