Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menhan: Indonesia Tidak Membenci Negara Komunis, tetapi PKI

Kompas.com - 06/06/2016, 20:55 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Menteri Pertahanan Republik Indonesia Ryamizard Ryacudu kembali angkat bicara terkait isu kebangkitan Partai Komunis Indonesia (PKI) yang belakangan muncul di tengah masyarakat.

Dalam sebuah acara silaturahim sekaligus diskusi dengan sejumlah sesepuh Nahdlatul Ulama (NU), Ryamizard mengemukakan pandangannya bahwa sebenarnya Indonesia tidak membenci komunisme.

Selama ini, kata Ryamizard, Indonesia tidak memusuhi negara-negara yang menganut paham komunisme, seperti China dan Vietnam. Namun, yang harus diwaspadai dan diberantas adalah PKI.

"Kami tidak benci dengan komunis, tetap berkawan dengan China dan Vietnam. Namun, kita harus memusuhi dan mewaspadai PKI-nya karena mereka pernah melakukan pemberontakan," ujar Ryamizard di aula Bhinneka Tunggak Ika, Kementerian Pertahanan, Jakarta Pusat, Senin (6/6/2016).

(Baca: Simposium 1965 dan Anti-PKI, Jalan Berliku Menuju Rekonsiliasi)

Lebih lanjut, Ryamizard mengatakan bahwa dirinya tidak akan setuju jika pemerintah harus meminta maaf kepada mantan anggota PKI sebagai bagian dari upaya rekonsiliasi.

Menurut dia, PKI-lah yang seharusnya meminta maaf kepada bangsa Indonesia karena telah melakukan pemberontakan pada tahun 1948 dan 1965.

"Sekarang banyak orang bilang minta maaf. Seharusnya yang berontak yang minta maaf. Kan tidak masuk akal kalau pemerintah minta maaf kepada pemberontak," ungkap mantan Kepala Staf Angkatan Darat ini.

Ia pun menampik jika penolakan minta maaf dari dirinya merupakan sebuah bentuk provokasi. Ia menginginkan upaya penyelesaian kasus peristiwa 1965 dilakukan melalui rekonsiliasi alamiah, tidak secara politik.

(Baca: Wapres Nilai Berlebihan jika PKI Disebut Hidup Kembali)

"Saya ini Menhan, bukan provokator. Yang salah saya bilang salah. Yang benar saya bilang benar," kata Ryamizard.

Selain itu, ia juga mengingatkan bahwa pemerintah akan bertindak tegas terhadap siapa pun yang mencoba untuk menyebarkan paham komunisme dan atribut berlogo palu-arit.

Ia mengingatkan tentang Tap MPRS Nomor XXV Tahun 1966, Undang-Undang Nomor 27 Tahun 1999 juncto KUHP Pasal 107 dan 169 tentang pelarangan PKI, dan Tap MPR RI Nomor 1 Tahun 2003 tentang Pelarangan Paham Komunis di Indonesia belum dicabut, serta bahwa seseorang yang melanggar aturan ini bisa dihukum penjara selama 20 tahun.

"Kemudian ada Tap MPRS. Itu tidak bisa diubah. Tentang atribut palu-arit, ya itu dilarang. Kalau di Eropa, memakai lambang Nazi saja ditangkap. Di Amerika, simbol Klu Klux Klan juga tidak boleh. Jadi, tidak boleh membangkitkan kebencian masa lalu," ucap dia.

Kompas TV Isu PKI Bangkit, Negara Harus "Ngapain"?
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Jokowi Sebut Ada 78.000 Hektare Tambak Udang Tak Terpakai di Pantura, Butuh Rp 13 Triliun untuk Alih Fungsi

Jokowi Sebut Ada 78.000 Hektare Tambak Udang Tak Terpakai di Pantura, Butuh Rp 13 Triliun untuk Alih Fungsi

Nasional
Spesifikasi 2 Kapal Patroli Cepat Terbaru Milik TNI AL

Spesifikasi 2 Kapal Patroli Cepat Terbaru Milik TNI AL

Nasional
Jokowi Panen Ikan Nila Salin di Tambak Air Payau di Karawang

Jokowi Panen Ikan Nila Salin di Tambak Air Payau di Karawang

Nasional
Momen Hakim MK Tegur Kuasa Hukum Caleg yang Mendebatnya

Momen Hakim MK Tegur Kuasa Hukum Caleg yang Mendebatnya

Nasional
Kejar Pemerataan Dokter Spesialis, Kemenkes Luncurkan Pendidikan Dokter Spesialis Berbasis RS Pendidikan

Kejar Pemerataan Dokter Spesialis, Kemenkes Luncurkan Pendidikan Dokter Spesialis Berbasis RS Pendidikan

Nasional
Jokowi Bakal Bisiki Prabowo Anggarkan Program Budi Daya Nila Salin jika Menjanjikan

Jokowi Bakal Bisiki Prabowo Anggarkan Program Budi Daya Nila Salin jika Menjanjikan

Nasional
Ma'ruf Amin: 34 Kementerian Sudah Cukup, tetapi Bisa Lebih kalau Perlu

Ma'ruf Amin: 34 Kementerian Sudah Cukup, tetapi Bisa Lebih kalau Perlu

Nasional
Ada Gugatan Perdata dan Pidana, KPK Mengaku Harus Benar-benar Kaji Perkara Eddy Hiariej

Ada Gugatan Perdata dan Pidana, KPK Mengaku Harus Benar-benar Kaji Perkara Eddy Hiariej

Nasional
Jokowi Resmikan Modeling Budi Daya Ikan Nila Salin di Karawang

Jokowi Resmikan Modeling Budi Daya Ikan Nila Salin di Karawang

Nasional
Jokowi Naik Heli ke Karawang, Resmikan Tambak Ikan Nila dan Cek Harga Pangan

Jokowi Naik Heli ke Karawang, Resmikan Tambak Ikan Nila dan Cek Harga Pangan

Nasional
Sidang SYL, KPK Hadirkan Direktur Pembenihan Perkebunan Jadi Saksi

Sidang SYL, KPK Hadirkan Direktur Pembenihan Perkebunan Jadi Saksi

Nasional
Proyek Jet Tempur KF-21 Boramae dengan Korsel yang Belum Capai Titik Temu…

Proyek Jet Tempur KF-21 Boramae dengan Korsel yang Belum Capai Titik Temu…

Nasional
Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah, Minta PBB Bertindak

Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah, Minta PBB Bertindak

Nasional
Ganjar dan Anies Pilih Oposisi, Akankah PDI-P Menyusul?

Ganjar dan Anies Pilih Oposisi, Akankah PDI-P Menyusul?

Nasional
Kata Gibran soal Urgensi Adanya Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis

Kata Gibran soal Urgensi Adanya Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com