Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Komnas HAM Usulkan Penghapusan dan Penambahan Pasal dalam RUU Antiterorisme

Kompas.com - 09/06/2016, 12:48 WIB
Nabilla Tashandra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Komnas HAM mengusulkan penghapusan satu pasal dalam Undang-Undang Nomor 15 tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.

Komisioner Komnas HAM, Roichatul Aswidah menyebutkan, pasal yang perlu dihapuskan adalah Pasal 43a.

Pasal itu menyebutkan, "dalam rangka penanggulangan Tindak Pidana Terorisme, penyidik atau penuntut umum dapat melakukan pencegahan terhadap setiap orang tertentu yang diduga akan melakukan Tindak Pidana Terorisme untuk dibawa atau ditempatkan pada tempat tertentu yang menjadi wilayah hukum penyidik atau penuntut umum dalam waktu paling lama 6 (enam) bulan."

"Karena semua orang yang kemudian ditangkap, dicabut kemerdekaannya, harus melalui prosedur hukum, harus tahu kenapa dia ditangkap dan semua hak-haknya yang mengikuti tetap harus dilindungi," ujar Roichatul dalam rapat dengar pendapat Pansus RUU Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (9/6/2016).

Catatan Komnas HAM, banyak terjadi pelanggaran HAM dalam penindakan tindak pidana terorisme, di antaranya praktik penyiksaan, kesalahan penangkapan, penahanan hingga penyiksaan yang menimbulkan kematian.

Karena itu Komnas HAM juga memandang perlu ada badan pengawas yang berwenang mengawasi kinerja aparat penegak hukum dalam melakukan penindakan terhadap pelaku tindak pidana terorisme.

Namun, poin tersebut masih didalami karena saat ini sudah terlalu banyak badan yang terbentuk.

Karena itu, Komnas HAM memandang kewenangan pengawasan tersebut bisa dibebani pada badan yang sudah ada untuk memaksimalkan badan-badan yang sudah ada.

Roichatul menambahkan, Komnas HAM juga mengusulkan pasal baru yang secara eksplisit mengatur bahwa biaya penanganan tindak pidana terorisme dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

"Untuk menunjukkan bahwa kita negara berdaulat dan penindakan terorisme berdiri di atas kaki kita sendiri, tidak diberi bantuan oleh negara lain," kata Roichatul.

Ia menyampaikan, Komnas HAM masih mendalami beberapa hal dan memohon agar Pansus RUU Antiterorisme bisa menerima usulan susulan.

Salah satu poin yang masih didalami adalah tentang istilah deradikalisasi yang dalam draf RUU dipaparkan ke dalam poin a sampai g.

Komnas HAM mempermasalahkan keluarga teroris yang dimasukkan ke dalam pasal tersebut. Komnas HAM memandang, deradikalisasi hanya dilakukan pada orang yang radikal.

Roichatul mengatakan, draf RUU tersebut juga terlalu menekankan pada penindakan daripad pencegahan.

"Tidak bisa kepada keluarganya atau orang tertentu yang diduga," ujarnya.

Kompas TV Revisi UU Anti-terorisme Masuk Prolegnas 2016

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Termohon Salah Baca Jawaban Perkara, Hakim MK: Kemarin Kalah Badminton Ada Pengaruhnya

Termohon Salah Baca Jawaban Perkara, Hakim MK: Kemarin Kalah Badminton Ada Pengaruhnya

Nasional
Suhu Udara Panas, BMKG: Indonesia Tak Terdampak 'Heatwave'

Suhu Udara Panas, BMKG: Indonesia Tak Terdampak "Heatwave"

Nasional
Jumlah Dokter Spesialis Indonesia Kecil Dibanding Negara ASEAN, Jokowi: Masuk 3 Besar Tapi dari Bawah

Jumlah Dokter Spesialis Indonesia Kecil Dibanding Negara ASEAN, Jokowi: Masuk 3 Besar Tapi dari Bawah

Nasional
Jokowi Sebut Minimnya Dokter Spesialis Kerap Jadi Keluhan Warga

Jokowi Sebut Minimnya Dokter Spesialis Kerap Jadi Keluhan Warga

Nasional
Bappenas Integrasikan Rencana Pemerintah dengan Program Kerja Prabowo

Bappenas Integrasikan Rencana Pemerintah dengan Program Kerja Prabowo

Nasional
BMKG Sebut Udara Terasa Lebih Gerah karena Peralihan Musim

BMKG Sebut Udara Terasa Lebih Gerah karena Peralihan Musim

Nasional
Disebut Sewa Influencer untuk Jadi Buzzer, Bea Cukai Berikan Tanggapan

Disebut Sewa Influencer untuk Jadi Buzzer, Bea Cukai Berikan Tanggapan

Nasional
Profil Eko Patrio yang Disebut Calon Menteri, Karier Moncer di Politik dan Bisnis Dunia Hiburan

Profil Eko Patrio yang Disebut Calon Menteri, Karier Moncer di Politik dan Bisnis Dunia Hiburan

Nasional
PDI-P Bukan Koalisi, Gibran Dinilai Tak Tepat Konsultasi soal Kabinet ke Megawati

PDI-P Bukan Koalisi, Gibran Dinilai Tak Tepat Konsultasi soal Kabinet ke Megawati

Nasional
Jokowi Resmikan Program Pendidikan Dokter Spesialis Berbasis Rumah Sakit

Jokowi Resmikan Program Pendidikan Dokter Spesialis Berbasis Rumah Sakit

Nasional
Bawaslu Papua Tengah Telat Masuk Sidang dan Tak Dapat Kursi, Hakim MK: Kalau Kurang, Bisa Dipangku

Bawaslu Papua Tengah Telat Masuk Sidang dan Tak Dapat Kursi, Hakim MK: Kalau Kurang, Bisa Dipangku

Nasional
Sengketa Pileg di Papua Tengah, MK Soroti KPU Tak Bawa Bukti Hasil Noken

Sengketa Pileg di Papua Tengah, MK Soroti KPU Tak Bawa Bukti Hasil Noken

Nasional
Dilema Prabowo Membawa Orang 'Toxic'

Dilema Prabowo Membawa Orang "Toxic"

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi soal Kabinet ke Megawati, Pengamat: Harus Koordinasi dengan Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi soal Kabinet ke Megawati, Pengamat: Harus Koordinasi dengan Prabowo

Nasional
Soal Kabinet Prabowo-Gibran, Pengamat Ingatkan Bukan Sekadar Bagi-bagi Kekuasaan

Soal Kabinet Prabowo-Gibran, Pengamat Ingatkan Bukan Sekadar Bagi-bagi Kekuasaan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com