JAKARTA, KOMPAS.com - Komisioner Ombudsman Adrianus Meliala menyarankan DPR untuk membuat dasar hukum yang mengatur ganti rugi pemerintah kepada masyarakat yang jadi korban kemacetan jalan.
Hal itu disampaikannya dalam menanggapi permintaan anggota DPR yang meminta pemerintah mengganti kerugian pengguna jalan.
(Baca: Soal Pemudik Meninggal Dunia, Kepala Dinkes Brebes Nyatakan Perlu Verifikasi)
Sebanyak 17 pemudik dikabarkan meninggal selama arus mudik Lebaran, sejak 29 Juni hingga 5 Juli 2016 di wilayah Kabupaten Brebes, Jawa Tengah.
Sebagian dari korban tersebut meninggal saat kemacetan parah. "Saran saya kalau DPR meminta begitu ya DPR buat dasar hukumnya. Minta pemerintah bikin Perppu. Agar pemerintah punya dasar untuk perintahkan jasa Raharja untuk bayar ganti rugi dengan dasar macet," kata Adrianus di NTMC, Jakarta, Jumat (8/7/2016).
Adrianus mengatakan pemberian ganti rugi harus sesuai dengan dasar hukum yang berlaku. Menurutnya, ganti rugi dapat diberikan bila terjadi kecelakaan.
"Tapi kalau orang yang macet apakah masuk dalam kategori kecelakaan? Semua harus ada dasar hukumnya agar kita tidak memakai pendekatan diskresi," ucap Andrianus.
Sebelumnya, Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah berpendapat, pemerintah atau pengelola jalan tol harus memberikan ganti rugi atas kematian yang terjadi selama arus mudik Lebaran 2016.
(Baca: Fahri Hamzah: Pemudik yang Meninggal akibat Kemacetan Harus Dapat Santunan)
"Kematian (selama arus mudik) harus diganti rugi dari pemerintah dan pengelola tol," ujar Fahri melalui siaran persnya, Kamis (7/7/2016).
Ganti rugi itu harus diberikan karena pemerintah dianggap lalai mengelola arus mudik sehingga menyebabkan kematian pemudik. Peristiwa kematian di tengah arus mudik, sebut Fahri, sama saja dengan kecelakaan lalu lintas di mana korban dan keluarganya mendapat santunan.
"Ini sudah masuk pembunuhan namanya. Ini sama saja kalau orang naik bus, kecelakaan, lalu mati," ujar politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) tersebut.