Sebelum memulai kolom ini, saya telah menguraikan tentang pedoman bagi jurnalis dalam meliput topik yang berkaitan dengan penyandang disabilitas.
Di akhir kolom tersebut, saya memberikan perhatian lebih kepada Dewan Pers yang perlu memulai sebuah upaya untuk membuat pedoman yang aplikatif bagi jurnalis di Indonesia.
Saat itu saya kurang lebih menulis, Dewan Pers tidak perlu memulai dari nol untuk menyusun pedoman tersebut.
Lembaga ini bisa saja menjadikan sejumlah dokumen sebagai pijakan, salah satunya adalah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas.
Baca: Panduan Meliput Disabilitas dan Ikhtiar Menuju Jurnalisme Antidiskriminasi
Pemerintah, bersama DPR, meresmikan UU Penyandang Disabilitas pada 15 April 2016. Secara umum, aturan ini memuat dua hal besar, yaitu hak penyandang disabilitas dan kewajiban berbagai pihak untuk memenuhi hak tersebut.
Sekarang, menurut undang-undang tersebut, penyandang disabilitas berhak untuk menduduki jabatan publik. Mereka berhak menjadi pejabat di tingkat lokal maupun nasional.
Hak politik ini tentu saja penting. Namun, mungkin hanya sebagian penyandang disabilitas saja yang memperjuangkannya.
Lain hal dengan hak atas pendidikan dan pekerjaan. Pasti sebagian besar penyandang disabilitas akan berkepentingan.
Di situlah wartawan berperan untuk menyuarakan yang tak bersuara. Hal itu juga yang menjadi alasan saya untuk mengulasnya di dalam kolom ini.
Pendidikan untuk semua
Pasal 10 UU Penyandang Disabilitas menyatakan bahwa semua penyandang disabilitas memiliki hak untuk mendapatkan pendidikan yang bermutu pada satuan pendidikan di semua jenis, jalur, dan jenjang pendidikan secara inklusif dan khusus.
Kata inklusif di sini berarti para penyandang disabilitas berhak mengenyam pendidikan di pendidikan umum, bersama mereka yang bukan penyandang disabilitas.
Pasal yang sama juga menegaskan bahwa para penyandang disabilitas memiliki hak yang sama dengan orang lain untuk menjadi pendidik atau tenaga kependidikan.
Untuk mendukung hal tersebut, setiap institusi pendidikan wajib membentuk Unit Layanan Disabilitas. Khusus untuk pendidikan tinggi, Unit Layanan Disabilitas diatur di dalam Pasal 42 Ayat (3) dan (4).