JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Agama Lukman Hakim Syaifuddin menilai tidak memungkinkan untuk membuat kalender bersama untuk mempersatukan waktu penetapan bulan Ramadhan dan penetapan Idul Fitri.
Menurut Lukman, perbedaan penetapan awal Ramadhan dan Idul Fitri disebabkan perbedaan metode, yaitu hisab dan rukyat.
"Itu tidak mungkin dilakukan karena yang isbat itu untuk mengkonfirmasi hitung-hitungan hisab," kata Lukman di Kementerian Agama, Jakarta, Senin (4/7/2016).
Lukman mengatakan masyarakat perlu mengetahui bahwa pemerintah mendasarkan pada fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam penetapan awal Ramadhan dan awal Syawal.
Penetapan tersebut menggunakan hisab dan rukyat. Hisab dapat dilakukan jauh hari sebelumnya.
"Tapi hisab saja tidak cukup karena hitung-hitungan hisab itu harus dikonfrimasi melalui rukyat. Dan rukyat itu hanya bisa dilakukan pada tanggal 29. Itu kalau untuk menetapkan 1 Ramadhan," ucap Lukman.
Menurut Lukman, rukyat hanya bisa dilakukan pada saat matahari terbenam pada tanggal 29 untuk melihat hilal. Sehingga tidak bisa dilakukan jauh hari sebelumnya.
"Maka ada peluang untuk berbeda," ujar Lukman.
Sebelumnya, Ketua Komisi VIII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Ali Taher mempertimbangkan untuk membangun kalender bersama untuk mempersatukan waktu penetapan bulan Ramadhan dan penetapan Idul Fitri.
"Kalau bisa pada saatnya nanti membangun kebersamaan juga kalender bersama-sama," kata Ali di Kementerian Agama, Jakarta, Senin (4/7/2016).
(Baca: DPR Wacanakan Kalender Bersama untuk Tetapkan Ramadhan dan Idul Fitri)
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.